Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kebun Sawit, Inspirasi Film The Act of Killing
Oleh : dd/tc
Senin | 01-10-2012 | 10:29 WIB

JAKARTA, batamtoday - Bagaimana bisa sutradara film The Act of Killing Joshua Oppenheimer sampai ke Sumatera dan kemudian bertemu dengan Anwar Congo? 


Majalah Tempo 1 Oktober 2012 mengupas soal perjalanan sutradara Oppenheimer menemukan ide filmnya. Oppenheimer menginjak Sumatera pada 2001. Saat itu, ia membuat film dokumenter mengenai buruh perkebunan sawit di kawasan Matapao, Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

"Saya ingin mengangkat persoalan mereka, seperti kesulitan membentuk serikat buruh," kata Oppenheimer mengenang.

Oppenheimer ingat, selama pembuatan film itu, ia mendapatkan fakta menarik. Para buruh tersebut ternyata hidup bertetangga dengan orang-orang yang banyak membunuh buruh PKI pada 1965-1966. "Mereka bertetangga dengan jagal yang membunuh bapak, paman, dan bibi mereka sendiri," ujarnya.

Pada satu kesempatan, Oppenheimer berbincang-bincang dengan salah satu jagal. Jagal itu bercerita bagaimana dia membunuh anggota serikat buruh yang berafiliasi dengan PKI--dengan perincian yang mengerikan. "Bayangkan, ia bercerita di depan cucu perempuannya yang berusia 9 tahun," kata Oppenheimer.

Oppenheimer mengaku terpana oleh keterbukaan jagal ini. Oppenheimer memfilmkan mantan pemimpin pasukan pembunuh bernama Amir Hasan yang tinggal di Kecamatan Teluk Mengkudu, Serdang Bedagai. 

Setelah memfilmkan Amir Hasan, Oppenheimer bertemu dengan banyak tokoh jagal lain. Pada 2005, Oppenheimer berkenalan dengan Anwar Congo. Anwar dikenal sebagai preman bioskop. Dia dulu menguasai pasar gelap karcis di Medan Bioskop.

Oppenheimer menemukan bukti bahwa anggota pasukan pembunuh di Medan pada 1965 rata-rata direkrut dari preman bioskop. Ini terjadi karena preman bioskop membenci kaum kiri lantaran mereka memboikot film-film Amerika.