Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

40 KK Warga Kampung Kolam Jadi Korban Penggusuran
Oleh : kli/dd
Kamis | 27-12-2012 | 16:46 WIB
Gusur.gif Honda-Batam
Penggusuran ruli Kampung Kolam, Seibinti.

BATAM, batamtoday - Sebanyak 40 kepala keluarga (KK) penghuni rumah liar (ruli) Kampung Kolam RT 02/RW 14 Kelurahan Seibinti, Kecamatan Sagulung, tepatnya persimpangan Kampung Becek, kini terlantar setelah rumah tinggal mereka digusur pada Kamis (27/12/2012).


Meski ke-40 KK penghuni rumah liar tersebut masih berberat hati pindah dari lokasi, karena pihak yang menguasai lahan yakni PT Glory Propertindo belum memberikan ganti rugi sepeser pun, namun penggusuran tetap dilakukan oleh Tim Terpadu yang terdiri dari Satpol PP, TNI dan kepolisian.

Darma, ketua RT 02 yang juga salah satu pemilik rumah tergusur mengaku belum mendapat uang sagu hati dari pihak pengembang atau pengelola lahan. Demikian juga warga lain yang rumahnya digusur belum mendapat uang sagu hati, baik kas maupun pemberian kavling.

"Rumah yang digusur ini milik 40 KK. Sampai hari ini dilakukan penggusuran, warga belum mendapat uang sagu hati. Itulah alasan kami sehingga sulit untuk pindah dari lokasi ini," kata Darma di hadapan warganya kepada wartawan.

Darma menjelaskan, lahan yang mereka tempati itu sebenarnya sudah bermasalah. Sebab, dalam satu lokasi ada tiga nama perusahaan yang memiliki surut PL. Memang, ketiga PL tersebut memiliki nomor yang sama dan tanggal penerbitan yang sama juga. Sehingga, warga bingung akan mengikuti arahan dari ketiga pemilik PL.

Sesuai dengan salinan PL yang dimiliki warga tiga perusahaan yang mengklaim lahan tersebut miliknya yakni PT Inkopau-Pakudara,  PT Rezeki Pendawa Utama dan PT Glory Propertindo. Nomor PL yakni 25.02.90050.231.B1.C1 yang dikeluarkan pada 11/4/2005 oleh BP Batam.

"PT Glory minta warga supaya segera hengkang. Sementara dua PT lain mengkalim lahan itu miliknya dan tak menyuruh warga supaya pindah, malahan protes lantaran ada penimbunan yang dilakukan developer lain di belakang lokasi. Kalau seperti ini, yang kami percaya siapa, warga bingung," katanya.

Dalam surat PL, kata Darma lahan tersebut diperuntukkan untuk industri. Namun, berdasarkan keterangan pihak PT Glory terhadap warga lahan itu akan dijadikan perumahan. Akan tetapi warga tidak mempermasalahkan hal itu, yang mereka minta adalah uang ganti rugi dari pihak pengembang yang mengklaim lahan tersebut.

"Kami hanya minta kejelasan ganti rugi sesuai dengan apa yang telah pernah dibahas warga dengan pengembang. Seharusnya uang ganti rugi diberikan dulu baru digusur," kesalnya lantaran sampai saat ini belum mendapat uang ganti rugi.

Permasalahan lahan ini pun, menurut penjelasan Darma sudah berlarut-larut, sebab Komnas HAM juga pernah turun untuk memediasi warga dengan pengembang. Dalam hasil mediasi itu, Komnas HAM merekomendasikan dua poin kepada pengembang sesuai dengan harapan warga.

Kedua poin itu yakni memberikan uang sagu hati kepada warga (tanpa kavling) sebesar Rp 4 juta. Poin kedua, pengembang memberikan ganti rugi berupa kavling yang ditunjuk di daerah Dapur 12, kavling kamboja blok A sampai dengan blok C4 dan memberikan uang Rp 100 ribu sebagai ongkos transportasi angkut barang.

Namun, rekomendasi Komnas HAM pada 26 Januari 2012 sama sekali tak dilaksanakan oleh pengembang. Pasalnya, yang diterima warga hanyalah intimidasi dari pihak pengembang yang berkali-kali dilakukan baik melalui warga lain maupun langsung oleh Satpol PP.

"Rekomendasi itu tak pernah dilaksanakan. Malah kami yang ditakut takuti oleh warga suruhan dan Satpol PP," terangnya.

Beberapa kali perundingan warga dengan pihak PT Glory Propertindo selalu deadlock. Baik di lokasi pemukiman warga, di kantor lurah yang tidak dihadiri pengembang, hearing di DPRD Batam yang juga tak ada kesepakatan. Sampai dengan dilakukannya penggusuran juga belum ada kesepakatan.

Darma yang sudah mendapat surat kuasa dari warga mengaku sebelum terjadi penggusuran, salah seorang perwakilan dari PT Glory Propertindo, M Kadafi kepada warga mengatakan lebih baik memberikan uang ganti rugi tersebut kepada Satpol PP daripada sama warga. Dengan uang itu, Satpol PP akan mengobrak-abrik rumah warga tanpa ada ampun dan belas kasihan.

Sebelumnya, M Kadafi kepada warga memberikan penawaran ganti rugi bervariasi dari Rp 800 ribu sampai dengan Rp 1,2 juta. Warga menolak penawaran tersebut karena warga meminta disamakan dengan beberapa warga lain yang mendapat Rp 6 juta hingga Rp 8 juta.

"Karena kami tolak, M Kadafi dari PT Glory Propertindo mengatakan akan memberikan uang ganti rugi tersebut kepada Satpol PP. Sebab, Satpol PP dengan uang itu akan mengusur warga tanpa ada belas kasihan. Dan memang setelah omongan itu, penggusuran ini pun terjadi," tutur Darma yang diamini puluhan warga lainnya.