Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keluarga Sebut Ambok Sempat Disuruh Pardede Beli Sampan
Oleh : Hadli
Kamis | 23-10-2014 | 20:25 WIB
lokasi penebangan di dam duriangkang.jpg Honda-Batam
Lokasi terakhir penebangan kayu ilegal di Dam Duriangkang. (Foto: Hadli/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Misteri pembunuhan Ambok Maik (37), warga Kavling Nongsa, perlahan mulai menemukan titik terang. Beberapa informasi yang diperoleh BATAMTODAY.COM, mengaitkan "benang merah" kasus pembunuhan dengan beberapa pihak yang berhubungan dengan almarhum.

Salah seorang kerabat korban menuturkan, sebelum peristiwa naas itu terjadi, Ambok diperintahkan oleh bosnya -yang disebut-sebut bernama Pardede, anggota Yonif 134/Tuah Sakti Batam- untuk membeli sampan. Melalui rekannya, sampan tersebut dibeli dari seseorang di Bakau Sirip, Kecamatan Nongsa.

"Katanya (Ambok) diperintahkan Pardede untuk membeli sampan. Sampan itu dibeli dari Pak Arpa di Bakau Sirip," kata kerabat yang menolak namanya dituliskan itu di sela-sela proses pencarian kepala Ambok yang dipimpim Kapolsek Nongsa, Komisaris Polisi Arthur Sitindaon, di hutan Dam Duriangkang, Kamis (23/10/2014) siang.

Sampan yang dibeli Ambok ditelusurinya saat diketahui Ambok telah hilang pada Minggu (19/10/2014) lalu. Sampan itu akhirnya ditemukan di ujung Dam Duriangkang, atau lebih dekat masuk dari hutan lindung Bumi Perkemahan dalam kondisi hancur.

"Kelihatannya sampan yang dibeli itu dihancurkan setelah mayat Ambok dibuang," duga pria ini.

Ia mengatakan pada malam terakhir itu, yang berkomunikasi dengan Ambok adalah istrinya, Sartika atau biasa disapa Tanri. Pada Kamis (16/10/2014) malam pukul 20.00 WIB, Ambok mengatakan kepada istrinya untuk agar diganggu pada malam itu karena ia ada pekerjaan.

Selain itu, Ambok mengatakan pada Tanri jika ponselnya akan diletakkan dalam jok motor,
Yahama Vega warna hitam BP 3538 HG, yang sampai saat ini juga belum ditemukan.

"Satu jam kemudian istrinya punya firasat tidak enak hingga menelepon sampai puluhan kali, tapi tetap tidak diangkat. Namun sampai Jumat pagi pukul delapan, ponsel Ambok sudah tidak aktif lagi ketika dihubungi," jelasnya.

Pada Jumat sore itu, pihak keluarga sudah kebingungan mencari Ambok. Diketahui, Ambok terakhir kali bersama Pardede. Sore itu juga keluarga menghubungi Pardede dan meminta anggota Yonif 134/Tuah Sakti itu untuk mendatangi kediaman Ambok.

"Kalau Abang (Pardede, red) tidak merasa bersalah, tolong datang ke sini (rumah Ambok di Kavlin, red). Terangkan kepada istrinya," kata kerabat Ambok ini.

Tak lama kemudian, Pardede muncul seorang diri menggunakan sepeda motor. Namun Pardede, kata dia, tidak banyak bicara ketika itu. Bahkan Pardede terkesan menghindar.

Dia menambahkan, jelang Sabtu dinihari pihak keluarga bersama Pardede dengan menggunakan lima sepeda motor, berangkat ke Dam Duriangkang untuk mencari Ambok. Pihak keluarga berboncengan dengan empat sepeda motor sementara Pardede seorang diri mengendarai sepeda motornya.

Di dalam hutan Dam Duriangkang yang gelap gulita, Pardede melaju kencang meski kondisi jalan yang dilintasi buruk. Bahkan keluarga dan kerabat Ambok sempat tertinggal jauh dan sempat nyasar.

Mengetahui keluarga Ambok tertinggal, Pardede berhenti di tengah jalan untuk menunggu. Namun ketika itu Pardede kembali melanjutkan perjalanannya setelah melihat dari kejauhan rombongan keluarga Ambok.

"Pada saat tiba di lokasi penebangan, Pardede teriak-teriak memanggil nama Ambok. Tak lama, kami pun pergi. Tapi sulit ketika itu untuk berbicara sama Pardede karena sejak awal dia sudah mencoba menghindari pembicaraan," ujarnya.

Merasa pencarian tengah malam itu tak ada hasil, pihak keluarga memutuskan untuk menghentikan pencarian di lokasi tersebut. Lagi-lagi Pardede melaju kencang hingga meninggalkan keluarga Ambok.

Keterangan mengejutkan justru terlontar dari salah seorang keluarga Ambok lainnya, yang dituturkan langsung kepada Kapolsek Nongsa, Komisaris Polisi Arthur Sitindaon. Dia meyakini Ambok telah dieksekusi di dalam hutan. Namun saat itu ia yakin kepala Ambok belum dipenggal.

"Ambok (sepertinya) dilumpuhkan di hutan ini dan sempat diseret. Setelah itu Ambok dimasukkan ke dalam goni (karung dari rami, red). Dilihat dari kawat yang digunakan, Ambok dipikul oleh dua orang, depan dan belakang menggunakan sebatang kayu," kata anggota keluarga yang juga meminta pewarta agar namanya tidak ditulis itu.

"Saya menduga Ambok dibawa menggunakan mobil ke hutan bumi perkemahan, karena sampannya sudah ada di sana. Setelah di atas sampan barulah kepalanya ditetak (dipenggal, red). Untuk menghilangkan barang bukti darah, kepala dicelup-celupkan ke air dan sampan dibersihkan," kata dia.

Sementara itu, berdasarkan informasi yang diperoleh, dua orang telah diamanakan Polresta Barelang. Diduga, kedua pria yang sedang menebang hutan itu langsung diamankan untuk dimintai keterangannya. (*)

Editor: Roelan