Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sebelum Amandemen UUD 1945, KY Tetap Tak Bisa Awasi Hakim MK
Oleh : Surya
Rabu | 16-10-2013 | 16:35 WIB
margrito kamis.jpg Honda-Batam
Margarito Kamis. (Foto: rimanews)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) tetap tidak akan bisa melakukan pengawasan terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK), meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), selama belum ada amandemen UUD 1945.


Sebab, pengawasan itu sendiri sudah dibatalkan oleh MK dan MK menilai pengawasan KY itu inkonstitusional.

"Pasal 24 B dan 24 C tidak berubah dan sudah tegas menjelaskan bahwa MK bukan merupakan bagian dari obyek KY. Memang MK perlu diawasi, tapi secara konstitusi bukan oleh KY, agar tak menciptakan kesuraman konstitusi," tandas pakar hukum tata negara Margarito Kamis dalam diskusi 'Konflik antar Lembaga Nnegara' bersama anggota DPD RI Insiawati Ayus di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (16/10).

Menurut Margarito, konstitusi di manapun akan bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga negara. Hanya saja dalam menjalankan fungsinya tersebut akan selalu terjadi relasi formal dan relasi politik.

"Kalau relasi legal konstitusi bersifat instruktif-imperatif, tak bisa menjalankan perintah dan kewenangannya selain yang ditugaskan konstitusi," katanya.

Sedangkan dalam relasi politik lanjut Margarito, maka menjalankan konstitusi itu akan tergantung pada pengaruh, kekuasaan, dan keterampilan politik lainnya. Dalam konteks itu, maka tidak bicara norma, dan etika politik. Seperti halnya, Presiden SBY tak mengundang hakim MK dalam skandal suap Ketua MK Akil Mochtar beberapa waktu lalu itu.


"Padahal, MK yang bermasalah itu secara etik mestinya ikut diundang, dan yang bermasalah pun perorangan, dan bukannya lembaga MK. Sementara DPR yang banyak masalah ikut diundang," tambahnya.

Dengan demikian lanjut Margarito, ke depan bangsa ini akan selalu menghadapi carut-marutnya konflik antar lembaga tinggi negara, jika elit dan pimpinannya tidak memperhatikan etika dalam berbangsa dan bernegara.

"Panggung konstitusi ini akan elok, kalau diwarnai dengan dimensi etika, dan bukan saja menjalankannya secara formal-prosedural," pungkasnya.

Editor: Surya