Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kapal Milik Pertamina Ditangkap

FSP BUMN Minta Dirut Pertamina Bertanggungjawab atas Penyelundupan Solar ke Singapura
Oleh : si
Rabu | 06-02-2013 | 10:54 WIB
Terminal_BBM_di_Pulau_Sambu.jpg Honda-Batam
Terminal BBM di Pulau Sambu.

JAKARTA, batamtoday - Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN meminta Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan bertanggungjawab atas penyelundupan BBM bersubdisi jenis solar 3.684 kiloliter atau sekitar 3.600 ton solar ke Singapura yang diangkut Kapal MT Cahaya, setelah dipindahkan dari Kapal MT Serena milik Pertamina.


"Dari kasus penyelundupan yang dilakukan oleh Kapal MT Serena, Direktur Utama Pertamina harus bertanggung jawab dan mundur karena ternyata selama memimpin Pertamina justru marak penyelundupan BBM bersubsidi," kata Ainur Rofiq, Sekjen FSP BUMN Bersatu dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (6/2/2013)

Seperti diketahui, pada Selasa (29/1/2013) lalu, Kapal MT Serena milik Pertamina bermuatan 3.600 ton solar bertolak dari Pulau Sambu, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menuju Pontianak, Kalimantan Barat. Di tengah perjalanan, Kapal MT Serena ditangkap petugas Bea Cukai di perairan Batam karena kedapatan tengah memindahkan 30 ton solar ke Kapal MT Cahaya berbendera Singapura di tengah laut. Rencananya solar yang akan dipindahkan dari Kapal MT Serena ke Kapal Cahaya oleh para penyelundup sebanyak 600 ton.

Direktur Bahan Bakar Minyak Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto mengatakan, Kapal MT Serena yang digunakan untuk penyelundupan BBM adalah milik Pertamina. BPH Migas menilai ada oknum Pertamina yang terlibat penyeludupan solar ke Singapura dari Tanjunguban, Bintan. Namun, Pertamina tetap bersikeras Kapal MT Serena bukan milik mereka dan membantah terlibat penyelundupan solar ke Singapura.
 
Menurut Ainur Rofiq, jika ada oknum pegawai Pertamina yang terlibat sangat dimungkinkan bahwa perbuatan oknum Pertamina tersebut sudah barang tentu mendapatkan dukungan dari petinggi petinggi Pertamina dan ini sudah dipastikan terjadi setiap hari.

"Hal ini dapat dibuktikan dengan seringkalinya pasokan BBM bersubsisdi ke Kalimantan menjadi langka akibat penyelundupan BBM bersubsidi dari Vessel to Vessel yang dilakukan ditengah laut," katanya.

Sementara mengenai klai corporate Pertamina bahwa yang diselundupakan bukan BBM bersubsisdi tapi BBM Solar yang masih milik Pertamina, lanjutnya, adalah sebagai kebohongan besar dan merupakan modus baru dalam berkelit ketika tertangkap.

"Justru dari pengakuan Pertamina bisa dijadikan bukti bahwa makin jelas adanya kebocoran didalam distribusi BBM bersubsidi yang dijual ke luar negeri melalui Vessel to Vessel di tengah laut, lalu oleh Pertamina diklaim penyelundupan itu sebagai BBM yang dikomsumsi oleh masyarakat di Kalimantan, Papua dan Sulawesi. Padahal didaerah itu terjadi kelangkaan BBM bersubsidi sehingga menyebabkan harganya melambung," katanya.

FSP BUMN dapat memastikan, bahwa penyelundupan BBM bersubsidi di Tanjunguban yang dilakukan oleh oknum Pertamina, diduga mendapatkan support dari petinggi-petingi Pertamina.

"Kalau setiap kapal saja malakukan kencing BBM bersubsisdi di laut sebanyak 600 ton, artinya setiap hari kalau kapal yang mengangkut ada 20 kapal saja maka BBM yang diselundupakan bisa mencapai 12.000 ton, jika dirupiahkan kerugian berkisar Rp 45 miliar perhari. Dihitung dari split BBM bersubsisdi ke BBM tak bersubsisdi sebesar 300 rupiah/ liter jika sebulan maka kerugian mencapai Rp 1,35 trilun," katanya.

Akibat penyelundupan ini, katanya, negara setiap tahunnya dirugikan hampir Rp 16,2 triliun. Sehingga menyababkan anggaran yang digunakan untuk melakukan subsisdi BBM di APBN tiap tahunnya membengkak.

"FSP BUMN menduga BBM subsisdi seperti bensin premium dan solar hasil selundupan itu di-reeksport kembali alias dijual kembali ke Pertamina. Kita bergarap KPK segera melakukan investigasi penyeludupan BBM bersubsidi yang terjadi selama tiga tahun terakhir, yang kita tengarai hasil uang selundupan itu masuk ke kantong para elit politik dan parpol," tegas Sekretaris Jenderal BUMN Bersatu ini.