Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengadilan Diminta Hentikan Ujian Nasional
Oleh : Tunggul Naibaho
Selasa | 19-04-2011 | 19:16 WIB
un.jpg Honda-Batam

Para siswi terlihat tegang saat akan menghadapi ujian nasional. Para siswa  berada dalam tekanan psikilogis yang berat. (Foto:Ist).

Batam, batamtoday - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diminta segera menghentikan kegiatan ujian nasional (UN), karena selain telah dimintakan Mahkamah Agung (MA) dalam putusanya  Nomor 228/Pdt G/2006/PN JKT PST, juga dinilai telah mengucilkan peran guru dalam proses belajar mengajar.

Demikian disampaikan Gatot Goei, pengacara Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Lody Paat dari Koalisi Pendidikan dan Ina Harahap Aktivis Peduli Pendidikan, secara terpisah, Selasa, 19 April 2011.

Gatot Goei, sebagai kuasa hukum dari berbagai kelompok kepada Kanal Informasi mengatakan, 
pihaknya pada Rabu 20 April 2011 akan mengirimkan surat permohonan kepada Pengadilan  Negeri Jakarta Pusat untuk segera mengeksekusi putusan MA Nomor 228/Pdt G/2006/PN JKT PST. Putusan tersebut antara lain berbunyi: sebelum menyelenggarakan ujian nasional, pemerintah harus terlebih dulu  melakukan standarisasi kualitas guru dan sekolah di seluruh Tanah Air.

“Hingga kini pemerintah belum melaksanakan satu pun putusan MA. Pemerintah tidak memiliki prioritas dalam memperbaiki mutu  pendidikan,” kata Gatot kepada Kanal Informasi.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional justru memprioritaskan program  Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) yang menghabiskan dana yang cukup banyak dan sasarannya hanya siswa di perkotaan.

“Mestinya dana program RSBI dan biaya pelaksanaa UN dapat digunakan untuk menjalankan putusan MA seperti untuk meningkatkan mutu guru, sarana dan prasarana sekolah,” tambah Gatot.

Dana Ujian Nasional sendiri sekitar Rp600 miliar. Adapun pelaksanaan UN telah dimulai sejak kemarin, dan akan berakhir pada 12 Mei 2011.

Gatot berharap pengadilan, dalam hal ini PN Jakarta Pusat segera melaksanakan eksekusi itu. Karena UN adalah bentuk sebuah kegiatan, kata Gatot, dan kegiatan itu sudah berlangsung, maka pengadilan dapat melaksanakan sita eksekusi dengan cara menyita berkas soal ujian atau menghentikan kegiatan ujian.

Lody Paat dari Koalisi Pendidikan mengatakan eksekusi putusan MA sangat penting, karena  UN mengucilkan peran guru sebagai pendidik, dengan Ujian Nasional penilaian yang mestinya dilakukan guru tiba-tiba diambil alih oleh pemerintah dan guru tidak bisa berbuat banyak.

“Ujian nasional juga menciptakan modus-modus baru untuk melakukan kecurangan untuk mendapatkan nilai baik. Ujian nasional menciptakan perilaku tidak mendidik bagi siswa dan pihak-pihak terkait,” ujar Lody.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), menolak melaksanakan putusan MA tersebut. Kemendiknas menganggap putusan MA tidak melarang Kemendiknas melaksanakan Ujian Nasional, putusan itu tafsir Kemendiknas, hanya meminta pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional lebih lanjut, dan permintaan itu bisa dilakukan tanpa harus meniadakan Ujian Nasional.

Sementara itu aktivis pendidikan Ina Harahap menilai, UN selain menghambur-hamburkan dana juga telah membuat siswa dalam tekanan psikologis yang berat, terutama para siswa dari wilayah atau sekolah yang mutu pendidikanya masih rendah.

"Bahkan tidak hanya siswa, para guru juga berada dalam situasi psikologis yang sama, karena terkait dengan angka kelulusan," kata Ina kepada batamtoday Selasa 19 April 2011 per telepon. Bahkan menurut Ina, para Bupati, Walikota juga ikut-ikut tegang, karena tadi, terkait dengan persentase kelulusan.

"Suatu wilayah, kalau angka kelulusanya rendah, kan Bupati, Walikota atau Gubernurnya bisa malu," terang Ina. Hal itulah katanya yang menimbulkan sikap pragmatisme mulai dari siswa, guru, hingga pejabat, tandasnya.

"Bahkan sampai ada sekolah yang melakukan kegiatan istighosah, doa bersama, dan lain-lain, dengan harapan, para siswa tidak stress dalam menghadpi ujuian," jelas Ina, yang sempat aktif dalam advokasi SMP 56 Melawai, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Ina juga melihat  ada keganjilan dalam pelaksaan UN tahun ini, yaitu polisi dilibatkan dalam pengawasan distribusi soal-soal ujian. Mungkin berangkat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, yaitu terjadinya kebocoran soal dan jawaban UN, maka polisi dilibatkan.

"Tetapi kesanya, kan, gak bagus, apakah memang para guru kita sudah 'pada' jadi maling? Dan apakah polisi kita sudah baik? kata Ina dengan nada jengkel.