Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Nasib Mantan Atlet di Indonesia

Habis Manis Sepah Dibuang
Oleh : Hendra Zaimi / Dodo
Selasa | 22-02-2011 | 16:50 WIB
Gurnam-Singh.gif Honda-Batam

Habis Manis Sepah Dibuang - Gurnam Singh, mantan manusia tercepat di Asia dari Indonesia terpaksa harus menjalani masa tuanya dengan terlunta-lunta. Pemerintah dinilai tidak memperhatikan kesejahteraan para mantan atlet Indonesia yang pernah mengharumkan negara di kancah internasional. (Foto: Istimewa)

Batam, batamtoday - Pemerintah selama ini dinilai tidak bisa memberikan jaminan kepada atlet dan mantan atlet Indonesia yang telah mengharumkan nama bangsa di kancah internasional, sehingga baik atlet maupun mantan atlet di Indonesia banyak yang tidak jelas masa depannya.

"Habis manis sepah dibuang," kata  Taufik Hidayat, peraih emas Olimpiade 2004 Athena ini kepada wartawan di Batam, Selasa, 22 Februari 2011.

Taufik mengatakan selama ini pemerintah hanya memberikan perhatian hanya sebatas penghargaan dan bonus saja, itu diberian kepada atlet jika memberikan prestasi yang baik bagi negara, sedangkan jaminan ke depan untuk para atlet sampai saat ini perhatiannya sangat kurang.

"Tidak ada jaminan hari depan bagi atlet bila sudah pensiun nanti," lanjutnya.

Menurutnya lagi, regenerasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap para atlet di Indonesia minim, perhatian ini sangat kurang dibanding negara-negara lain yang sangat memberikan perhatian yang serius kepada atlet mereka sehingga bersemangat dalam memberikan prestasi buat negara.

Setali tiga uang dengan Taufik, Ricky Subagja mantan atlet nasional yang kini menjabat sebagai pengurus harian Pengda PBSI Kepri mengatakan, pembinaan olah raga yang dilakukan pemerintah sangat kurang, selain itu dukungan selama ini banyak terbantu oleh sponsor.

"Sponsor ini yang banyak memberikan fasilitasi dalam pembinaan dan pengembangan olah raga di Indonesia," kata Ricky.

"Tidak ada jaminan bagi atlet, baik itu mereka peraih juara dunia, juara Olimpiade, Sea Games ataupun PON sekalipun," lanjutnya.

Namun dia tidak bisa memungkiri adanya penghargaan dan bonus kepada atlet, namun itu hanya sebatas atlet itu masih menjalani profesi yang digelutinya, bukan untuk kejelasan masa depan atlet setelah nanti mereka sudah tidak aktif lagi.

"Profesi atlet ini kan tidak bisa menghasilkan lagi apabila sudah terbentur usia," kata dia.

Pernyataan Taufik dan Ricky ini memang cukup beralasan. Masyarakat Indonesia saat ini hanya bisa melihat bagaimana para mantan atlet itu berjuang keras agar tetap bertahan hidup di tengah usia yang terus menggerogoti.

Kisah seorang Muhammad Sanusi, mantan atlet balap sepeda Indonesia yang berlaga di Olimpiade Roma tahun 1960 kini mengisi hari tuanya dengan menjadi loper koran di Kota Medan.

Sanusi yang saat itu menjadi satu-satunya atlet balap sepeda dari benua Asia yang masuk garis finish, harus berjuang puluhan tahun untuk mendapatkan bantuan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 100 juta guna membeli sebuah rumah.

Nasib yang sama juga dialami Ellyas Pical, mantan juara dunia tinju kelas bantam yunior versi IBF yang terpaksa mengarungi kerasnya kehidupan dengan menjadi 'centeng' diskotik di Jakarta dan akhirnya terjerumus menjadi bandar narkoba.

Hal yang sama juga dialami Gurnam Singh, atlet lari peraih tiga medali emas pada cabang lari pada Asian Games keempat di Jakarta pada tahun 1962, masing-masing pada nomor lari maraton, 5.000 dan 10.000 meter.

Saat dirinya masih berprestasi, pemerintah saat itu memberinya hadiah berupa 20 ekor sapi, dua buah mobil, serta sebuah rumah di Gang Sawo, Medan. Setelah itu kehidupannya mulai tidak menentu; istrinya membawa pergi keenam anaknya pada tahun 1969. Kemudian pada tahun 1972, rumahnya digusur pemerintah daerah karena tidak mempunyai izin mendirikan bangunan (IMB).

Sejak saat itu ia hidup berpindah-pindah, dari satu kerabat ke kerabat lainnya. Terakhir, pada tahun 2003, ia tinggal di sekolah khusus keturunan India di Medan.

Gambaran di atas menunjukkan pemerintah tak lagi memperhatikan para mantan atlet. Padahal, Jenderal Besar Soedirman pernah mengatakan "bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya", sebagaimana mantan atlet yang telah mengharumkan nama Indonesia di mata internasional juga merupakan pahlawan olahraga.

Inilah yang disebut oleh Taufik Hidayat dan Ricky Subagja sebagai 'Habis Manis Sepah Dibuang'.