Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Manajemen Kelautan Kepri Dinilai Masih Lemah
Oleh : Andri Arianto
Rabu | 30-03-2011 | 17:31 WIB

Batam, batamtoday - Sistem pengelolaan wilayah perbatasan di pulau-pulau terluar khususnya di Provinsi Kepri masih lemah, sehingga berakibat melemahkan fungsi pengawasan dan rawan terjadinya berbagai sumber kerugian masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai Kepri.

Demikian Zamzami A Karim, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (Stisipol) Raja Ali Haji memberikan penekanan terhadap perlunya perhatian kembali terhadap Provinsi Kepri sebagai wilayah penyangga politik perbatasan dengan menitik beratkan pada manajemen kelautannya.

"Komitmen persetujuan Malaysia dan Indonesia pada April 1972 harus dibangkitkan kembali," ujar Zamzami saat menjadi pembicara dalam agenda Seminar Pemberdayaan Wilayah Perbatasan 2011 yang digagas Lembaga Kajian Strategis Ekonomi Politik Perbatasan (Lansekapp) Provinsi Kepri di UIB, Rabu 30 maret 2011.

Menurut Zamzami bila ingin menjadikan Kepri sebagai kawasan penyangga politik perbatasan, maka orientasi kebijakan kawasan ini mesti disesuaikan dengan posisi geostrategic yang mengedepankan entitas politik paling majemuk dan paling inklusif.

Selama ini, Indonesia kata Zamzami terperangkan oleh kebijakan yang berorientasi kepada wilayah kontinental dan cenderung menghambat pengeloaan kekayaan hasil laut.

"kultur masyarakat yang masih berorientasi ke darat tanpa disadari menghambat pengeloaan wilayah berbasis maritim," katanya.

Untuk itu, Zamzami berharap pemerintah Provinsi Kepri menyadari titik rawan geostrategic di Kepri harus dijaga ketat, agar upaya pihak asing justru tak berdaya ketika  akan menjarah kekayaan yang terkandung di dalam laut Kepri.

"Dengan eksistensi berkelanjutan Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Kepri dan Kabupaten/Kota nantinya, tentu kita berharap SDA wilayah ini dapat terjaga dan meingkatkan ekonomi masyarakat secara merata," kata Zamzami.