Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dipersenjatai Pentungan, bukan Senpi

Polri Diusulkan di Bawah Mendagri atau Gubernur
Oleh : si
Rabu | 13-03-2013 | 07:26 WIB
Rizal_ramli1.jpg Honda-Batam

PKP Developer


Rizal Ramli

JAKARTA, batamtoday - Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli era Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atau gubernur, bukan dibawah  Presiden RI.


Kedudukan Polri dibawa Presiden seperti sekarang ini menimbulkan kecemburuan sosial dan kesejahteraann bagi anggota TNI, padahal tugas dalam menjaga pertahanan NKRI sangat berat sehingga kerap menimbulkan gesekan di lapangan antara anggota Polri dan TNI.

"Gus Dur ketika itu memisahkan TNI dan Polri, karena Polri ingin dijadikan lebih manusiawi lagi bukan mengedepankan arogansi seperti sekarang ini. Karena itu, saat ini diperlukan reformasi jilid 2 ditubuh Polri dengan ditempatkan dibawa Mendagri atau gubernur, bukan Preside. Dengan begitu polisi tidak akan arogansi dan congkak lagi," kata Rizal di Jakarta, Selasa (12/3).

Menurut Rizal, konflik TNI dan Polri di Sumatera Selatan beberapa lalu beberapa waktu sangat memprihatinkan, dan seharusnya tidak perlu terjadi. "Gajinya sama, tetapi pendapatan diluar gaji itu yang membuat kecemburuan lihat saja kekayaan mantan Kakorlantas Mabes Polri Djoko Susilo. Sementara anggota TNI, gajinya semua dikasih semuanya ke istri, nyari pendapatan diluar itu tidak bisa sehingga ketika bertugas, buat makan saja susah," katanya.

Rizal mengatakan, ketika dipisahkan dari ABRI oleh Gus Dur, Polri memang diberikan tugas untuk menjaga keamanan negara, diusulkan tidak dibekali senjata api dalam berbagai jenis melainkan pentungan seperti Satpol PP.

"Gus Dur berharap agar Polri benar-benar bersikap manusiawi sebagaimana polisi di Inggris. Yaitu, polisi yang tidak dilengkapi dengan senjata api (senpi), melainkan cukup dengan pentungan atau pemukul saja,” katanya.

Dengan hanya senjata pentungan, kata Rizal, polisi di Inggris tersebut sangat dihormati dan dihargai oleh rakyatnya, karena keberadaannya benar-benar untuk melindungi rakyat dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat. Sebaliknya, polisi Indonesia justru bertambah hebat dan super setelah berpisah dengan TNI tersebut.

"Dari keberadaannya yang langsung berada di bawah Presiden memberikan kewenangan yang besar. Dilengkapi senajata dab n tentu saja penghasilan yang melebihi angkatan yang lain, maka hal itu menimbulkan kecemburuan social yang juga besar. Sehingga secara ekonomi anggota Polri jauh lebih makmur dibanding anggota TNI. Itulah yang mesti dikoreksi total, agar polisi benar-benar melindungi, melayani, dan bersama rakyat," katanya.

Sementara TNI yang bertugas menjaga pertahanan dan keamanan Negara, lanjutnya, para prajurit TNI juga harus dididik untuk menjadi TNI profesional. Namun, menurutnya, kesejahteraan TNI memang harus ditingkatkan, agar tidak terjadi ketimpangan dengan Polri.

"Kesejahteraan TNI harus ditingkatkan untuk meminimalisir kecemburuan social dengan Polri," ujarnya.

Rizal masih menyimpan cerita yang membuat dirinya shock ketika mendengar penanganan konflik di Poso, Ambon tahun 1999, di mana TNI bukannya menciptakan perdamaian, dan sebaliknya menjadikan konflik tak berkesudahan.

"Anggota TNI/Polri hanya mengamankan masyarakat yang selama ini memberikan jaminan akomodasi dan makan sehari-hari di tengah konflik tersebut, dan sebaliknya mereka yang tak menjamin akomodasi malah terus diserang. Itu sangat memprihatinkan, dan mengancam keamanan nasional. Karena itu, begitu saya mendengar langsung lapor kepada Gus Dur, agar penghasilan keseharian TNI ditingkatkan menjadi tiga kali lipat, dan langsung terwujud. Poso pun kemudian menjadi aman," katanya. 

Editor : Surya