Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Para Bupati Akan Diawasi

DPR Gelar Rapat Gabungan Bahas Tambang Ilegal dan Moratorium Ijin
Oleh : si
Rabu | 05-12-2012 | 19:05 WIB
Eva_Rapat_Gabungan.JPG Honda-Batam

Eva Sundari, Anggota Komisi III DPR saat Rapat Gabungan Komisi III dan Komisi VII dengan Kabareskim, 11 Kapolda dan Dirjen Minerba Kementerian ESDM membahas pertambangan ilegal

JAKARTA, batamtoday - Komisi III dan Komisi VII DPR menggelar rapat dengan Kabareskim Komjen Pol Sutarman, 11 kapolda dan  Dirjen Minerba. Rapat membahas soal maraknya pertambangan ilegal, dan rencana moratorium perijinan tambang.



Rapat gabungan tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsudin (F-PG) dan Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edi membidangi masalah hukum, serta Ketua Komisi VII Sutan Bathoegana (F-PD) dan Wakil Ketua Komisi VII Effendi Simbolon (F-PDIP) membidangi ESDM di Jakarta, Rabu (5/12/2012).

"Sekarang sedang rekonsiliasi terkait izin usaha pertambangan, agar tidak ada izin yang ilegal. Salah satunya moralitas gubernur jelang Pilkada banyak yang menerbitkan izin (pertambangan) dan setelah lengser keluar lagi izin baru," kata Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Thamrin Sihite.

Tahmrin menanggapi pertanyaan Anggota Komisi III Eva Sundari soal adanya banyak izin tambang liar. "Kenapa masih banyak tambang liar, bagamana sebenarnya perizinannya?," kata Eva.

Menurut Thamrin, dasar hukum izin tambang itu undang-undang nomor 4 tahun 2008. Sementara jumlah izin usaha pertambangan yang ada sebanyak 10.677 di seluruh Indonesia.

"Kemudian izin yang tidak jelas daerahnya, kabupaten A menyatakan itu daerah dia, sementara kabupaten B menyebut itu daerah dia," lanjut Thamrin.

Sementara, Kabareskrim Komjen Pol Sutarman mengatakan, permasalahan tambang liar terjadi karena banyaknya izin yang terlalu cepat keluar untuk kepentingan tertentu.

"Banyak izin dikebut untuk kepentingan tertentu, sehingga terjadi tumpang tindih perizinan antar instansi dan kementerian, akibatnya terjadi perebutan lahan," kata Sutarman.

Ia mendorong agar dilakukan moratorium untuk menerbitkan pertambangan yang ada di Indonesia, selain untuk mencegah konflik agraria di daerah karena masalah lahan.

"Ke depan harus ada mortorium untuk tertibkan seluruhnya dan perizinan. Anda boleh nambang tapi keuntungannya 10 persen, sisanya untuk kepentingan negara," saran Sutarman.

Sedangkan Anggota Komisi III Eva Sundari mengusulkan segera dilakukannya moratorium perijinan pertambangan sampai adanya penindakan dari pihak kepolisian terkait maraknya pertambangan ilegal.

"Kita ingin perangkat hukum mampu memberikan deteren efek pencegahan terhadap oknum pertambangan ilegal ini," kata Eva.

Menurut Eva, perlu segera disusun dan diambil rekomendasi politik terkait pertambangan ilegal ini. "Menkeu jangan gampang memberikan ijin kuasa hutan, begitu juga para Bupati," ujarnya.

Dia menambahkan, Komisi III DPR juga harus menertibkan dan mengawasi para bupati yang bertindak diluar batas terkait pemberian ijin pertambangan.  

Anggota Komisi III DPR lainnya, Ahmad Yani (F-PPP) mengatakan, DPR terlihat tidak berdaya karena yang datang dan menghadiri rapat ini bukan pejabat yang mengambil keputusan.

"Persoalan polisi itu di hilir, sementara ada persoalan besar di Hulu, kita perlu mendorong, adanya strategi, roadmap maupun keputusan politik dalam mengelola pertambangan," kata Yani.

Yani mencontohlan royalti bagi negara itu kecil sekali karena itu renegoisasi kita hanya ditataran saja. "Harus dischedule ulang dengan Menteri Keuangan, kapan renegoisasi kontrak dilakukan, Amerika Latin saja bisa mencapai 20 persen, masa dengan Freeport hanya 1 persen," paparnya.

Sebanyak 11 kapolda diundang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan itu. Namun yang hadir hanya 9 Kapolda, yaitu adalah Kapolda Kaltim, Kalteng, Kalsel, Kalbar, Sumbar, NTB, Malut, Babel, Sumut.