Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Selain Sebagai Lembaga Tertinggi Negara

MPR Minta Diberi Tambahan Kewenangan Tafsirkan UU
Oleh : Surya Irawan
Sabtu | 13-12-2014 | 11:28 WIB
abdul_kadir_karding.jpg Honda-Batam
Abdul Kadir Karding. (FotoL metrotvnews.com)

BATAMTODAY.COM, Palembang - Fraksi PKB MPR mengusulkan agar kewenangan MPR ditambah, selain diusulkan sebagai lembaga tertinggi negara kembali.

Menurutnya, MPR perlu diberi kewenangan untuk menafsirkan undang-undang seperti halnya Mahkamah Konstitusi (MK), karena keputusan MK yang bersifat final dan mengikat kerap menimbulkan polemik dan persoalan baru.

Hal itu disampaikan Abdul Kadir Karding, Sekretaris Fraksi PKB dalam Refleksi Akhir Tahun MPR di Palembang, Sumatera Selatan, Palembang, Jumat (12/12/2014).

Karding mengatakan, lembaga tinggi negara yang terdiri dari anggota DPR dan DPD itu semestinya punya peranan strategis.

"Kita ingin MPR menjadi lembaga tinggi negara tapi kewenangan diperkuat, diberi kewenangan terhadap tafsir-tafsir undang-undang. Kalau di MK persoalan politik tidak bisa ditafsir,” katanya.

Karding menambahkan bahwa berdasarkan kajian konstitusi, dalam sistem tata negara di Indonesia hanya MK yang bisa menafsirkan undang-undang. Persoalannya, lanjutnya, tidak semua hakim MK memahami proses pembuatan UUD 1945.

"Di MK tidak banyak memahami lahirnya Undang-undang Dasar 1945, maka keputusannya juga sering tidak sesuai dengan konstitusi dan undang-undang dasar kita," tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang mengatakan, MPR tidak ada relevansinya memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi)

MPR menilai Jokowi selaku presiden belum melanggar konstitusi dalam berbagai kebijakan yang sudah dijalankan.

Kebutuhan komunikasi antara Jokowi dan para pembantunya dengan DPR, kata Oso-sapaan akrab Oesman Sapta Odang, tidak perlu harus melibatkan MPR untuk menjembatani komunikasi antara Jokowi dan DPR.

Menurut Oso, sapaan akrab Oesman, pemanggilan itu tak ada urgensinya karena DPR juga belum bekerja sejak dilantik pada 1 Oktober lalu.

"Untuk apa juga MPR mengundang Presiden Joko Widodo sekarang? DPR kerja saja belum, kenapa presiden harus diundang MPR," katanya.

Oso mengatakan, MPR akan mengundang Jokowi jika MK sudah mengeluarkan sebuah keputusan atas permintaan DPR perihal dugaan pelanggaran konstitusi oleh presiden.

Namun, apabila pemanggilan Jokowi tanpa alasan yang jelas justru akan menjadi bumerang bagi MPR sendiri dan akan menjadi cibiran di masyarakat.

"Kalau besok pagi misalnya, Presiden Jokowi diundang MPR, pasti dicibir. Sebab alasan hukumnya tidak jelas. Jokowi itu bukan orang bodoh. Dia juga pintar makanya dia jadi Presiden. Jadi jangan asal panggil," katanya.

Oso menambahkan, secara pribadi ia mengaku mulai menyukai sosok Jokowi yang berani bersikap tegas seperti dalam kasus penenggelaman dan penangkapan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia.

"Presiden begini (Jokowi, red) yang kita cari. Saya kenal SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sebelum jadi Presiden, tapi begitu jadi Presiden saya justru tidak kenal. Kalau Jokowi, saya tak kenal sebelum, tapi begitu jadi Presiden, saya kenal. Jokowi, sosok Presiden pemberani tidak ada takutnya, " tegas Oso.‎

Editor: Dodo