Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Di Tengah Risiko Perlambatan Ekonomi Dunia dan Ketidakpastian Pasar Keuangan Global

Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan IV Tahun 2023 Tetap Terjaga
Oleh : Aldy
Rabu | 31-01-2024 | 14:20 WIB
KSSK-I-2024.jpg Honda-Batam
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK I - 2024 pada Senin (29/01/2024). (Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan IV - 2023 tetap terjaga di tengah risiko perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian pasar keuangan global. Perkembangan ini didukung oleh kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resilien, serta koordinasi dan sinergi KSSK yang terus diperkuat.

Dengan perkembangan tersebut, kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik secara keseluruhan tahun 2023 terjaga baik dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK I - 2024 pada Senin (29/01/2024) berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko perlambatan ekonomi dan berlanjutnya ketidakpastian global di tahun 2024, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.

Pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mereda di tengah divergensi antarnegara yang semakin melebar. World Bank dalam Global Economic Prospect Januari 2024 memprakirakan pertumbuhan ekonomi global melambat dari sebelumnya 3,0 persen di tahun 2022 ke 2,6% yoy di tahun 2023 dan kembali menurun menjadi 2,4 persen yoy di tahun 2024.

Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh cukup kuat di tahun 2023, namun meningkatnya tekanan fiskal, khususnya beban pembayaran bunga utang serta rasio utang pemerintah menjadi risiko utama ke depan.

Sementara itu, ekonomi Eropa masih lemah dan ekonomi Tiongkok cenderung melambat akibat berlanjutnya krisis sektor properti serta tekanan utang pada pemerintah provinsi. Di sisi lain, tren penurunan inflasi global berlanjut, terutama di AS, sehingga menahan tekanan kenaikan suku bunga acuan The Fed serta yield US Treasury.

Capital inflow ke EMs kembali meningkat di akhir tahun 2023, termasuk ke Indonesia. Memasuki tahun 2024, berbagai risiko global perlu dicermati, seperti pelemahan ekonomi di sejumlah negara utama, meningkatnya tensi geopolitik dan fragmentasi global, serta meningkatnya tekanan fiskal di banyak negara.

Di tengah ketidakpastian dan perlambatan global, ekonomi Indonesia tetap resilien, ditopang masih kuatnya permintaan domestik. Ekonomi domestik sampai dengan Triwulan III 2023 tumbuh 5,05 persen (ytd), terutama ditopang konsumsi dan investasi. Aktivitas konsumsi yang masih kuat didukung inflasi yang terkendali, menurunnya tingkat pengangguran, serta peran APBN sebagai shock absorber dalam menjaga daya beli masyarakat. Investasi juga dalam tren menguat sejak Triwulan I 2023 sejalan dengan percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Memasuki Triwulan IV-2023, tanda-tanda resiliensi aktivitas ekonomi domestik berlanjut, tercermin pada angka PMI manufaktur yang konsisten ekspansif, surplus neraca perdagangan yang terus berlanjut, serta beberapa indikator dini yang masih kuat, seperti indeks penjualan riil dan keyakinan konsumen. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan berkisar 5,0%, angka pengangguran turun menjadi 5,32 persen, dan angka kemiskinan menjadi 9,36 persen.

Pada tahun 2024, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai 5,2 persen. Proyeksi pertumbuhan yang masih kuat di tahun 2024 terutama didorong oleh penyelenggaraan pemilu yang berdampak positif pada aktivitas konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun masyarakat, serta berlanjutnya penguatan investasi sejalan dengan progres penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN).

Stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga, sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada akhir Desember 2023 secara point to point (ptp) menguat 1,11 persen yoy dibandingkan akhir tahun sebelumnya, atau lebih baik jika dibandingkan dengan Baht Thailand dan Peso Filipina yang hanya menguat masing-masing sebesar 0,76 persen dan 0,62 persen yoy.

Penguatan ini turut didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan kembali masuknya aliran portofolio asing, sejalan dengan tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik dan tetap positifnya prospek ekonomi Indonesia.

Ke depan, nilai tukar Rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat didukung oleh meredanya ketidakpastian global, kecenderungan penurunan yield obligasi negara maju, dan menurunnya tekanan penguatan dolar AS. Positifnya perkembangan nilai tukar Rupiah ke depan didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia serta penguatan strategi operasi moneter pro-market Bank Indonesia dalam rangka menarik aliran masuk portofolio asing dan pendalaman pasar uang. Selain itu, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.

Inflasi menurun dan terjaga dalam kisaran sasaran. Inflasi IHK Desember 2023 tercatat sebesar 2,61 persen yoy, berada dalam kisaran 3,0+/-1 persen dan lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5,51 persen yoy. Penurunan inflasi dipengaruhi oleh terjaganya berbagai komponen inflasi sebagai hasil nyata konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia yang pro-stability serta sinergi erat kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Inflasi inti 2023 terjaga rendah sebesar 1,80 persen yoy dipengaruhi oleh imported inflation yang rendah, ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, dan kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik. Inflasi volatile food sebesar 6,73 persen yoy terus diupayakan pengendaliannya melalui sinergi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) dan penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam mengendalikan harga pangan, termasuk dari dampak El Nino.

Selain itu, inflasi kelompok administered prices tercatat sebesar 1,72 persen yoy, sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk turut menjaga daya beli masyarakat. Ke depan, kebijakan moneter yang pro-stability dan sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) terus diperkuat guna memastikan inflasi tahun 2024 berada dalam kisaran 2,5+/-1 persen.

Kinerja APBN tahun 2023 juga masih kuat di tengah penurunan harga komoditas dan kinerja perekonomian global. Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp 2.774,3 triliun atau 112,6 persen dari target APBN, dengan penerimaan perpajakan yang melampaui target sebesar Rp 2.155,4 triliun (tumbuh 5,9 persen yoy).

Kinerja positif tersebut ditopang oleh masih kuatnya aktivitas ekonomi domestik serta efektivitas reformasi perpajakan yang diluncurkan pada akhir tahun 2021. Rasio perpajakan tercatat sebesar 10,2 persen PDB. Sementara itu, kinerja PNBP meningkat signifikan mencapai Rp 605,9 triliun, terutama ditopang oleh optimalisasi pengelolaan SDA, peningkatan kinerja BUMN, dan inovasi layanan pada berbagai KL.

Belanja Negara terserap optimal sehingga mampu menjaga kinerja perekonomian nasional di tengah berbagai tantangan dan mendukung agenda pembangunan. Realisasi penyerapan Belanja Negara mencapai Rp 3.121,9 triliun atau 102 persen dari pagu APBN, mampu menopang perekonomian dalam menghadapi perlambatan global dan mendukung berbagai agenda pembangunan Pemerintah seperti penurunan stunting, kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, serta PSN.

Risiko fiskal terkendali, tercermin dari keseimbangan primer yang mencatatkan surplus disertai strategi pembiayaan yang pruden. Keseimbangan primer tercatat surplus Rp 92,2 triliun, pertama kali sejak tahun 2012, dan defisit anggaran yang jauh lebih rendah (1,65% PDB) dari target defisit sebelumnya (2,84 persen PDB).

Realisasi pembiayaan anggaran tahun 2023 mencapai Rp 359,5 triliun, turun 39,2 persen dibandingkan tahun 2022. Sejalan dengan konsolidasi fiskal dan pulihnya ekonomi nasional, pembiayaan utang di tahun 2023 dapat diturunkan dari target APBN TA 2023 yang sebesar Rp 696,3 triliun menjadi Rp 407,0 triliun (turun 41,5 persen dari tahun 2022).

Pembiayaan utang dilaksanakan secara pruden dengan tetap menjaga keseimbangan antara biaya (cost of fund) dan risiko utang. Dengan berbagai perkembangan positif tersebut, rasio utang Pemerintah turun menjadi 38,6 persen PDB di tahun 2023 dari sebelumnya 39,7 persen PDB di tahun 2022.

Kementerian Keuangan akan terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli dan menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian dan perlambatan global. Berbagai paket kebijakan diluncurkan pada Triwulan IV - 2023 guna menjaga daya beli masyarakat dan mendorong permintaan domestik, antara lain melalui penebalan bantuan sosial bagi kelompok miskin dan rentan dalam bentuk BLT El Nino dan bantuan pangan, penguatan akses pembiayaan bagi UMKM melalui percepatan program KUR, serta dukungan penguatan sektor perumahan melalui insentif fiskal (PPN DTP) dan Bantuan Biaya Administrasi (BBA) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pemerintah juga secara konsisten tetap mendukung berbagai agenda pembangunan, antara lain penurunan stunting, penghapusan kemiskinan ekstrem, dukungan pelaksanaan Pemilu, dan penyelesaian PSN.

Pada tahun 2024, APBN akan terus dioptimalkan shock absorber sekaligus memberikan stimulus bagi perekonomian nasional serta mendorong akselerasi transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sementara kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth).

Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, Bank Indonesia mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen. Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5+/-1 persen pada 2024 juga terus memperkuat stabilisasi nilai Rupiah untuk mengendalikan imported inflation dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global, melalui: (i) Intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) ) dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; (ii) Penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI); serta (iii) penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.

Bank Indonesia terus memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan, antara lain dengan:

a. Meningkatkan efektivitas implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas yang memiliki daya ungkit besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui pemetaan secara berkala atas sektor-sektor prioritas dan penguatan koordinasi dengan Pemerintah, otoritas keuangan, perbankan dan pelaku usaha. Implementasi KLM telah memberikan tambahan likuiditas ke sektor keuangan sebesar Rp165 triliun per posisi Desember 2023, atau meningkat sebesar Rp56 triliun sejak penerapan KLM pertama kali di 1 Oktober 2023;

b. Menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6 persen menjadi 5 persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5 persen; dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5 persen menjadi 3,5 persen untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5 persen, yang berlaku efektif sejak 1 Desember 2023. Penurunan ini ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan mendorong pendalaman pasar keuangan, yang berlaku efektif sejak 1 Desember 2023;

c. Melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dan melanjutkan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru, dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko;

d. Mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%;

Bank Indonesia terus mendorong akselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk mempermudah transaksi masyarakat dan memperluas inklusi ekonomi keuangan digital. Tujuan ini dicapai melalui perluasan implementasi QRIS Tarik Tunai, Transfer, dan Setor Tunai (TUNTAS), penetapan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk Usaha Mikro, perluasan kerjasama, perluasan implementasi QRIS Antarnegara, perpanjangan masa berlaku kebijakan kartu kredit (KK) dan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), penguatan implementasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) Segmen Pemerintah dengan mengembangkan KKI fitur Online Payment, serta perluasan sosialisasi, koordinasi, dan monitoring yang lebih intensif, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Keandalan sistem pembayaran akan terus dijaga dan ditingkatkan untuk menjamin kelancaran transaksi ekonomi.

Bank Indonesia terus mengarahkan seluruh kebijakan pendukung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia memperkuat dan memperluas kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra, khususnya di area kebanksentralan termasuk mempercepat konektivitas pembayaran dan Local Currency Transactions (LCT), serta memfasilitasi promosi investasi, perdagangan, dan pariwisata di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.

BI terus bersinergi secara erat dengan Pemerintah, perbankan, dan institusi lainnya untuk melanjutkan dukungan pengembangan UMKM serta Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank Indonesia juga melanjutkan pendalaman pasar uang dan valas, berkoordinasi dengan pemangku kebijakan lainnya, dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.

Untuk menjaga stabilitas makrekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi, sinergi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan Pemerintah terus ditingkatkan. Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).

Stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) nasional terjaga, didukung oleh permodalan yang kuat dan profil risiko yang terkendali. Di tengah kondisi ketidakpastian global, industri perbankan Indonesia pada tahun 2023 tetap resilien dan berdaya saing kuat didukung permodalan perbankan yang tetap solid dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan yang tinggi mencapai 27,69 persen.

Kinerja intermediasi pada tahun 2023 tumbuh positif dengan kredit perbankan mencapai Rp 7.090 triliun, tumbuh sebesar 10,38% yoy, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit modal kerja dan kredit investasi masing-masing sebesar 10,05% yoy dan 12,26 persen yoy. Seiring pemulihan pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp 265,8 triliun (Des 2022: Rp 469,2 triliun). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada tahun 2023 mencapai Rp 8.458 triliun, tumbuh 3,73 persen yoy, terutama didukung pertumbuhan giro yang mencapai 4,57 persen yoy.

Likuiditas perbankan pada Desember 2023 dalam level yang memadai. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 127,07% dan 28,73 persen, jauh di atas threshold 50 persen dan 10 persen. Kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net sebesar 0,71 persen dan NPL gross sebesar 2,19 persen.

Di tengah ketidakpastian global dan prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi global, kinerja pasar modal domestik cukup kuat di tahun 2023. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per 29 Desember 2023 ditutup pada posisi 7.272,80 poin atau tumbuh sebesar 6,16 persen ytd. Peningkatan tersebut merupakan yang tertinggi di kawasan ASEAN setelah Vietnam meski investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp 6,19 triliun ytd. Nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp11.674 triliun atau tumbuh sebesar 22,90 persen ytd.

Penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp 255,39 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 83 emiten dan telah melampaui capaian target di 2023 sebesar Rp 200 triliun. Capaian atas kinerja positif IHSG juga ditopang oleh pertumbuhan jumlah investor pasar modal yang mencapai double digit sebesar 18,04 persen menjadi 12,17 juta investor.

Sampai dengan 26 Januari 2024, IHSG tercatat di level 7.137,09 dengan investor nonresiden mencatatkan beli bersih Rp 5,78 triliun (ytd). Nilai kapitalisasi pasar per 26 Januari 2024 mencapai Rp 11.346 triliun. OJK optimis ruang pertumbuhan bagi industri pasar modal Indonesia masih luas untuk semakin memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.

Perkembangan Sektor Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) menunjukkan peningkatan. Akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama tahun 2023 mencapai Rp 320,88 triliun atau tumbuh 3,02 persen yoy. Secara umum permodalan di industri asuransi menguat, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 458,01 persen dan 362,21 persen, jauh diatas threshold.

Di sisi industri dana pensiun, aset dana pensiun per Desember 2023 tumbuh 6,91 persen yoy dengan nilai aset sebesar Rp 368,70 triliun. Sementara pada perusahaan penjaminan, nominal imbal jasa penjaminan yang ditangguhkan di Desember 2023 tercatat sebesar Rp 16,75 triliun dengan nilai aset mencapai Rp 46,41 triliun.

Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) juga menunjukkan perkembangan yang positif. Piutang pembiayaan pada perusahaan pembiayaan tumbuh di level yang tinggi sebesar 13,23% yoy pada Desember 2023, didukung oleh pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing meningkat sebesar 15,10% yoy dan 8,98 persen yoy. Profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) net tercatat sebesar 0,78 persen dan NPF gross sebesar 2,44 persen. Gearing ratio perusahaan pembiayaan menunjukkan tren yang positif dan tercatat sebesar 2,26 kali.

Sementara itu, outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending di 2023 mencapai Rp59,64 triliun, tumbuh 16,67 persen yoy dengan penyaluran kepada UMKM sebesar Rp 20,87 triliun (34,99 persen dari total pembiayaan P2P). Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga sebesar 2,93 persen.

Di tengah pasar keuangan domestik yang resilien, OJK tetap mewaspadai faktor-faktor risiko yang berpotensi memengaruhi kinerja sektor jasa keuangan ke depan. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain berupa downside risk dari pelemahan perekonomian Tiongkok, eskalasi tensi geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas ekspor. Selain itu, OJK juga meminta Lembaga Jasa Keuangan (LJK) agar tetap mencermati faktor-faktor risiko tersebut dan secara berkala melakukan uji ketahanan dalam rangka mengukur kemampuan LJK dalam menyerap potensi risiko yang terjadi.

OJK terus memperkuat kebijakan di bidang pasar modal, perbankan, dan industri keuangan non-bank dalam rangka melanjutkan penguatan SJK dan infrastruktur pasar. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain:

a. Memberikan pedoman serta kepastian hukum bagi perusahaan dual listed dalam menyusun laporan keuangan berbasis Standar Akuntansi Keuangan Internasional;

b. Mendukung transformasi digital sektor perbankan dan memberikan level of playing field yang sama kepada industri perbankan dalam pengembangan layanan digital;

c. Menyempurnakan pengaturan industri perasuransian melalui (i) penguatan kapasitas permodalan dan kelembagaan pada industri perasuransian, serta memberikan kepastian hukum melalui penyelenggaraan mekanisme perizinan yang lebih efektif dan efisien; (ii) penyempurnaan mekanisme pelaporan dan identifikasi kepemilikan asing, peningkatan persyaratan modal disetor dan ekuitas minimum, serta pemisahan fungsi utama dalam susunan organisasi; dan (iii) pengelolaan yang lebih prudent terhadap eksposur risiko yang muncul dari pemasaran dan pengelolaan jenis produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah, dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah;

d. Memperkuat tata kelola investasi dana pensiun melalui persyaratan kompetensi bagi pengurus dana pensiun, serta persyaratan tambahan terkait penempatan investasi yang cenderung berisiko tinggi;

e. Mengatur penyelenggaraan usaha Perusahaan Modal Ventura (PMV) dan Perusahaan Modal Ventura Syariah (PMVS), antara lain mengelompokkan PMV kedalam venture capital corporation dan venture debt corporation, perluasan mekanisme divestasi, larangan penyaluran dana ventura kepada instrumen derivatif, penyelenggaraan rapat umum pemegang unit penyertaan dana ventura, serta penilaian tingkat kesehatan dan penerapan manajemen risiko; dan

f. OJK juga terus melakukan berbagai langkah-langkah penegakan ketentuan untuk menjaga integritas pasar keuangan.

OJK juga telah meluncurkan Peta Jalan Pengawasan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan edukasi pelindungan konsumen (PEPK) 2023-2027. Peta jalan tersebut ditujukan sebagai pedoman dalam pengembangan industri jasa keuangan melalui penguatan literasi dan perluasan inklusi keuangan, penciptaan PUJK yang berintegritas, serta penguatan pelindungan konsumen yang lebih optimal. Peta Jalan Pengawasan PEPK 2023-2027 memiliki empat strategi sebagai pilar penyokongnya yaitu: (1) Literasi dan inklusi keuangan, (2) Pengawasan Market Conduct, (3) Pelindungan Konsumen dan Masyarakat, serta (4) Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal.

Dari penjaminan simpanan, jumlah rekening nasabah Bank Umum yang dijamin seluruh simpanannya oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada bulan Desember 2023 sebanyak 99,94% dari total rekening atau setara 559.561.629 rekening. LPS secara berkelanjutan terus melakukan asesmen dan evaluasi terhadap Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) agar tetap akomodatif dan sejalan dengan pemulihan kondisi perekonomian dan kinerja perbankan. Pengumuman penetapan TBP dijadwalkan efektif per 1 Februari 2024.

Dari sisi penjaminan dan resolusi, kebijakan LPS terus diupayakan untuk memperkuat proses pemulihan ekonomi, menjaga stabilitas SSK serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Kebijakan LPS untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat salah satunya dilakukan melalui percepatan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR yang ditangani oleh LPS.

Selanjutnya dalam konteks turut serta menjaga SSK, LPS akan mengoptimalkan proses penanganan bank pada periode status Bank Dalam Penyehatan (BDP) dan Bank Dalam Resolusi (BDR) diantaranya mencakup kegiatan uji tuntas, penjajakan kepada Bank lain dan calon investor, serta pelaksanaan opsi resolusi Bank yang sesuai ketentuan perundang-undangan.

Selain itu, LPS juga senantiasa memonitor kecukupan cakupan penjaminan simpanan sesuai Undang-Undang LPS, memastikan efektivitas mekanisme early involvement dan koordinasi dengan anggota KSSK dalam pelaksanaan resolusi serta persiapan program penjaminan polis, serta terus meningkatkan kegiatan sosialisasi mengenai program penjaminan simpanan.

KSSK berkomitmen terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi risiko perlambatan ekonomi dan ketidakpastian global terutama potensi rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinated policy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK.

Dengan telah diundangkannya UU P2SK, Pemerintah, Bank Indonesia, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan perumusan peraturan pelaksanaan amanat UU P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan dan masyarakat. KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan April 2024.

Editor: Gokli