Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dianggap Buang-buang Anggaran Negara

Fitra Minta Anggaran Sistem Aplikasi RKA-KL Senilai Rp16,7 Miliar Dibatalkan
Oleh : si
Senin | 11-03-2013 | 12:35 WIB

JAKARTA, batamtoday - Seknas Fitra meminta Menteri Keuangan Agus Martowardojo  dan Komisi XI DPR membatalkan anggaran Sistem Aplikasi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian-Lembaga (RKA-KL) Tahun 2011- 2013 senilai Rp 16,7 miliar.


Sistem tersebut dinilai membuang-buang anggaran negara yang lebih baik dialokasikan untuk anggaran kesehatan yang berpihak kepada rakyat. 

"Dirjen Anggaran Kemenkeu cukup menggunakan sistem aplikasi RK-KL tahun sebelumnya untuk menyusun RKA-KL TA. 2014. Jangan buang-buang uang rakyat untuk kepentingan yang tidak bermanfaat bagi rakyat," kata Maulana, Koordinator Advokasi Seknas Fitra dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (11/3/2013).

Fitra menilai, Komisi XI DPR yang membidangi keuangan dan perbankan dinlai tidak mengerti dan buta soal penganggaran dengan menyetujui usulan penggunaan sistem aplikasi RKA-KL senilai Rp 16,7 miliar. 

"Fitra juga menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk segera mengintegrasikan sistem perencanaan dan penganggaran. Pemisahan sistem perencanaan penganggaran hanya buang-buang uang rakyat untuk kepentingan proyek para birokrat dan tidak bermanfaat bagi rakyat," katanya.
 
Seperti diketahui, perencanaan anggaran di semua kementerian dan lembaga dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi RKA-KL. Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan adalah yang bertanggung jawab membuat sistem aplikasi ini. Anehnya, anggaran untuk membuat sistem aplikasi ini dianggarkan setiap tahun oleh Dirjen Anggaran dengan menelah uang rakyat yang tidak sedikit.

Catatan FITRA menunjukan bahwa untuk membuat satu sistem aplikasi RKA-KL selama tiga tahun (2011-2013), Dirjen Anggaran menghabiskan anggaran sampai Rp 16,7 milyar. Tahun 2011 dianggarkan sebesar Rp 8,8 milyar, 2012 sebesar Rp 4,2 milyar, dan di tahun 2013 ini dianggarkan Rp 3,8 milyar.

Pembuatan sistem aplikasi tersebut dilakukan setiap tahunnya dengan dalih pengembangan dan perbaikan sistem penganggaran, Dirjen Anggaran sebenarnya telah menggunakan uang rakyat secara tidak efektif.

Perubahan sistem aplikasi anggaran ini ternyata mempersulit para pejabat perencanaan anggaran di kementerian dan lembaga negara, bahkan di internal kementerian keuangan sendiri. Karena Dirjen Anggaran setiap tahunnya selalu merubah format RKA-KL. Biasanya perubahan sistem aplikasi RKA-KL dilakukan dengan  mengutak-atik kode rekening, kode komponen, dan sub komopnen.

Jelas, Dirjen Anggaran membuat sistem informasi anggaran yang menghambat informasi. Permintaan informasi yang diajukan Seknas FITRA untuk RKA-KL dan DIPA seluruh KL justru ditunjukkan Keppres penjabaran APBN yg informasinya semakin tertutup dibandingkan 2012, tidak ada lampiran IV yang memuat informasi harga satuan setiap output kegiatan yang dilaksanakan kementerian lembaga.

Ini adalah indikasi informasi anggaran makin ditutup oleh Dirjen anggaran sebagai penanggung jawab buat anggaran. Alasan Dirjen Anggaran untuk penyatuan RKA dan DIPA di Dirjen Anggaran justru membuat format Keppres penjabaran APBN menjadi berbeda dan tidak bisa dibandingkan secara serial.

Rencana kerja dan anggaran yang disusun tahun ini oleh kementerian lembaga tidak dapat dibandingkan dengan rencana kerja dan anggaran yang disusun di tahun sebelumnya. Selain itu, Kementerian lembaga juga dipaksa untuk bekerja tiga kali dalam menyusun perencanaan anggaran.

Hal ini disebabkan karena tidak terintegrasinya sistem perencanaan dan penganggaran. Rencana kerja disusun dengan sistem aplikasi yang disusun oleh Bappenas. Penyusunan RKA-KL dan DIPA menggunakan format Dirjen Anggaran. Dan, laporan pertanggungjawban anggaran menggunakan format aplikasi Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu. Sehingga, antara perencanaan pembangunan dan anggaran yang disusun seringkali tidak sinkron.

Hasil studi Bappenas tahun 2012 menunjukan bahwa tidak semua indikator output kegiatan yang telah disusun dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) dapat ditemukan dalam indikator output dalam RKA-KL. Output anggaran yang disusun dalam RKA-KL tidak sesuai dengan ouput prioritas pembangunan yang disusun Bappenas dalam Rencana Kerja Pemerintah.

Hasil study Bappenas ini juga menunjukan bahwa kenaikan anggaran tidak selalu diikuti kenaikan output kegiatan. Begitu juga sebaliknya. Kenaikan ouput tida selalu diikuti kenaikan anggaran. Hal ini mengindikasikan anggaran yang disusun tidak berbasis pada rencana, tetapi berbasis pada proyek saja. 

Perubahan sistem aplikasi RKA-KL tidak memberikan manfaat bagi rakyat. Karena rakyat butuh program-kegiatan yang riil yang dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan. Bukan dengan membuat sistem aplikasi. Seharusnya, sistem aplikasi yang sudah dbuat di tahun sebelumnya dapat digunakan lagi. 

Jika anggaran untuk aplikasi RKA-KL di dirjen anggaran ini direalokasi untuk pengentasan gizi buruk yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, maka anggaran tersebut akan jauh lebih efektif.

Hasil simulasi pehitungan FITRA, untuk mengentaskan gizi buruk dibutuhkan anggaran sebesar Rp 400.000 per jiwa per bulan yang dapat digunakan untuk pemberian multi vitamin, suplemen, susu, serta pemeriksaan dan perawatan dokter.

Untuk memperbaiki tingkat kesehatan penderita gizi buruk dibutuhkan waktu selama tiga tahun. Artinya, anggaran yang dibutuhkan untuk pengentasan satu orang penderita gizi buruk selama tiga tahun adalah Rp 14,4 juta.

Dengan demikian, dengan anggaran yang dibuang-buang oleh Dirjen anggaran sebesar Rp 16,7 milyar selama tiga tahun ini, jika direalokasi, dapat mengentaskan 1.163 jiwa penderita gizi buruhk yang saat ini jumlahnya pada kisaran 4,1 juta jiwa.

Editor : Surya