Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jadi Tersangka, Mabes Polri Belum Tahan Ahmad Mahbub
Oleh : Surya
Kamis | 04-09-2014 | 12:59 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Bareskim Mabes Polri akhirnya menetapkan Ahmad Mahbub (AM) sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan BBM di Kepulauan Riau, setelah sebelumnya dilakukan pencekalan. Namun, yang bersangkutan belum dilakukan penahanan seperti 4 tersangka lain yang sudah mendekam di sel tahanan Mabes Polri.

Ahmad Mahbub alias Abob adalah kakak Niwen Khairiyah (38), PNS Pemko Batam pemilik rekening gendut senilai Rp 1,3 triliun, yang diduga milik AM yang dititipkan ke Niwen untuk mengelabui tindak pidana pencucian uang. 
 
"Penyidik menetapkan satu lagi tersangka AM, pengusaha asal Kepulauan Riau dalam kasus BBM yang sedang kita tangani," kata Rohmat Sunanto, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskim Mabes Polri di Jakarta, Kamis (4/9/2014).

Rohmat mengungkapkan, praktik usaha penyelundupan BBM yang dilakukan tersangka sudah dilakukan sejak 2010 hingga saai ini, berdasarkan hasil penelurusan dan investigasi Mabes Polri.  

"AM telah menjalankan bisnisnya dengan menggunakan empat kapal yang disewa Pertamina.  Kemudian BBM itu dijual ke pasar gelap di tengah laut dengan harga di bawah ketentuan. Bensin Rp 3.500 Rp dan solar Rp 4.500. Praktik ini dilakukan 2008-2013," katanya.

Rohmat menegaskan, BBM jenis premium dan solar yang dijual adalah BBM dari Pertamina Dumai.  Untuk melancar aksinya, AM lantas melibatkan Yusri selaku pegawai Pertamina Region I Tanjung Uban, serta dan pegawai harian lepas (PHL) TNI AL bernama Du Nun.

Modusnya, kata Rohmat, Yusri yang juga pengawas senior Pertamina untuk Dumai, Siak, Pekanbaru, Batam  dan Kepulauan Riau, kemudian memberi informasi ke Du Nun tentang adanya kapal pengangkut BBM Pertamina. 

Di tengah laut, kapal pengangkut BBM itu kemudian dihentikan. Dun Nun lalu,  menghubungi AM selaku pemilik kapal untuk  merapatkan kapalnya dan segera melakukan pemindahan BBM di tengah laut.
  
"Agar volume yang hilang tidak dipersoalkan, Pertamina kemudian memberi kelonggaran tentang minyak yang dianggap hilang karena risiko menuangkan BBM dari kilang ke kapal. Besarannya hingga 0,3 persen dari total angkutan," ungkapnya.

Misalkan muatan kapal BBM Pertamina berisikan 100 ton, maka dilebihkan sebanyak 120-130 ton. Namun, kapal Pertamina tersebut ternyata memuat lebih dari sekedar pesanan karena ada tambahan anggaran."Sudah diberikan margin 0,3 persen ditambah juga muatan lebih. Itu juga yang dijual kapal di tengah laut, milik AM, KM Lautan I," katanya.  

Selanjutnya, BBM itu dibawa ke laut bebas untuk dijual di pasar gelap. Pembelinya berasal dari berbagai negara, bisa orang Indonesia, Singapura, Malaysia dan lain-lain.  Uang hasil penjualan itu, dibawa masuk ke Indonesia dari Indonesia tanpa melalui transaksi perbankan, yang kemudian disetorkan ke rekening adiknya Niwen, seorang PNS di Pemko  Batam

"Dari Singapura dibawa secara manual, bentuk dolar Singapura pecahan seribu. Berangsur masuk ke Batam, diterima NW (Niwen Khairiyah) , PNS Kota Batam. Dia menampung hasil penjualan yang diduga ilegal oleh AM di pasar gelap. Ditampung di rekening NK di Bank Mandiri," katanya. 
 
Kemudian uang tersebut didistribusikan dan diberikan kepada beberapa orang yang dianggap berjasa dalam penyeludupan BBM ini, seperti Dun Nun mendapatkan Rp 74 miliar, Yusri mendapat Rp 1 miliar.

Sejumlah barang bukti yang ikut disita dalam kasus itu antara lain enam unit mobil, alat berat, serta satu unit kapal tanker seberat 200 ton.

"Ini akan berkembang lagi, baik itu bangunan tanah, uang tunai, nanti kami akan minta bantuan PPATK dan perbankan. Para tersangka banyak memiliki aset di Batam," katanya.

Seperti diketahui, kasus itu berawal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Kekuangan (PPATK) ke Polri. Kepala PPATK, M Yusuf mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan adanya transaksi mencurigakan yang melibatkan rekening milik oknum PNS di Batam.

Yusuf mengungkapkan, nilai transaksinya dalam kurun waktu lima tahun mencapai Rp 1,3 triliun. Menurutnya, transaksi di rekening itu diduga terkait bisnis ilegal seperti penyelundupan bahan bakar minyak dan penyelundupan manusia di daerah perbatasan.

Sementara itu, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan menegaskan, belum mau memecat Niwen sebagai PNS di Pemko Batam, karena belum ada keputusan hukum tetap (inkracth) meski telah dijadikan tersangka dan ditahan Bareskim Mabes Polri. 

"Untuk sementara ini tidak diberhentikan sebagai PNS. Kecuali nanti sudah ada keputusan yang tetap, kami akan melihat perkembangannya," kata Wali Kota Batam Ahmad Dahlan di Batam, Minggu (31/9/2014).

Wali Kota meminta semua pihak untuk bersabar dan percaya pada proses hukum Niwen. Pemerintah Kota juga sedang mempertimbangkan untuk memberikan bantuan hukum kepada Niwen  apabila diperlukan. "Kami serahkan pada aparat hukum. Kalau memang diperlukan (bantuan penasehat hukum-red), iya kami berikan," katanya. 

Selain Ahmah Mahbub dan Niwen Khairiyah, Bareskim juga menetapkan tiga tersangka lain, yakni Yusri (55), dia merupakan seorang karyawan Pertamina Region I Tanjung Uban. Kemudian Du Nun alias Aguan atau Anun (40) PHL TNI AL sekaligus bekerja sebagai kontraktor yang bertempat tinggal di Bengkalis. Tersangka selanjutnya bernama Aripin Ahmad (33) PHL TNI AL yang bertempat tinggal di Dumai.

Editor: Surya