Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisah Riski Ardiwarna, Remaja 16 Tahun di Bintan yang Menjadi Tulang Punggung Keluarga
Oleh : Harjo
Selasa | 03-12-2024 | 15:44 WIB
Riski-Bintan.jpg Honda-Batam
Riski Ardiwarna, seorang remaja berusia 16 tahun, bersama ayahnya, Mahendri --penderita tuna netra-- saat ditemui Komunitas Anak Tanjunguban, untuk memberikan dukungan dan bantuan, Selasa (3/12/2024). (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Di sebuah rumah sederhana, di Kampung Cendrawasih, Tanjunguban, Kabupaten Bintan, Riski Ardiwarna --seorang remaja berusia 16 tahun-- menjalani kehidupan yang jauh berbeda dari anak-anak seusianya. Sejak usia 9 tahun, Riski telah menjadi penopang hidup ayahnya, Mahendri, yang mengalami kebutaan total pada kedua matanya.

Mahendri (47) kehilangan penglihatannya secara bertahap setelah kecelakaan lalu lintas pada 2002. Awalnya, penglihatan mata kirinya memburuk hingga sepenuhnya buta pada 2011. Pada 2018, mata kanannya juga kehilangan fungsi penglihatan secara permanen, meskipun berbagai pengobatan telah dilakukan. Sejak saat itu, Mahendri sepenuhnya bergantung pada Riski.

"Dulu, saat Riski masih kelas 2 SD, saya mulai kehilangan penglihatan. Ia langsung mengambil peran besar, membantu memenuhi kebutuhan kami dengan bekerja sebagai asisten penjual sate," kenang Mahendri, saat ditemui bersama Komunitas Anak Tanjunguban, Selasa (3/12/2024).

Kini, di tengah kesibukannya sebagai siswa kelas 9 di SMPN 12 Bintan, Riski --yang ditinggal kabur ibunya sejak usia balita-- tetap menjalankan tanggung jawabnya untuk menghidupi dirinya dan sang ayah. Mereka tinggal di rumah kontrakan kecil dengan biaya sewa Rp 200 ribu per bulan.

"Saya berharap anak saya bisa memiliki masa depan yang lebih baik dan tetap melanjutkan pendidikannya," kata Mahendri, penuh harap, didampingi Riski yang terlihat tegar meski usianya masih belia.

Kisah Riski menggugah hati banyak pihak, termasuk Komunitas Anak Tanjunguban. Koordinator komunitas, Sudarsono, mengaku terkejut mendengar seorang anak muda harus mengemban beban hidup sebesar itu.

"Setelah kami telusuri, ternyata benar. Seorang anak SMP merawat ayahnya yang buta total. Kehidupan mereka benar-benar penuh perjuangan," ungkap Sudarsono.

Komunitas tersebut bergerak cepat menggalang bantuan dana dan sembako dari berbagai pihak. Dana yang terkumpul digunakan untuk melunasi tunggakan sewa rumah keluarga Riski, serta memberikan bantuan tambahan untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

"Ini bukan hanya soal membantu, tapi juga mengingatkan kita semua, termasuk pemerintah, bahwa masih banyak warga yang membutuhkan perhatian lebih," tambah Sudarsono.

Sudarsono berharap langkah kecil ini menjadi awal dari perhatian yang lebih luas terhadap warga yang kurang mampu. Ia mengimbau pemerintah untuk meningkatkan pendataan dan menyalurkan bantuan dengan tepat sasaran.

"Kami berharap kisah Riski memotivasi lebih banyak orang untuk peduli. Bukan hanya soal bantuan sesaat, tetapi juga memastikan mereka memiliki masa depan yang lebih baik," tutupnya.

Di balik perjuangan hidupnya, Riski tetap bersemangat melanjutkan pendidikannya. Ia berharap suatu hari bisa membanggakan sang ayah dengan kesuksesannya.

Kisah Riski adalah potret nyata keberanian seorang anak dalam menghadapi tantangan hidup. Di tengah keterbatasan, ia menunjukkan bahwa cinta dan tanggung jawab mampu mengatasi segala rintangan. Ini juga menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya solidaritas dan perhatian terhadap mereka yang membutuhkan.

Editor: Gokli