Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Chairul Anwar: Rusun Harus Dijual Murah
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 08-04-2011 | 10:56 WIB

Jakarta, batamtoday - RUU Rumah Susun (Rusun) harus mampu menjawab permasalahan teknis soal harga, agar harga hunian rusun bisa dijual murah sehingga terjangkau oleh sasaran yaitu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Demikian disampaikan Anggota Panja RUU Rusun kepada batamtoday per telepon, Jumat 8 April 2011. "Harga tanah yang mahal di pusat-pusat kota yang berdekatan dengan tempat bekerja dan berusaha yang selalu menyebabkan harga jual rusunawa tetap mahal walau telah disubsidi. Tetapi hal ini harus dipikirkan bersama," kata Chairul.

Selain itu, kata Chairul, harus ada pengawasan pada saat pelaksanaan pembangunan, agar ada jaminan ketahanan dan kekuatan bangunan sehingga tidak terjadi kerusakan, kebocoran, yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi penghuni, serta kurangnya penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai untuk bersosialisasi dan berinteraksi.

"Jangan karena murah, kualitas jadi dikorbankan," tambah Chairul.

Pengesahan RUU Rusun, kata anggota komisi V dari frkasi PKS ini, kemungkinan tidak dapat dilakukan pada masa sidang III sekarang ini, karena masih ada beberapa hal substansi yang belum diakomodir RUU tersebut, salah satunya soal harga seperti telah disebutnya.

Hal lain, sambung Chairul, RUU yang disahkan nantinya, harus mampu mengatur soal penyelenggaraan, terutama terkait mekanisme penyelesaian apabila terjadi ketidaktepatan sasaran dalam peruntukan sarusun.

Kedua, RUU ini harus mengatur tentang Perlindungan terhadap Konsumen.

Perlindungan konsumen, jelas dia, adlah bentuk intervensi pemerintah terhadap kepentingan umum, dan dalam hal rumah susun hubungan yang ada tidak hanya hubungan yang bersifat keperdataan saja.

"Dalam hal ini harus diatur soal kewajiban “disclosure” (Keterbukaan informasi) oleh Pengembang (developer) terhadap konsumen," sebut Chairul.
 
RUU Rusun juga belum mengatur apabila terjadi kondisi force majeur  (keadaan memaksa) yang mengakibatkan bangunan rusun yang rusak atau bahkan  runtuh. Selain itu, pengaturan mengenai bagaimana bentuk pemulihan kondisi ekonomi dan pemenuhan tempat tinggal bagi pemilik rumah susun tersebut.
 
Ketiga, RUU juga harus memberikan kepastian hukum terhadap keterjangkauan harga  dan akses bagi MBR dalam perolehannya, termasuk RUU ini harus mengatur “luas”  bangunan sarusun untuk setiap jenis kebutuhan. Karena, tidak dapat disamakan besaran luas rumah susun umum untuk semua keluarga, misalnya  dipengaruhi banyaknya jumlah anggota keluarga dalam rusun tersebut, dan sebagainya.
 
Keempat, RUU ini harus pula secara tegas mengatur “kriteria” Masyarakat yang  tergolong MBR, tegas Chairul.

"Jangan sampai terjadi Rusun dinikmati oleh mereka yang tergolong makmur," himbau Chairul.
 
Sebaliknya dalam hal rancangan pembentukan 'badan' tersendir untuk mengelola Rusun, dirasa Chairul hal tersebut tidak perlu, karena nanti akan terjebak pada pembahasan soal 'badan' tersebut, mulai pembentukanya, anggaran, pembatasan kewenanganya, dan pengawasanya.

Menurut hematnya,  cukup pemerintah dan pemerintah daerah yang melakukan fungsi pengawasan dan pengontrolan agar sasaran peruntukan rumah susun kepada MBR dapat  dilakukan secara terpadu dan efisien.