Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ditengah Derasnya Semangat FTZ

Geliat Bank Perkreditan Rakyat
Oleh : sumantri
Jum'at | 01-04-2011 | 03:51 WIB
Kantor_BPR_Cempaka_Mandiri.jpg Honda-Batam

Kantor BPR Cempaka Mandiri Batam

Batam, batamtoday - Regulasi yang memayungi penetapan status Free Trade Zone (FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun (BBK), memecut pergerakan berbagai sektor ekonomi ke arah progressive dan signifikan. Salah satunya adalah sektor perbankan, khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang kian subur pertumbuhannya seiring progres FTZ itu sendiri, yang telah bergulir sejak 2007. Data BI Batam menyebutkan sepanjang 2010 tercatat ada 35 unit BPR dengan segmentasi penetrasi kredit sektor UMKM. Angka ini tumbuh hampir 100% dibanding 5 tahun lalu.

Sejatinya, menurut UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, BPR merupakan jenis bank yang ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat pedesaan dalam operasionalnya. Sehingga hal ini menimbulkan persepsi bahwa BPR hanya bank 'keroco' yang kecil dan lemah. Padahal jika dilihat dari misi utama kehadirannya, BPR mengemban misi untuk menunjang pertumbuhan dan pemberdayaan ekonomi melalui penyediaan layanan jasa perbankan di pedesaan serta mengurangi praktek ijon (praktek yang kerap dilakukan oleh rentenir/lintah darat).

"Jadi publik yang masih memiliki persepsi bahwa BPR adalah bank kecil dan lemah adalah salah, jika BPR itu identik dengan rakyak kecil itu memang benar, justru BPR merupakan sahabat 'wong cilik' karna hampir semua bank besar, baik itu bank BUMN, Bank Devisa maupun Bant Umum, enggan menyalurkan kredit dengan skala kecil dibawah Rp10 juta, hanya BPR yang mau dan mampu melakukan itu," ungkap Jayadi Jr. Direktur BPR Cempka Mandiri Batam, kepada batamtoday, Sabtu 2  April 2011.

Menurut Jayasdi Jr. prospek pertumbuhan BPR di Batam masih signifikan. Apalagi jika dilihat dari status daerah ini sebagai wilauyah Free Trade Zone (Zona Perdagangan Bebas/FTZ) dimana perekonomian tidak hanya ditopang oleh industri berskala besar. Status FTZ diwilayah BBK juga memberikan peluang baik terhadap laju perkembangan ekonomi kerakyatan yang menjadi target market BPR. 

"Dengan penetapan status FTZ yang tidak ditunggangi oleh berbagai regulasi yang membingungkan, ada celah bisnis yang berpotensi mendorong geliat usaha UMKM, sehingga kebutuhan akan dana untuk modal usaha maupun perluasan usaha dalam skala mikro (dibawah Rp 25 juta dengan tenor pinjaman maksimal 5 tahun) meningkat, sehingga memberikan peluang tumbuhnya penetrasi kredit BPR yang memang menyasar segmen usaha mikro," papar Jayadi Jr. 

Tetapi jika regulasinya tumpang tindih, tambah Jayadi, akan memberikan efek skeptic (ragu-ragu) terhadap pelaku usaha mikro yang sudah jelas menghambat pertumbuhan BPR. Pada kenyataannya, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lebih karib menjalin hubungan bisnis dengan BPR, karena rata-rata BPR selalu siap memenuhi kebutuhan nasabah dengan skala mikro dengan prosedur dan persyaratab yang tidak 'ribet'. Namun demikian BPR juga menerapkan prinsip dasar kehati-hatian (Prudent banking) dan tetap mengikuti aturan main Bank Indonesia sebagai self regulator perbankan di Indonesia. 

Pembicaraan mengenai potensi secara nasional BPR masih memiliki peluang yang cukup besar. Badan Pusat Statistik mencatat 56.6 persen dari total masyarakat Indonesia belumlah tersentuh sektor perbankan.

"Sekarang bayangkan, dari 15 juta UMKM berbadan hukum yang ada di Indonesia, ada sekitar 12 juta UMKM yang belum tersentuh kucuran kredit perbankan, dan untuk wilayah Batam khususnya meski tahun 2011 ini BI membatasi jumlah BPR tak lebih dari 35 unit, namun market masih prospektif, masih ada peluang yang bisa di garap oleh BPR untuk berkembang bersama UMKM, dengan catatan kejelasan status UMKM yang berdampak pada kenyamanan usaha pengusaha untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi baik sektoral maupun regional," pungkas Jayadi Jr.