Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

YLKB: Disperindag Harus Evaluasi Ulang Perizinan Distributor Elpiji
Oleh : Hendra Zaimi
Sabtu | 23-04-2011 | 15:23 WIB

Batam, batamtoday - Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Batam, Asron Lubis mengatakan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Kota Batam harus mengevaluasi ulang  perizinan elpiji yang diberikan kepada distributor (Sub agen) di Batam.

"Disperindag harus mengevaluasi ulang perizinan distributor elpiji di Batam," kata Asron kepada wartawan di kantornya, Sabtu, 23 April 2011.

Asron menambahkan, evaluasi yang harus dilakukan Disperindag adalah dari segi tabung yang digunakan, gudang penyimpanan penampungan dan izin prinsip (HO) yang diberikan kepada distributor (Sub agen) agar kasus pengoplosan tidak terjadi kedepannya.

Menurut Asron dengan adanya evaluasi terhadap perizinan ini, Disperindag dapat mendata ulang berapa distributor yang terdaftar di data mereka sehingga penyelewengan (pengoplosan) dapat terpantau dengan baik oleh Disperindag.

Selain itu, lanjut Asron, Disperindag dan Pertamina bisa menyarankan kepada distributor untuk mencantumkan etiket label untuk isi dari tabung elpiji secara permanen pada tabung.

"Bila perlu itu dipatenkan, dengan begitu kita bisa mengetahu distributor mana yang bermain," terangnya.

Namun semua itu perlu juga dibantu dengan kesadaran masyarakat (Konsumen) sendiri , konsumen di Batam masih dinilai lemah  karena terlalu memilih barang yang murah dibanding dengan manfaat dan keamanan barang.

"Buktinya konsumen masih lebih memilih tabung elpiji eks Singapura di banding tabung elpiji Pertamina karena harga lebih murah. Padahal isi tabung eks Singapura ini tidak terjamin dari segi isi dan keamanan tabung. Kesadaran konsumen inilah yang membuat bisnis ini sedikit susah untuk dihilangkan," lanjut Asron.

Mengenai proses hukum yang saat ini sedang ditangi pihak kepolisian, polisi seharusnya dapat menjerat pelaku dan menetapkan tersangka karena telah melanggar UU no 8 tentang perlindungan konsumen, pelaku usaha dapat dikenakan pasal 62 UU yang sama dengan ancaman dua tahun penjara dan denda maksimal Rp2 milyar.

"Selain itu pelaku bisa juga dikenakan pasal 378 KUHP tentang penipuan," pungkasnya.