Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Apresiasi Kinerja Mabes Polri Ungkap Kasus BBM di Kepri

Komisi III DPR Minta Polri Berani Tindak Tegas Bawahan yang Terlibat Kasus Abob
Oleh : Surya
Kamis | 11-09-2014 | 11:27 WIB
Martin Hutabarat.jpg Honda-Batam
Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat

BATAMTODAY.COM, Jakarta -  Anggota Komisi III DPR dari Partai Gerindra , Martin Hutabarat, mengapresiasi kinerja Mabes Polri dalam mengungkap kasus pencurian BBM milik Pertamina dan penjualan BBM tersebut di pasar gelap jaringan kelompok Ahmad Mahbob alias Abob, pengusaha BBM asal Batam, Kepulauan Riau (Kepri).


"Pencurian dan penyeludupan BBM adalah kejahatan luar biasa yang mengakibatkan penerimaan keuangan negara hilang. Saya kira apa yang dilakukan Mabes Polri patut diapresiasi, begitu cepat bergerak yang selama ini tidak terkontrol aparat di sana," kata Martin di Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Menurut Martin, penegakan hukum di Kepri harus ditingkatkan karena pencurian dan penyeludupan BBM di wilayah Kepri sudah menjadi rahasia umum. Karena itu, Komisi III berharap agar penegakan hukum tersebut tidak berhenti pada penetapan lima tersangka.

"Kalau ada aparatnya di sana terlibat, ya harus ditindak tegas. Jangan dibiarkan, yang lain ditindak, tapi aparatnya yang terlibat tidak ditindak. Semua harus ditindak karena sudah mengakibatkan pembocoran keuangan negara," katanya.

Seperti diketahui, Bareskim Mabes Polri menetapkan lima tersangka kasus pencurian dan penyeludupan BBM di Tanjunguban, Kepulauan Riau. Kelima tersangka tersebut adalah Ahmad Mahbub (AM), Niwen Khairiyah (NK), Yusri (Ys),  Du Nun dan AA.

Ahmad Mahbub alias Abob adalah kakak Niwen Khairiyah (38), PNS Pemko Batam pemilik rekening gendut senilai Rp 1,3 triliun, yang diduga milik AM yang dititipkan ke Niwen untuk mengelabui tindak pidana pencucian uang.

Praktik usaha pencurian dan penyelundupan BBM yang dilakukan tersangka sudah dilakukan sejak 2008-2013 hingga saai ini, berdasarkan hasil penelurusan dan investigasi Mabes Polri.  BBM tersebut kemudian dijual ke pasar gelap di tengah laut dengan harga dibawah ketentuan, yakni bensin Rp 3.500 Rp dan solar Rp 4.500. 

BBM jenis premium dan solar yang dijual adalah BBM dari Pertamina Dumai.  Untuk melancar aksinya, AM lantas melibatkan Yusri selaku pegawai Pertamina Region I Tanjung Uban, serta dan pegawai harian lepas (PHL) TNI AL bernama Du Nun.

Modusnya, Yusri yang juga pengawas senior Pertamina untuk Dumai, Siak, Pekanbaru, Batam  dan Kepulauan Riau, kemudian memberi informasi ke Du Nun tentang adanya kapal pengangkut BBM Pertamina.

Di tengah laut, kapal pengangkut BBM itu kemudian dihentikan. Dun Nun lalu, menghubungi AM selaku pemilik kapal untuk  merapatkan kapalnya dan segera melakukan pemindahan BBM di tengah laut. Pertamina sendiri telah melebihkan 0,3 persen dari total angkutan, misalnya berisikan 100 ton, maka dilebihkan sebanyak 120-130 ton.

Namun, kapal Pertamina tersebut ternyata memuat lebih dari sekedar pesanan karena ada tambahan anggaran. Selanjutnya, BBM itu dibawa ke laut bebas untuk dijual di pasar gelap. Pembelinya berasal dari berbagai negara, bisa orang Indonesia, Singapura, Malaysia dan lain-lain. 

Uang hasil penjualan itu, dibawa masuk ke Indonesia dari Indonesia tanpa melalui transaksi perbankan, yang kemudian disetorkan ke rekening adiknya Niwen, seorang PNS di Pemko  Batam

Dari Singapura dibawa secara manual, bentuk dolar Singapura pecahan seribu. Berangsur masuk ke Batam, diterima NK , PNS Kota Batam. Selanjutnya, oleh NK uang tersebut ditampung di rekening  miliknya di Bank Mandiri. 

Kemudian uang tersebut didistribusikan dan diberikan kepada beberapa orang yang dianggap berjasa dalam penyeludupan BBM ini, seperti Dun Nun mendapatkan Rp 74 miliar, Yusri mendapat Rp 1 miliar.

Sejumlah barang bukti yang ikut disita dalam kasus itu antara lain enam unit mobil, alat berat, serta satu unit kapal tanker seberat 200 ton.  Kasusnya saat ini masih terus dikembangkan karena para tersangka masih banyak memiliki bangunan, tanah, uang tunai dan asset-asset lainnya di Batam.

Mabes Polri terus berkoordinasi dengan PPATK dan perbankan untuk mengungkap kasus ini, yang berawal dari laporan PPATK ke Polri, yang mencurigai adanya transaksi mencurigakan yang melibatkan rekening milik oknum PNS di Batam sebesar Rp 1,3 triliun. 

Editor: Surya