Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kejati Kepri Sita Rp1,5 Miliar dari Tersangka Korupsi Faspel Tanjungberakit Bintan
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 17-09-2014 | 17:37 WIB
IMG_20140917_160015.jpg Honda-Batam
Uang senilai Rp1,5 miliar yang disita dari tersangka kontraktor korupsi pembangunan fasilitas pelabuhan Tanjungberakit, Bintan. (Foto: Charles Sitompul/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau berhasil menyita kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar dari Binsar Simanjuntak, Direktur PT Siman Eranesia Ardes Plan, yang merupakan tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan fasilitas Pelabuhan Internasional Tanjungberakit, Kabupaten Bintan, Rabu (17/9/2014).

Kerugian negara tersebut disetorkan melalui bank BRI yang dilakukan tersangka Binsar Simajuntak dengan didampingi kuasa hukumnya, Agus Sutanto SH, di Kejaksaan Tinggi Kepri.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepri, Yulianto SH, didampingi Kepala Seksi Penyelidik, Penyidikan dan Penuntutan, M Fadeli SH, Novianto, dan Setiawan SH, mengatakan, pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Kepri bukan hanya semata-mata menghukum pelaku, tetapi juga dilakukan upaya pengembalian kerugian negara atau (asset reset).

"Saat ini, pengembalian kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar dari tindak pidana korupsi proyek pembangunan fasilitas Pelabuhan (Faspel) Tanjungberakit Bintan, kembali kita lakukan dari tersangka Binsar Simajuntak, selaku kontraktor dan Direktur PT Siman Eranesia Ardes Plan, dan saat ini juga kita setor dan titipan ke BRI sebagai barang sitaan yang kita titipkan," jelas Yulianto.

Pelaksanaan penyitaan dan pengembalian kerugian negara ini, tambahnya, merupakan kerja keras dari tim penyidik dan intel kejaksaan dalam melacak aset serta harta kekayaan tersangka, serta kerja sama dan sikap kooperatif dari tersangka sendiri dalam penyidikan.

Yulianto menambahkan, proses penyidikan dua tersangka, masing-masing Binsar Simajuntak selaku kontraktor, dan Firmansyah M Sani selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), saat ini tinggal melakukan penuntutan yang akan dilimpahkan ke PN Tipikor Tanjungpinang.

"Dari total audit konstruksi yang dilakukan tim ahli, nilai kerugian negara dari proyek fasilitas Pelabuhan Internasional Tanjungberakit senilai yang dikembalikan. Namun demikian, untuk pelaksanaan penghitungan nilai riil kerugian negara hingga saat ini masih dalam perhitungan BPK perwakilan Provinsi Kepri. Jika nanti ada kekurangan dari kerugian negara ini, maka hal itu juga akan menjadi tanggung jawab kedua tersangka sesuai dengan peranan masing-masing," ujar Yulianto.

"Selain itu, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru jika melihat dari fakta dan data perkembangan penyidikan serta penuntutan sidangnya di PN Tipikor Tanjungpinang," ujarnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dua tersangka Faspel Pelabuhan Tanjungberakit, Bintan, ini, dijebloskan Kejati Kepri ke penjara beberapa waktu lalu. Pelaksanaan penahanan terhadap kedua tersangka dilakukan kejaksaan setelah dua alat bukti dinyatakan cukup dari proses penyelidikan dan penyidikan yang sudah dilakukan.

Proyek Faspel Pelabuhaan Internasional Tanjung Brakit sendiri, dilaksanakan pada 2010 dan 2011 pemerintah pusat melalui Satker Fasilitas Pelabuhaan Laut, khusus Pulau Terluar Kementeriaan Perhubungan, telah menganggarkan Rp16 miliar pada 2010, dan Rp6,5 miliar pada 2011 untuk pelaksanaan fasilitas pembangunan pelabuhan laut di Tanjungberakit, Bintan.

Namun kenyataanya, kendati pelaksanaan Pekerjaan sudah selesai, tetapi PPK dan Kontraktor pelaksana, masih tetap melaksankan pekerjaan, dengan membuat Adendum diluar dari aturan yang berlaku, Kepres 80/2004 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Instansi Pemerintah.

Modus operandi korupsi pekerjaan proyek Faspel Pelabuhaan, dilakukan dengan cara memanipulasi spek dan rencana anggaran biaya (RAB) kegiatan proyek. Selain itu, PPK dan kontraktor juga melakukan unsur melawan hukum atas adendum yang dilakukan pada 7 item kegiatan pekerjaan pada kegiatan proyek, hingga merugikan keuangan negara. (*)

Editor: Roelan