Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Imlek Fitri
Oleh : Redaksi
Sabtu | 01-02-2025 | 08:24 WIB
Imlek-2025.jpg Honda-Batam
Persebaya ikut merayakan Imlek dengan mengadakan pertunjukan Barongsai sebelum laga Persebaya vs Persita, Jumat, 31 Januari 2025. (Foto: Boy Slamet-Harian Disway)

Oleh Dahlan Iskan

LEBIH 20 orang Tionghoa saya kirimi pertanyaan: mana yang lebih meriah, Imlek tahun ini atau tahun lalu.

Hanya dua yang menjawab lebih meriah tahun ini. Salah satunya teman Tionghoa dari Semarang.

"Tahun ini banyak acara di Semarang. Terutama di Pasar Imlek Semawis," ujar Gouw Ivan Siswanto, pengusaha muda nan sukses di Semarang.

"Apalagi tahun ini tidak ada banjir di Semarang. Prestasi besar Mbak Ita yang akan mengakhiri jabatan sebagai wali kota Semarang," katanya.

Satunya lagi pengusaha besar di Surabaya: Teguh Kinarto. Teguh termasuk raja real estate. Ketua Lions Club se-Indonesia. Juga ketua Paguyuban Tulang Rusuk yang terkenal di lingkungan umat Katolik.

Mungkin suasana hati Teguh lagi bahagia. Bisa kumpul dengan semua anak-cucu dalam keadaan lebih segar dan sehat. Ia rajin stem cell. Di mana ada yang terbaru ia datangi. Pun sampai ke Taiwan. Ia begitu mengutamakan kesehatan. Dua tahun lalu, saya lihat, wajah dan badannya tidak sesegar sekarang.

Yang terbanyak menjawab: lebih meriah tahun lalu. "Mungkin karena tahun lalu Tahun Naga," ujar Liong Pangkey, aktivis barongsai asal Gorontalo.

Banyak juga yang menjawab: tahun ini kurang meriah karena banjir di mana-mana. Hujan memang turun merata. Di malam tahun baru. Deras. Lama. Saya sendiri terjebak kemacetan parah di Kelapa Gading, Jakarta.

Saya meninggalkan acara pukul 21.00. Langsung kena banjir. Macet total. Tidak bergerak selama dua jam. Menjelang pukul 00.00 baru tiba di SCBD. Menyesal. Mending tetap di tempat acara: ada musik live dan banyak makanan.

Tapi salah satu teman saya, Ailing, harus cepat pulang. Ia harus sembahyang di tepat pukul 00.00. Begitulah umumnya orang Tionghoa. Di malam tahun baru Imlek, setelah kumpul dan makan bersama keluarga, mereka siap-siap kiyamul lail --sembahyang tengah malam.

"Kalau teman-teman yang saya tanyakan tadi, lebih dari 10 org bilang bahwa Imlek tahun ini biasa-biasa saja, mungkin karena Makassar dua hari ini hujan keras," ujar Nova, wanita vegetarian dari Makassar

Andre So sembahyang di Kelenteng di Tulungagung. "Saya kaget sekali. Tahun ini hanya ada 9 atau 10 orang dari empat keluarga," katanya. Andre lulusan Taiwan. Ia yang ikut mengurus beasiswa sekolah di Tiongkok di yayasan yang saya pimpin.

"Omzet angpao anak-anak juga menurun," ujar Indri di Alam Sutra Jakarta. "Anak-anak yang saya tanya, tahun ini hanya dapat angpao separonya tahun lalu," katanyi.

Dia menduga ekonomi tahun ini lebih lesu. "Saya lihat orang-orang yang pakai baju Imlek warna merah juga sangat berkurang," tambahnyi.

Ada juga yang menjawab begini: "Imlek tahun ini lebih serasa Lebaran. Di mana-mana ramai. Bukan hanya merayakan Imlek tapi lebih karena liburan," ujar De-Reno, pendeta yang sekarang jadi produsen animasi Minilemon.

Imlek tahun ini memang bersamaan dengan libur panjang. Di mana-mana penuh orang liburan. Suasana Imlek seperti terkubur suasana liburan.

Saya sengaja tidak bertanya ke teman-teman di Kalbar. Pontianak pasti tetap ramai --meski tujuh kabupatennya juga dilanda banjir.

Hanya di Pontianak-lah di hari pertama sampai ketiga Imlek orang ramai kunjung-mengunjungi. Pun yang bersuku Melayu dan beragama Islam. Mereka berkunjung ke rumah teman mereka yang Tionghoa.

Tokoh-tokoh Tionghoa sampai pasang tenda di depan rumah: open house. Khusus di hari kunjung-mengunjungi ini rumah-rumah orang Tionghoa menyediakan suguhan halal. Itu pertanda banyaknya orang Islam berkunjung ke teman mereka yang Tionghoa.

Ketika mempersilakan tamunya makan, tuan rumah biasanya memberi penjelasan pendek: semua makanan yang disajikan itu halal. Bahkan tuan rumah sampai menambahkan penjelasan: "makanan ini kami beli dari katering Bu Haji A atau B".

Penjelasan tambahan itu mereka anggap perlu. Mereka tahu banyak tamu yang cukup keras dalam menyikapi halalnya makanan. Bukan hanya bahannya yang harus halal, tempat masaknya pun bukan yang pernah dipakai masak babi. Maka mereka menjelaskan bahwa masakan itu dibeli dari katering yang sudah dikenal halalnya.

Tuan rumah sendiri sudah makan masakan babi di malam Imlek bersama keluarga. Di hari Imleknya sendiri suguhan pada umumnya mirip dengan suguhan di saat hari raya Idulfitri. Maka hanya di Kalbar hari raya Imlek serasa Idulfitri.

Di Kalbar yang sedih tahun ini kebetulan bukan yang merayakan Imlek: Sutarmiji. Ia gagal terpilih kembali sebagai gubernur Kalbar. Padahal incumbent. Padahal rajin bersih-bersih aparat bawahannya. Padahal lumayan sukses.

Ia gubernur yang banyak memotong anggaran yang tidak perlu. Pun anggaran di DPRD.

Rumah sakit Kalbar ia bangun dengan bagusnya. Ia malu banyak orang Pontianak berobat ke Kuching di Serawak –setahun bisa mencapai 1.500 orang.

Tarmiji punya ''kesalahan besar": bersih dan bersih-bersih. Banyak yang tidak suka padanya. Inilah kenyataan hidup perpolitikan Indonesia: bersih itu baik, bersih-bersih itu dibenci.

Sedihnya lagi, yang mengalahkannya adalah orang yang selama lima tahun jadi wakil gubernurnya: Ria Norsan.

Padahal sang wakil sempat ikut deklarasi maju bersama Sutarmiji lagi.

Rupanya ada tawaran dari PDI-Perjuangan. Ia akan dicalonkan sebagai gubernur manakala mau menggandeng kader partai itu sebagai cawagub: Krisantus Kurniawan. Suku Dayak.

Itu peluang besar. Cawagub yang disodorkan itu satu-satunya tokoh Dayak pada tiga pasangan. Krisantus anggota DPR dari PDI-Perjuangan.

Begitulah di Kalbar. "Begitu tokoh Melayu pecah, tokoh Dayak yang terpilih". Apalagi kali ini Melayunya pecah ke tiga pasangan.

Sedihnya lagi, adik kandung Sutarmiji juga kalah di pemilihan wali kota Pontianak. Bencana keluarga.

Sebaliknya mantan wakilnya itu terpilih dengan selisih suara lebar: 54 persen vs 36 persen. Sisanya untuk pasangan ketiga. Apalagi, istri gubernur terpilih ini juga terpilih sebagai bupati Mempawah: Hj Erlina Ria Norsan SH MH.

Satu keluarga begitu berduka. Satu keluarga begitu bersuka.

Waktu pun terus berlalu. Suka dan duka hanya soal waktu. Imlek meriah dan tidak meriah juga hanya soal siapa yang lebih banyak memberi dan mendapat angpao.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia