Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Waspada, Obat Anti-cemas Berpotensi Tingkatkan Risiko Penyakit Alzheimer
Oleh : Redaksi
Sabtu | 27-09-2014 | 13:47 WIB
Kecanduan_Obat_Anti-cemas_&_Obat_Tidur.JPG Honda-Batam
Foto ilustrasi/net.

BATAMTODAY.COM - INI peringatan bagi orang-orang yang selalu menggunakan obat-obatan untuk mengusir kecemasan dan penyakit sulit tidur (insomnia). Obat-obat umum yang biasa diresepkan untuk mengatasi kecemasan dan insomnia telah dikaitkan dengan meningkatnya risiko terkena penyakit Alzheimer.

Penelitian yang dilakukan Kanada, yang dipublikasikan dalam Jurnal Medis Inggris, menemukan bahwa penggunaan jangka panjang dari ‘benzodiazepine’ bisa meningkatkan resiko terkena penyakit Alzheimer sekitar 50 persen.

"Benzidiazepine" digunakan secara luas di Australia untuk mengatasi rasa cemas dan insomnia, termasuk Valium, Xanax, dan Diazapam. Antara tahun 1992 hingga 2011, 180 juta resep "benzodiazepine" dikeluarkan  oleh para dokter Australia.

Manager penelitian Alzheimer’s Australia, Dr Chris Hatherly, mengatakan, sementara "benzodiazepine" memiliki peran penting, masyarakat seharusnya waspada terhadap efek penggunanaan jangka panjang dari obat tersebut.

"Tentu saja ada banyak orang yang perlu mengkonsumsi obat ini untuk alasan klinis, dan kami tak mencoba menyarankan mereka untuk berhenti mengkonsumsi obat yang telah diresepkan oleh dokter mereka. Tapi ada bukti bari tentang beberapa resiko dari penggunaan jangka panjangnya," jelas Dr Chris.

Profesor Kedokteran dari Universitas Indiana, Malaz Boustani, mengkhususkan penelitiannya untuk dampak kognitif yang merugikan dari pengobatan tersebut. Ia menuturkan, penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa mengkonsumsi "benzodiazepines" setidaknya 90 hari selama periode 5 tahun, meningkatkan peluang berkembangnya penyakit Alzheimer’s sebesar 30 persen.

"Jika anda mengekspos 90 hari itu dua kali lipat menjadi 180 hari selama 5 tahun, maka resiko yang anda miliki naik hingga 80 atau meningkat 80 persen. Semua obat-obatan anti-cemas dan anti-insomnia ini, seharusnya digunakan –setidaknya untuk anti-insomnia- dalam jangka waktu pendek, bukan jangka panjang," tegasnya.

Hasil penelitian terbaru ini mendukung hasil penelitian serupa yang sudah ada beberapa tahun belakangan ini. "Pada dekade lalu, ada beberapa kontroversi yang terjadi dalam dunia akademik mengenai apakah obat itu yang mungkin meningkatkan resiko demensia, atau penderita demensia yang lebih mungkin mengkonsumsi obat anti-cemas. Kini, mulai jelas bahwa obat-obatan itu yang memang meningkatkan resiko," ungkap Prof Malaz. (*)

Sumber: ABC