Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Revisi SK Menhut 463

KPK Bantah Ada SKB Soal Hutan Lindung di Kepri, Sani Dinilai Ngawur
Oleh : Surya/Charles
Senin | 13-10-2014 | 16:24 WIB
Johan-Budi1.jpg Honda-Batam
Juru Bicara KPK Johan Budi SP yang juga Deputi bidang Pencegahan

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) membantah pernyataan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Muhammad Sani soal Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri kehutanan, KPK dan pemerintahan daerah terkait permasalahan hutan lindung di Kepri.



"Nggak ada, ngawur itu. Tahu nggak gubernur itu bedanya SKB dengan MoU, jangan-jangan tidak tahu. KPK tidak pernah tandatangani SKB, dan MoU juga tidak ada," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo (SP) kepada BATAMTODAY.COM di Jakarta, Senin (13/10/2014).

Johan menegasakan, KPK tidak pernah membuat dan menandatangani SKB bersama menteri kehutanan dan pemerintah daerah terkait permasalahan hutan lindung di Kepri." Tidak ada SKB, tidak ada MoU. Pernyataan Gubernur Kepri itu tidak benar," katanya.

Menurut Johan, SKB yang ada bukan dibuat oleh KPK, tapi Menteri Kehutanan dan pemerintah daerah, serta tidak terkait permasalahan hutan lindung di Kepri. SKB yang dibuat, kata Johan, adalah tentang pengelolaan hutan secara terpadu, termasuk soal izin usaha pertambangan (IUP), ijin usaah pemanfaatan hasil hutan kayu/hutan tanaman (IUPHK/HT), ijin hutan tanaman industri (HTI).

"SKB itu dibuat tahun 2010, berlaku untuk semua pemerintah daerah, bukan hanya Kepri saja. SKB itu dibuat oleh menteri, KPK sebagai pengawas atau monitoring saja untuk pencegahan terjadi korupsi di sektor kehutanan dan pertambangan," katanya.

SKB tersebut, lanjut Johan, ditandatangani oleh menteri kehutanan, kepala badan pertanahan nasional dan menteri dalam negeri, serta KPK duduk sebagai pengawas pelaksanaan SKB tersebut.

"SKB tersebut tidak ada kaitanya dengan SK Menhut 463 tahun 2013 yang dianggap menghambat investasi di Kepri, dan revisi SK 867/Menhut-II/2004 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Kepri. Kita tidak tahu," katanya.

Johan yang akan segera dilantik sebagai Deputi bidang Pencegahan ini menambahkan, KPK juga tidak mengetahui ada hasil tinjauan dan pertimbangan Komisi IV DPR sehingga menghasilkan revisi SK Menhut tersebut, yang kemudian berujung pada SKB menteri kehutanan, KPK dan pemerintah daerah terkait permasalahan hutan lindung di Kepri.

"Pokoknya soal SKB kita tidak mengetahui, apakah ada hasil tinjauan dan pertimbangan Komisi IV DPR soal revisi SK 463. Tidak ada, tanyakan saja ke Gubernur Kepri, darimana asalnya," tegas Johan Budi SP.

Seperti diketahui, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), HM. Sani, menyatakan, sengkarut Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor 463 Tahun 2013 yang menghambat investasi di Kepri telah menemui titik terang. Kepmenhut tersebut telah direvisi melalui SK Nomor SK.867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Kepri.

Berdasarkan revisi SK tersebut, permasalahan hutan lindung di Kepri akan ditindaklanjuti melalui surat keputusan bersama (SKB) antara Menteri Kehutanan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah daerah.

"Itu hasil tinjauan serta pertimbangan Komisi IV DPR-RI dan rapat yang dilaksanakan hingga menghasilkan revisi SK Menteri Kehutanan," ujar Sani.

Menurut Sani, terbitnya revisi SK Menhut ini akan berdampak signifikan pada perubahan peruntukan kawasan hutan dalam dampak penting dan cakupan luas serta bernilai stategis (DPCLS) di wilayah Provinsi Kepri, khususnya pada kondisi wilayah hutan lindung yang sebelumnya sudah terbangun rumah dan usaha lainya.

Selanjutnya, dengan adanya payung hukum yang baru ini, Badan Pengusaha Kawasan (BPK) FTZ Batam sudah langsung bisa menjaring investor yang sebelumnya sempat terkendala.

Sani menambahkan, secara parsial perubahan SK Menhut ini juga akan mempermudah pelaksanaan tapal batas wilayah kabupaten/kota dan provinsi dalam hal pelaksanaan pembuatan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota dan provinsi, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan pembahasan secara spesifik dengan bupati dan wali kota.

"Memang, masih perlu langkah-langka yang harus ditindaklanjuti. Harapan kita ke depan, semuanya dapat dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku, yang akan kita bahas kembali dengan bupati dan wali kota," jelasnya.

Selain itu, Hutan Bulu yang ada di kawasan Galang dan Rempang yang seluas 13 ribu hektar karena sudah diputihkan dan di luar dari daerah DPCLS,  jika dimanfaatkan akan dapat digunakan untuk berinvestasi.

Editor: Surya