Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cegah Korupsi Sektor Kehutanan

Kemenhut, Kemenpu, Kemendagri dan BPN Teken MoU dengan KPK
Oleh : Surya
Jum'at | 17-10-2014 | 13:24 WIB
KPK.jpg Honda-Batam
Dari kiri ke kanan : Irjen Kemendagri Maliki HS, Menteri PU Djoko Kirmanto, Wakil Ketua KPK Zulkarnain, Plt Menhut Chairul Tanjung dan Kepala BPN Hendarman Supandji

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Pekerjaan Umum (Kemenpu),  Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan penandatanganan memoradum of understanding (MoU) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait sektor korupsi kehutanan.


Penandatanganan MoU ini sama sekali tidak terkait dengan revisi SK Menhut 463 Tahun 2013, yang telah direvisi menjadi SK.867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Kepri.


MoU ini juga tidak ada kaitannya dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri kehutanan dan pemerintahan daerah terkait permasalahan hutan lindung di Kepri, seperti diklaim Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Muhammad Sani beberapa hari lalu.

MoU ini dilakukan karena sudah ada dua kepala daerah ditangkap KPK terkait dugaan korupsi alihfungsi lahan hutan, yakni mantan Bupati Bogor Rahmat Yasin (alihfungsi hutan di Sentul Bogor) dan Gubernur Riau Annas Makmun (alihfungsi hutan Riau tahun 2014).

"Jadi hari ini saya datang sebagai Plt Menhut, karena akan tandatangan kerjasama antar beberapa kementerian, seperti Kemendagri, BPN dan institusi lain, Menteri PU. Agar pelaksanaan pemanfaatan hutan ke depannya lebih terkoordinasi dengan baik dan tidak terjadi hal-hal yang bisa merugikan negara kita untuk masa depan," kata Plt Menteri Kehutanan, Chairul Tanjung, di Jakarta, Jumat (17/10/2014).

Selain Chairul Tanjung, juga hadir Menteri PU Djoko Kirmanto  dan Kepala BPN Hendarman Supandji, serta Irjen Kemendagri Maliki HS. Mereka mengungkapkan, pertemuan dan penandatanganan MoU dengan KPK  untuk upaya pencegahan dengan tujuannya agar tak ada lagi korupsi di sektor kehutanan.

Menurut Chairul Tanjung, MoU ini diharapkan mengatasi masalah korupsi dan potensi konflik yang diakibatkan kesalahan pengelolaan hutan.

"Saya sebagai Plt Menteri Kehutanan telah ditandatangani yang namanya peraturan bersama antara kementerian dan lembaga terkait masalah fungsi hutan. Prosesnya diinisiasi oleh KPK yang melihat banyak sekali permasalahan yang timbul terkait masalah hutan ini. Peraturan bersama ini nantinya akan diundangkan agar menjadi peraturan yang mengikat," katanya. 

Plt Menhut ini menjelaskan, bahwa peraturan yang telah disepakati bersama ini diharapkan akan menyelesaikan permasalahan di sektor kehutanan. CT menyadari selama ini sektor kehutanan menjadi 'lahan basah' untuk praktik korupsi dan menjadi penyebab konflik horisontal.

"Masalah kehutanan ini menimbulkan banyak masalah, tumpang tindih dan sebagainya. Konflik horizontal yang itu juga portensi yang kita cegah dan banyak hal yang menimbulkan masalah. Peraturan ini untuk menghindari korupsi, konflik horisontal, dan membuat kepastian ke instansi yang terlibat," katanya. 

Ia mengatakan, permasalahan kehutanan saat ioni masih banyak yang tumpang tindih dengan kegiatan pembangunan.

"Misal Pak Djoko Kirmanto membangun jalan melalui hutan, bendungan, sampai tata ruang. Ada di dalam maping kehutanan tapi sudah jadi kota. Masalah rakyat, mereka sudah tinggal di sana, tapi nggak dapat haknya karena tinggal di kawasan hutan. Dengan peraturan bersama ini diharapkan banyak menyelesaikan masalah, khususnya di sektor kehutanan sendiri," katanya. 

Sedangkan Kepala BPN Hendarman Supandji mengatakan, MoU yang telah ditandatangani bersama KPK akan meminimalisir konflik soal perizinan lahan. Pasalnya, selama ini sengketa lahan hutan masih menjadi masalah yang sulit ditangani.

"Kita untuk pencegahan tujuannya. Saya sangat apresiasi terhadap KPK yang mempunyai inisiatif mendorong Kementerian untuk menandatangani MoU ini. Mencegah supaya tidak terjadi sengketa yang berkepanjangan. Kawasan hutan isinya 65 persen dari kawasan, sisanya non kawasan. Jumlah penduduk bertambah dan ingin mendapat legalisasi dari asetnya," kata Hendarman. 

Sementara Wakil Ketua KPK Zulkarnain menegaskan, empat kementerian seperti kemenhut , Kemenpu, Kemendagri dan BPN bersama KPK  menandatangani kesepahaman terkait dengan kawasan hutan.

"Empat kementerian tanda tangani kesepahaman penyelesaian hak terkait dengan pengelolaan kawasan hutan. Ini bagian dari MoU (memorandum of understanding) yang dilaksanakan 12 kementerian yang lalu pada bulan Maret 2013 menyangkut tata kelola kawasan hutan di Indonesia," kata Zulkarnain.

KPK memandang bahwa MoU yang telah disepakati telah menyangkut banyak aspek terkait masalah kehutanan. "Menyangkut hak-hak atas tanah mengenai satu peta untuk Indonesi. Kementerian PU menyangkut tata ruang. Kemendagri menyangkut daerah-daerah yang terkait menyangkut masalah hutan," kata Zulkarnain.

Kemendagri menilai peraturan bersama yang berawal dari nota kesepahaman itu merupakan kebijakan yang sangat baik dan diharapkan bisa meminimalisir konflik tumpang tindih di kawasan hutan. Menurut Irjen Kemendagri Maliki Heru Santosa, pihaknya akan meminta seluruh kepala daerah agar bisa menyukseskan peraturan-peraturan terkait pertanahan atau kehutanan.

Kemendagri, lanjut Maliki, juga akan meminta percepatan pembangunan daerah bagi masyarakat yang terkena konflik terkait pembangunan kawasan hutan. "Meminta mempercepat pembangunan daerah terhadap masyarakat yang terkena dampak dan konflik dalam pembangunan kawasan hutan," tandas Maliki yang mewakili Mendagri Gamawan Fauzi.

Plt Kemenhut Chairul Tanjung menambahkan, MoU yang ditandatangani itu kemudian menjadi peraturan bersama tentang tata cara penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan. Instansi yang ikut menandatangani peraturan bersama itu antara lain Kemendagri, Kemenhut, Kementerian Pekerjaan Umum dan BPN.

Berikut isi draft Peraturan Bersama Mendagri, Menhut, Menteri PU, Kepala BPN tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah di Dalam Kawasan Hutan :

Menimbang:

A. Bahwa sesuai putusan MK nomor 34/PUU-IX/2011, penguasaan hutan oleh negara harus memperhatikan dan menghormati hak-hak atas tanah masyarakat

B. Bahwa sesuai dengan putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2012, pengukuhan kawasan hutan harus segera dituntaskan untuk menghasilkan kawasan hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan

C. Bahwa sesuai dengan putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012, hutan adat bukan merupakan hutan negara.

D. Bahwa pada 11 maret 2013 telah ditandatangani Nota Kesepakatan Bersama tentang percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia oleh 12 Kementerian/lembaga negara.

E. Bahwa dalam rangka menyelesaikan hak-hak masyarakat dalam kawasan hutan serta sesuai prinsip Negara Kesatuan RI perlu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat.

Editor: Surya