Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR RI Nilai Putusan MK soal Sistem Terbuka Jaga Stabilitas Persiapan Pemilu 2024
Oleh : Irawan
Kamis | 22-06-2023 | 08:52 WIB
jimly_saiful_huda_b.jpg Honda-Batam
diskusi Empat Pilar MPR bertajuk 'Putusan MK dengan Sistem Pemilu Terbuka Memperkuat NKRI', Rabu (21/6/2023) (Foto: BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota MPR dari DPD Jimly Asshiddiqie meminta seluruh pihak untuk menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilu 2024 yang tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Menurutnya keputusan tersebut final dan mengikat, serta diharapkan dapat menjaga stabilitas persiapan pemilu.

"Mahkamah Konstitusi telah memutuskan sistem pemilu, yaitu Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Keputusan itu sudah final dan mengikat sehingga tidak usah dibicarakan lagi. Kita hormati dan kita laksanakan saja putusan MK tersebut sehingga stabilitas tetap terjaga dan persiapan Pemilu dan Pilpres serta Pilkada 2024 bisa berjalan lancar," kata Jimly dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk 'Putusan MK dengan Sistem Pemilu Terbuka Memperkuat NKRI', Rabu (21/6/2023).

Mantan Ketua MK menilai munculnya ide sistem pemilu proporsional tertutup bukan tanpa sebab. Sehingga tetap perlu mendengar alasan logis dari pihak yang menginginkan pemilu dengan sistem tertutup.

"Karena itu, ke depan perlu juga dipikirkan apakah sistem proporsional terbuka ini sudah ideal atau masih banyak kelemahannya. Mana yang lebih banyak, manfaatnya atau mudharatnya," ujarnya.

Jimly menambahkan sistem proporsional terbuka tidak membantu pelembagaan partai politik, di antara caleg satu partai bisa bermusuhan. Sebaliknya sistem proporsional tertutup jangan dianggap tidak bermanfaat.

Sebab dengan proporsional tertutup, lanjut dia, terjadi pelembagaan dan penguatan kepartaian yang lebih efektif. Selain itu sistem proporsional tertutup juga bisa mencegah demoralisasi politik.

"Pemilu bukan soal menang atau kalah. Kualitas dan integritas demokrasi kita juga ditentukan oleh moralitas dalam politik, moralitas kepemimpinan. Jangan semua pemimpin yang kita pilih ini transaksional. Ini berbahaya," imbuhnya.

Kendati demikian, senator dari DKI Jakarta ini menjelaskan pelaksanaan sistem proporsional tertutup tentu harus ada syaratnya.

"Kalau partai masih tertutup seperti sekarang dan demokrasi di internal partai belum tumbuh, maka proporsional tertutup bisa berbahaya karena hanya satu orang yang menentukan, yaitu Ketua Umum Partai, yang regenerasinya turun temurun menjadi dinasti politik," jelasnya.

"Sembilan partai (di parlemen) saat ini hanya ada sembilan orang Ketua Umum. Dia yang menentukan capres, cawapres, termasuk nomor urut caleg. Artinya tidak ada demokrasi di internal partai. Partai tertutup sama sekali," sambungnya.

Adapun syarat tersebut antara lain adanya proses demokrasi di internal partai, keterbukaan partai, serta modernisasi partai yang sudah berjalan. "Ke depan, menurut saya, memang lebih tepat menggunakan sistem proporsional tertutup. Tetapi dengan syarat-syarat tadi," katanya.

Sementara itu, anggota MPR dari Fraksi PKB, Syaiful Huda menambahkan pemilu, baik dengan sistem proporsional terbuka maupun tertutup masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.

"PKB siap dengan sistem manapun. Ketika MK memutuskan sistem proporsional terbuka, kita menangkap semangatnya adalah jangan sampai terjadi politik transaksional yang lebih parah lagi ke depan. Sistem proporsional terbuka atau tertutup punya potensi (politik transaksional) yang sama. Tapi prinsipnya kita ingin mengakhiri secepatnya politik transaksional ini," katanya.

Dia menyebutkan tantangan sistem proporsional terbuka lebih berat. Selain harus memperkuat peran, partai juga dituntut untuk mampu menyeleksi banyak figur (caleg).

"Kita harus jujur, dengan sistem proporsional terbuka, caleg harus berkompetisi dalam dua level sekaligus, yaitu level di internal partai dan level di luar partai. Di dalam internal partai terjadi kompetisi antar caleg untuk mendapatkan suara terbanyak. Pada saat yang sama, caleg harus berkompetisi dengan caleg eksternal dari partai politik lain. Ini tentu tidak mudah," terangnya.

Editor: Surya