Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sri Menjerit Histeris Lihat Rifka Terbujur Kaku

Kak, Bangun, Jangan Tinggalkan Mama...
Oleh : Ali
Rabu | 20-04-2011 | 21:05 WIB
Korban-Banjir.gif Honda-Batam

Korban Banjir - Jenazah Rifka Anita Duha, siswi SDN 06 Batam saat disemayamkan di rumahnya. Korban meninggal setelah terperosok dalam kubangan banjir di depan SMP Negeri 28 Batam pada Rabu, 20 April 2011. (foto: Ali)

Batam, Batamtoday - Kak, bangun, kak, kenapa kamu tinggalkan mama. Kak...biasanya kamu langsung pulang ke rumah. Kak,..suara tangis Sri terdengar pilu dan menyayat hati di hadapan jenasah putrinya, Rifka Anita Duha (15), yang biasa disapanya dengan sapaan: kakak.

Seperti diberitakan batamtoday, Rifka Anita Duha, tenggelam di sebuah kubangan air di lokasi SMPN 28 di kawasan Taman Raya, Batam Centre, yang memang sudah menjadi langganan banjir saat turun hujan. Siswa Kelas 6 SDN 06 Taman Raya itu, tewas karena kubangan air cukup dalam, dan dia tidak bisa berenang.

Rifka, saat itu bersama-sama dengan teman-temanya, sepulang mengikuti UAS (ujian akhir semester), berniat bermain ke rumah salah seorang teman mereka, Rufia, di perumahan Botania Raya. Bermaksud memperpendek jarak, Rifka bersama teman-temanya, Siti, Rianda, Palma, Dufa dan Rufia, memotong jalan, dan harus melintasi SMPN 28 yang sudah berubah menjadi kubangan air.

Kamu, jangan tinggalkan mama, kak...mama gak sanggup kamu tinggal..bangun sayang...bangun...
Suara Sri begitu menyayat hati membuat para guru dan teman-teman Rifka, juga para tetangga yang datang melayat meneteskan airmata karena tidak tahan melihat kepedihan sang ibu di hadapan mereka, yang secara tiba-tiba saja ditinggal pergi oleh buah hatinya tersebut.

Sabar, bu, sabar,...istighfar...istighfar...ingat..sama Allah...ini sudah menjadi takdir...

Demikian para pelayat bergantian mengingatkan Sri yang nampaknya semakin histeris karena tidak terima atas kematian anak tersayang tersebut secara tragis. Tragis, mati di dalam sebuah kubangan di tengah kota, yang masuk dalam wilayah yang disebut, Batam Centre. Sekali lagi, Batam Centre.

Rifka, kata teman-temannya, pada saat kejadian, kakinya kotor terkena lumpur banjir, dan dia bermaksud membersihkanya. Lalu dia mengangkat salah satu kakinya. Namun, karena licin, Rifka terpeleset dan tubuhnya langsung tumbang dan jatuh ke dalam air. Pada saat itu Rifka menjerit minta tolong, namun karena air berupa kubangan, dan teman-temanya tidak berani terjun ke kubangan air, maka teman-temanya itu memanggil guru untuk memberikan pertolongan. Namun, upaya pertolongan sangat terlambat.

Sangat terlambat, karena ketika diangkat, oleh seorang penjala ikan di lokasi kejadian, dan dibawa ke klinik Alam Sehat, dokter mengatakan, Rifka tidak tertolong, meninggal dunia karena hidungnya banyak tersumbat oleh lumpur banjir.

Di rumah duka, di Perumah Pesona Arsi blok A10 No 4, Sri nampaknya mereda tangisnya, dan mulai sadar, seperti nasihat keluarga dan para tetangganya bahwa ini adalah takdir Ilahi. Namun ia kembali larut dalam kepedihan, ketika anak lelakinya baru kembali ke rumah karena ditelepon yang mengabarkan bahwa adiknya, Rifka, meninggal dunia.

Sang kakak, menangis meledak, histeris, dia marah dan tidak terima kenyataan yang ada di depannya, adik kesayangan yang biasa menjadi kawan bercanda sehari-hari, kini telah terbujur kaku.

Sang kakak, memukul-mukul lantai dengan tinjunya, marah,tetapi entah marah kepada siapa? Apakah dia marah kepada kubangan air itu, marah terhadap hujan yang turun deras, atau marah terhadap Pemkot Batam yang tidak juga membenahi drainase di lokasi kejadian walau sudah dilaporkan pihak SMPN 28 selama bertahun-tahun.

Kalaupun sesudah kejadian ini, Pemkot memperbaiki drainase dan selokan di sekitar SMPN 28, apa artinya semua itu buat Sri dan keluarganya, karena biar bagaimanapun Rifka tidak akan hidup lagi.

Rifka, gadis belia itu telah jadi tumbal, yaa tumbal, atas kebebalaan dan ketidakbecusan birokrat Pemkot Kota Batam dalam mengurusi kota ini.