Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perilaku Korup Pejabat Dorong Kesemrawutan Wajah Kota Batam
Oleh : Romi Chandra
Kamis | 21-08-2014 | 17:44 WIB
asim_tuban.jpg Honda-Batam
Asim Tuban, pendiri Persatuan Rantau Anak Lintas Negeri (Perlan).

BATAMTODAY.COM, Batam - Sebagai kota berkembang dan menjadi pusat industri, wajah Kota Batam kini diselimuti kesemrawutan. Banyak lahan-lahan kosong yang tidak dibangun. Namun, lahan yang seharusnya menjadi kawasan buffer zone serta ROW (right of way) jalan dikuasai dan diperjualbelikan oleh pengembang.

Asim Tuban, salah satu aktivis antikorupsi serta tokoh agama di Batam, menilai kondisi tersebut muncul akibat tidak maksimalnya kinerja pemerintah, baik Pemko Batam maupun BP Batam, dan diperparah dengan perilaku korup oknum pejabatnya. Segala cara dilakukan demi mewujudkan ambisi pribadi.

"Kondisi demikian sudah sangat ekstrem. Jika mereka tidak masuk nominasi, malah membuat gugatan. Tapi kalau masuk, janji yang diucapkan tinggal janji. Semua seakan tidak tahu dan lupa dengan iming-iming yang diberikan untuk masyarakat. Jika sudah menjabat, lahan yang seharusnya tidak diperjualbelikan, malah diperdagangkan," kata Asim Tuban, Kamis (21/8/2014).

Sebagai contoh bentuk keserakahan mereka yang merasa memiliki kekuasaan, kata Asim, ia kembali menyoroti terpilihnya Nur Syafriadi menjadi salah satu Deputi di BP Batam. Seorang politisi yang seharusnya tidak bisa menjabat di BP Batam, malah mendapat jabatan empuk.

"Dari mana rumusnya seorang praktisi politik bisa menjabat di BP Batam? Tentu ada kongkalikong dan permainan di dalamnya. Memang sekarang dia tidak menjabat lagi di DPRD Kepri, tapi pelantikan sebagai deputi ketika ia masih menjabat sebagai wakil rakyat," ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, Nur juga menjabat sebagai Ketua KONI Provinsi Kepri. "Apakah tidak ada lagi pejabat lain yang bisa? Jangan terlalu serakah. Bagaiman ia bisa fokus dengan pekerjaan, sementara pikiran bercabang?" tukas Asim.

Tidak hanya itu, ia juga menyoroti janji Wali Kota Batam ingin menarik izin IMB di ROW jalan di kawasan Penuin tertanggal 25 Juli lalu, yang hingga kini tidak terealisasi. Ia menyayangkan sikap wali kota yang cuma berjanji dan tidak menepati.

"Semua orang bisa berjanji. Apalagi sebagai pemimpin, janji itu mudah diucapkan, tapi tidak ditepati. Kan janji tidak bayar. Dari sebelum menjabat hingga menjabat, kan selalu janji dan janji saja," sindirnya.

Dikatakan pendiri Persatuan Rantau Anak Lintas Negeri (Perlan) ini, kondisi seperti yang disebutkan di atas tidak tertutup kemungkinan banyaknya terjadi korupsi dimana-mana.

Dia mengaku mengantongi data bahwa Kepri masuk lima besar daerah terkorup di Indonesia, karena banyak oknum pemerintahan yang 'bermain', terutama di Batam.
"Saya sudah menghimpun data dari berbagai sumber yang dijamin akurat. Kepri termasuk daerah terkorup kelima di Indonesia. Terutama Batam yang dipenuhi oleh oknum-oknum pejabat memanfaatkan jabatan untuk memenuhi kantong sendiri," kata Asim lagi.

Sebagai salah satu contoh bentuk permainan dan korupsi adalah pembangunan di Batam, seperti pembangunan ruko dan hotel di kawasan buffer zone atau ruang hijau terbuka di Blok 6 Nagoya, yang seharusnya dibongkar.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimanapun itu harus dibongkar, karena menyalahi aturan. Jelas ini ada unsur kepentingan pribadi, apalagi disewakan atau diperjualbelikan, karena fasilitas umum. Ini salah satu bentuk korupsinya oknum di pemerintahan. Izin dikeluarkan pemerintah, dan lahan dikelola BP Batam," tambahnya.

Ia juga akan melaporkan semua kejanggalan yang ia temui di lapangan tentang kinerja BP Batam dan Pemko Batam ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Para oknum-oknum pejabat di Batam sudah layak dijerat UU Tipikor. Saya akan melaporkan ke KPK dalam waktu dekat ini," tambah Asim.

Bahkan tanpa sungkan-sungkan ia langsung menyebut nama-nama pejabat yang akan ia laporkan ke KPK, karena dinilai telah banyak melakukan permainan terkait lahan yang ada di Batam.

"Mereka sudah sepantasnya diperiksa KPK. Banyak lahan tidur yang tidak dibangun, dan malah lahan buffer zone yang seharuanya digunakan untuk fasilitas umum diperjualbelikan atau disewakan. Lahan tidur dibiarkan begitu saja, tentu mereka menunggu ada pembeli yang bisa memberikan fee lebih besar. Ini patut kita pertanyakan," pungkasnya.

Editor: Dodo