Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inpres Dinilai Manipulatif dan Tidak Memadai

Inpres Moratorium Hutan Diteken SBY, Berlaku Hanya 2 Tahun
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 20-05-2011 | 18:27 WIB
hutan3.gif Honda-Batam

Ilustrasi kerusakan hutan.

Batam, batamtoya - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, dan berlaku efektif mulai hari ini Jumat 2011.

SK ini berlaku untuk waktu dua tahun, demikian seperti dikutop dari situs resmi Presiden SBY, sesuai skema pengurangan emisi gas rumah kaca yang dilakukan melalui program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD).
 
Program tersebut disepakati pemerintah dengan pemerintah Norwegia di Oslo, Mei tahun lalu melalui sebuah penandatanganan Letter of Inten (LoI) dengan kompensasi 1 miliar dollar. Pendandatanganan dilakukan Presiden Yudhoyono bersama Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenbergl

Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, terlambatnya penandatanganan ini karena begitu banyaknya masukan yang diterima Presiden.
 
Dengan keluarnya Inpres ini, kata Dipo Alam, maka seluruh jajaran pemerintah dari pusat hingga daerah dilarang menerbitkan izin pemanfaatan hutan termasuk untuk perkebunan dan pertambangan di hutan primer dan lahan gambut.

Namun demikian, Inpres ini juga memasukkan beberapa pengecualian penundaan, yaitu untuk permohonan yang sudah mendapatkan izin prinsip dari Menhut, pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan atau penggunaan kawasan hutan yang sudah memiliki izin, dan restorasi ekosistem.
 
Adapun luas hutan primer Indonesia mencapai 64,02 juta hektar, sedangkan lahan gambut mencapai 24,5 juta hektar, yang separuhnya sudah sekunder alias rusak.

Staf Khusus Presiden bidang Lingkungan, Agus Purnomo, mengatakan Pemerintah yakin larangan izin ini tak akan mengganggu industri kelapa sawit karena Indonesia masih memiliki 36 juta hektar hutan yang telah rusak dan bisa dimanfaatkan secara ekonomi.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam menjelaskan, pelaksanaan Inpres tersebut akan diawasi Kepolisian, Kejaksaan dan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Kepala daerah yang terbukti melanggar akan diberikan sanksi tegas.
 
Adapun lembaga yang menjadi cakupan Inpres tersebut adalah Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, UK4, Badan Pertanahan Nasional, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Satgas REDD plus serta para gubernur, bupati dan walikota.

Sementara itu, Muhammad Teguh Surya, Kadep. Hubungan Internasional dan Keadilan Iklim, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), kepada batamtoday mengatakan, Inpres Moratorium tersebut manipulatif dan pro perusakan hutan.

Selain dinilai manipulatif dan pro perusakan hutan, Inpres ini pun dinilai tidak memadai, selain bersifat perintah dan berlaku internal, juga bersifat individual, konkrit dan final.

Seharusnya menurut Teguh, soal moratorium ini diatur oleh UU atau setidak-tidaknya oleh Peraturan Presiden (Perpres), sehingga mempunyai kewenang mengatur dan berlaku umum.

"Inpres itu manipulatif, pro perusakan hutan, dan tidak memadai," tegasnya.