Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terbitnya Permen KP 30 Tahun 2012, Bukti Kelemahan Perikanan Nasional
Oleh : Emmi Wati
Senin | 11-03-2013 | 23:04 WIB

ANAMBAS, batamtoday - Penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.30 tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 27 Desember 2012 membuktikan kelemahan dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatur serta mengoptimasi pengelolaan sumberdaya perikanan nasional untuk kepentingan dalam negeri.

Beleid ini menampung pasal-pasal kontroversi yang membolehkan kapal ikan pukat cincin skala besar berbobot mati di atas 1.000 GT untuk menangkap ikan di perairan Indonesia dan mengakut hasil tangkapan untuk didaratkan di pelabuhan luar negeri.

"Kebijakan ini seakan melegalkan praktek IUU Fishing yang ditengarai masih marak di perairan Indonesia. Permen KP ini juga keluar di tengah keluhan kalangan industri perikanan nasional yang kekurangan bahan baku serta upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri untuk menggalakan industrialisasi perikanan sampai tahun 2014 nanti," kata Moh Abdi Suhufan, Deputi Koordinator DFW Indonesia, Senin (11/3/2013).

Abdi menilai dari sisi pengawasan perikanan, dapat dipastikan implementasi Permen ini akan makin berat karena keteresediaan dan kondisi kapal pengawas perikanan yang sangat minim dengan waktu pengawasan atau hari layar yang hanya 113 hari dalam setahun ini

Abdi mengatakan upaya mengelola perikanan nasional memang seharusnya memberikan ruang bagi swasta untuk berpartisipasi. Namun, sektor perikanan Indonesia oleh beberapa pihak dianggap belum memiliki daya saing dan berbiaya tinggi.

Biaya operasi yang tinggi, kondisi infratsruktur perikanan, sistim perizinan, makin jauhnya wilayah tangkapan, perubahan cuaca dan iklim yang makin tidak terduga serta kesemrawutan birokrasi pusat dan daerah dalam mengelola perikanan merupakan belenggu yang dihadapi oleh sektor swasta perikanan. Internal pemerintah sendiri masih sulit untuk mengurai permasalahan yang ada.

"Program 1.000 kapal Inka Mina berbobot 30 GT yang telah memasuki tahun ke-4 dilaporkan belum memberikan efek apa-apa dalam produksi perikanan tangkap," ujar Abdi.

Beragam permasalahan muncul dalam program ini sehingga perlu dievaluasi terutama dalam aspek pelaksanaan di lapangan. Keberadaan dua BUMN Perikanan yang ada saat ini juga belum berkontribusi bagi pendapatan negara.

Upaya revitalisasi BUMN Perikanan yang dilakukan oleh Kementerian BUMN belum lama ini diharapkan akan menjadi angin segar bagi BUMN untuk dapat lebih efisien.

"Alih-alih membereskan permasalahan fundamental perikanan, kelahiran Permen 30 ibarat jauh panggang dari api," ujarnya. 

Mengingat keberadaan Permen 30 telah memicu kontroversi panjang stakeholder perikanan dalam sebulan ini, lanjutnya, maka sudah sepantasnya Menteri Kelautan dan Perikanan mendengar masukan para pihak untuk segera melakukan revisi Permen tersebut.

Dia menyarankan pemerintah harus segera memperkuat struktur armada perikanan dalam negeri, pemanfaatan teknologi perikanan, mempercepat pembangunan infrastruktur perikanan dengan memperbesar pos belanja modal dalam APBN dan memberikan insentif yang lebih besar pada pelaku usaha dalam negeri untuk berusaha di bidang perikanan merupakan langkah strategis yang perlu diambil.

Selain itu, memberikan keleluasaan pada pihak lain yang tidak bertanggungjawab untuk mengambil ikan di perairan Indonesia adalah tindakan yang keliru.

"Visi negara maritim Indonesia jangan kemudian dikerdilkan melalui penerbitan aturan yang pelaksanaannya akan sulit dilakukan dan berpotensi merugikan Negara. Cukup sudah pengusaaan pemodal kuat menguasai sektor-sektor strategis perekonomian bangsa ini," ungkapnya.

"Kini saatnya pengelolaan sektor kelautan dan perikanan untuk bangkit, fokus dan terarah dalam kerangka penguatan ekonomi nasional. Jika tidak, maka selamanya kita akan terus terpuruk," pungkasnya.

Editor: Dodo