Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Pembangunan Masjid Jamiatul Aula Bintan

Tiga Kali Mangkir, Sekda Bintan Terancam Dipanggil Paksa Pengadilan Tipikor
Oleh : Charles Sitompul
Sabtu | 20-09-2014 | 13:49 WIB
lamidi.jpg Honda-Batam
Lamidi, Sekda Bintan yang terancam dipanggil paksa Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Sekretaris Daerah (Sekda) Bintan Lamidi, Terancam dipanggil paksa oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang. Pasalnya, selama tiga kali diminta hadir di Pengadilan untuk diperiksa sebagai saksi, Lamidi tetap mangkir, dengan alasan kesibukannya sebagai sekretaris daerah. 

"Sudah tiga kali dipanggil, yang bersangkutan (Lamidi-red) mangkir dan tidak memenuhi panggilan Pengadilan melalui Jaksa Penuntut Umum, alasannya masih sibuk;" kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjungpinang, Maruhum, Sabtu (20/9/2014). 

Maruhum juga mengatakan, jika yang bersangkutan tidak mau hadir, maka Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, mengancam akan menghadirkan Lamidi secara paksa.

Karena menurut Hakim, selain tidak menghormati peradilan, Lamidi juga dapat dijerat dengan UU Tipikor, karena menghalang-halangi proses peradilan kasus korupsi. 

"Kami tinggal menunggu surat perintah dan penetapan dari Majelis. Kalau harus dihadirkan secara paksa, maka kami dari Kejaksaan akan menyeret yang bersangkutan untuk hadir dan memberikan keterangan dalam Korupsi dana Hibah Pembangunan Masjid Jamiatul Aula di Kecamatan Teluk Sebong, Bintan," tegas Maruhum. 

Mantan Camat Romlah Dituntut Bertanggungjawab Sebagai Pembina Yayasan Al-Ansar 
Sementara itu, dalam sidang lanjutan Korupsi Dana Hibah Pembangunan Masjid Jamiatu Aula Teluk Sebung-Bintan, Majelis Hakim yang diketuai R Aji Suryo menyatakan mantan Camat Teluk Sebong, Romlah dinyatakan turut bertanggungjawab dalam korupsi dua tersangka Yusrizal Efendi dan Zainal Arifin, dalam korupsi dana hibah pembangunan Masjid Jamiatul Aula, di bawah Yayasan Al-Ansar, binaannya.

"Sebagai pembina dan pendiri, Anda seharusnya bertangungjawab dengan pelaksanaan pembangunan dan penerimaan dana hibah ini," kata Aji Suryo.

Romlah dihadirkan sebagai saksi, dengan posisi sebagai pembina dan pendiri Yayasan Al-Ansar, penerima dana hibah pembangunan Masjid Jamiatul Aula pada tahun 2001, 2012 dan 2013. 

Kepada Majelis Hakim, Romlah Beralasan, jika selama pembangunan pihaknya tidak ikut campur. Pelaksanaan kegiatan, demikian juga laporan pertanggungjawaban, yang semuanya diurus dan dikendalikan oleh Yusrizal Efendi selaku Ketua Yayasan serta Zainal Arifin selaku Bendahara. 

Dalam sidang lanjutan pekan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Demianus Ekhart Phalevia SH, kembali menghadirkan,5 saksi, yang merupakan pekerja dan tukang bangunan masjid tersebut. Dalam keteranganya sejumlah saksi mengatakan, jika pihaknya tidak tahu dan mengerti dengan penggunaan dana hibah yang diterima. 

"Kami sebagai pekerja, hanya menerima upah sesuai dengan pekerjaan yang kami lakukan, dan yang memberikan upah setiap minggu adalah Zainal," ujar Jamaludin, salah seorang saksi. 

Sebelumnya, dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Jamiatul Aulia Teluk Sebong Bintan awalnya dilaporkan oleh warga Desa Sebong Lagoi pada Juni 2013 lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang memakan waktu satu tahun, didapati kerugian negara mencapai Rp147 juta sesuai dengan audit BPK.

Adapun modus operandi yang dilakukan oleh kedua tersangka adalah dengan cara membuat laporan fiktif dan memalsukan sejumlah data. Seperti pada 2011, anggaran renovasi Masjid Jamiatul Aula yang diterima melalui Yayasan Al Ansar sebesar Rp200 juta. Selanjutnya pada 2012 yayasan yang dipimpin oleh tersangka kembali mendapat anggaran hibah dari Pemkab Bintan sebesar Rp430 juta, selanjutnya pada 2013 kembali menerima dana hibah sebesar Rp640 juta.

Pada saat dilaporkan sejumlah warga, anggaran itu baru dicairkan sekitar 70 persen dan baru digunakan sebesar Rp82 juta. Dalam membuat laporan pertanggjawaban (LPj), tersangka membuat laporan piktif dengan cara membuat laporan palsu, stempel toko bangunan palsu yang digunakan untuk membuat kuitansi pembayaran.

Atas perbuatan tersangka dan berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPKP cabang Kepri, disimpulkkan kerugian negara atas perbuatan tersangka mencapai Rp147 juta. Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2, ayat (3), (9), juncto pasal 13 dan pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.

Editor: Dodo