Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inilah Metode Baru Deteksi Sindroma Down
Oleh : Redaksi
Selasa | 16-07-2013 | 22:23 WIB

BERLIN - Penyebab penyakit atau gangguan perkembangan pada janin beragam. Antara lain karena kelainan genetik pada kromosom 21 yang lebih dikenal sebagai sindroma Down.

Dengan makin tingginya usia ibu hamil, makin tinggi pula risiko terjadinya penyimpangan pada pembelahan kromosom. Yang paling sering terjadi adalah penyimpangan pada kromosom 21 atau trisomi. 

Dengan pemeriksaan air ketuban, kelainan ini sudah dapat diketahui sejak calon bayi masih berada dalam kandungan. Untuk itu dokter memasukkan jarum halus melalui perut ibu yang hamil dan mengambil sedikit air ketuban.

Di dalam air ketuban itu terdapat sel-sel janin dan dengan bantuan sel-sel ini dapat disimpulkan, apakah bayi menderita kelainan kromosom berupa sindroma down atau tidak. Tapi pemeriksaan air ketuban semacam ini bukannya tidak berbahaya. 

"Pemeriksaan air ketuban memiliki risiko 0,3 sampai 1 persen, dimana pemeriksaan itu sendiri dapat menyebabkan keguguran. Beberapa hari sampai beberapa pekan sesudahnya, dapat terjadi janin tidak memiliki detak jantung lagi atau terjadi pecahnya kantung ketuban sehingga air ketuban keluar melalui vagina dan menyebabkan mulas atau juga demam. Dengan demikian dapat terjadi keguguran," kata dokter Michael Entezami pada Pusat Diagnostik Prenatal dan Genetika Manusia di Berlin, seperti dilansir Deutsche Welle

Tes Darah Untuk Periksa Kromosom
Setiap tahunnya di Jerman sekitar 70 ribu ibu hamil yang melakukan pemeriksaan air ketuban. Kini dengan tes darah terbaru untuk memeriksa kromosom, banyak perempuan yang dapat menghindari proses pemeriksaan air ketuban yang mengandung risiko. 

Menurut Michael, tes darah itu adalah terobosan di sebuah bidang yang sudah diteliti sejak 20 tahun. Tanpa membahayakan kehamilan untuk mengetahui kondisi kromosom bayi.

Yang diperlukan untuk tes itu, katanya, adalah satu ampul kecil darah. "Darah ibu selalu mengandung genom sel-sel darah yang terurai dan sel-sel lainnya dari ibu. Dan yang menarik, juga mengandung sekitar 5 persen genom janin dari sel-sel yang terurai dari plasenta," jelasnya.

Pada umumnya, jaringan plasenta secara genetis identik dengan jaringan sang bayi. Bagian dari genom akan diperbanyak di laboratorium dan kemudian dikategorikan ke masing-masing kromosom. 

Dari situ dapat dihitung apakah kromosom tertentu muncul dua kali yang merupakan kasus normal, atau tiga kali, yang berarti ada kasus kelainan kromosom, trisomi.

Pemeriksaan Menyeluruh Juga Penting
Meski demikian Dokter Michael Entezami menganjurkan tidak hanya mengandalkan tes darah semacam ini, melainkan juga pada saat kehamilan memasuki minggu ke-11 dilakukan pemeriksaan selanjutnya. Yakni pengukuran ultra sonografi pada leher janin. 

Pemeriksaan ultrasonografi pada leher janin menunjukkan kumpulan cairan yang terdapat di bawah kulit, di bagian leher. Dalam sinar ultrasonografi cairan tampak transparan. 

Jika transparansi cairan di leher janin demikian membesar, maka makin tinggi kemungkinan terjadi kelainan pada janin. Baru bila terjadi kasus semacam ini, sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah bukan pemeriksaan air ketuban.

Jika pemeriksaan darah benar-benar menunjukkan kelainan kromosom, dan calon ibu mempertimbangkan untuk aborsi, baru kemudian dokter juga menganjurkan pemeriksaan air ketuban, agar calon ibu merasa yakin.

Bagi banyak ibu hamil yang takut melakukan pemeriksaan air ketuban, proses tes darah bersama dengan pemeriksaan lainnya adalah alternatif baru. Di Amerika Serikat tes darah itu sudah diluncurkan sejak Oktober tahun lalu. Di Jerman baru akan dipasarkan pertengahan tahun ini. (*)

sumber: dw.de