Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Buntut Penangkapan Kartini dan Heru

Pengangkatan Hakim Tipikor di Daerah akan Dievaluasi Kembali
Oleh : si
Sabtu | 25-08-2012 | 20:16 WIB
djoko_sarwoko.jpg Honda-Batam

Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko

DUA HAKIM hakim ad hoc Pengadilan Tipikor di Semarang dan Pontianak, Kartini Marpaung dan Heru Kusbandono, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beserta pengusaha Sri Dartuti.


Mahkamah Agung (MA) sendiri telah memberhentikan sementara keduanya, dan mendukung langkah KPK untuk memproses lebih lanjut Kartini dan Heru ke meja hijau.

Kasus ini menjadi catatan sendiri bagi Mahkamah Agung (MA) untuk mengevaluasi keberadaan Pengadilan Tipikor di daerah, termasuk juga pengangkatan hakim Tipikor.

MA bertekad akan membersihkan hakim-hakim korup dari Pengadilan Tipikor. Berikut wawancara dengan Djoko Sarwoko, Juru Bicara Mahkamah Agung seperti dikutip dari laman detik.com di Jakarta kemarin.

Apa perkembangan terbaru kasus penangkapan hakim Tipikor di Semarang?

Hari ini ketua majelis perkara Muhammad Yaeni (perkara yang ditangani Kartini) datang bertemu dengan saya dan Ketua MA, Pak Hatta Ali. Si ketua majelisnya, Pragsono namanya, saya tanya 'lo kenapa?' Rupanya dia si hakim ad hoc itu ketemu sama ketua majelisnya. Malah dia (Pragsono) ngomongnya sama panitera itu 'lho kok cuma 100' dan itu sudah direkam oleh KPK.

Saya bilang, siap-siap Anda pasti dipanggil oleh KPK. Jadi dia (Pragsono) membiarkan hakim itu (Kartini). Ya terserah kalau bebas, tapi saya dissenting. Lho kok gitu. Waduh Anda itu membiarkan sebagai hakim karier nggak pantas.

Pak Ketua diam saja, karena Pak Ketua tidak marah sayalah yang marah tadi. Dia datang sendiri. Mungkin dia sudah terasa. Dia yang ketemu pertama kali dengan Heru, itu ketua majelisnya.

Apa tetap lanjut perkara itu (majelisnya)? Yang diganti Kartini atau semua?

Tadi saya bilang ke ketua, ini semuanya harus diganti. Ketuanya harus diganti menurut saya, karena dia sudah terlibat dalam tawar menawar itu. Dia tahu bahwa hakim-hakim anggota ini sedang menerima suap. Kalau sudah tahu kan dia terlibat.

Asmadinata tahu?

Asmadinata sebelum tanggal 17 pulang ke Kuala lumpur, karena istrinya di sana. Mestinya dicegah dahulu, biar nggak bisa ke luar negeri. Kan begitu. Sampai sekarang belum pulang.

Dari pengakuan Pragsono, Asmadinata tahu?

Pragsono tidak tahu. Karena yang telepon bolak-balik itu justru si Heru, menelepon Pragsono ini. Pragsono ini diterima di kantor. Kalau sudah tahu kan seharusnya tidak usah, kalau minta bebas perkara harusnya segera diusir.

Heru ini pernah jadi calon bupati Grobogan. Pragsono baru lima bulan yang lalu di-SK-kan. Dia nomor 1 (ranking dalam seleksi hakim karier untuk tipikor). Nomor 1 kok kelakuannya kaya gitu. Jadi penyaringan kita masih kurang bagus. Ya yang model-model seperti itu kan nggak pantas jadi hakim sebenarnya, Pragsono itu.

Sulit menilai integritas seseorang, waktu dites kan dia bagus. Dites oleh PPSDMS UI bagus. Kalau Pragsono ini karier tapi nggak dites sama PPSDMS UI.

Aduh saya sudah perketat pengangkatan hakim tipikor ini, kalau hasilnya seperti ini perlu kita evaluasi kembali. Seperti Bandung, A, saya sudah telepon KPN-nya, saya bilang jangan kasih perkara yang besar-besar. Kalau ada perkara pelanggaran korupsi kasih pelajaran saja, daripada ngerusak, atau kita pindahkan yang tidak ada pengadilan tipikornya. Sudah, dia tidak bisa lagi. Jangan dikasih kesempatan lagi manusia-manusia kaya gitu.

Proses seleksi ada rekomendasi nggak? Misalnya yang pengacara itu dari kantor pengacara?

Nggak ada, memang tidak perlu ada surat keterangan. Kalau saya yang wawancara saya korek, sudah berapa kali ikut ujian ad hoc tipikor, kalau dia bilang 3 kali oh ya sudah cukup tinggal coret, berarti dia kan job seeker.

Tempat seleksi untuk hakim ad hoc tipikor tahun ini ada di dua tempat, Jakarta dan Surabaya. Tapi kan ICW minta diundur satu bulan ya sudah kita undur jadi tanggal 17-18 September 2012, awalnya kan 4-7 September.

Informasinya itu semua dari MA?

Gini saya kan telepon Anshori (Imam Anshori Saleh), Wakil Ketua KY, kita sama-sama kirim pengawas. Tapi begitu diperiksa kan bebas lagi Kartini sama Lilik. Pas waktu itu dia kira pemberantasan korupsi operasi Lebaran berhenti, padahal kan tidak.

Yang di Surabaya?

Surabaya kan sedang diperiksa oleh pengawasan. Kabarnya dia sakit-sakitan, D itu yang pernah dissenting opinion membebaskan 6 kasus perkara. Kalau indikasi duit belum menemukan, itu sistemnya harus disadap dulu. Dia ketemu sama pengacara dipotret sudah kita habisi saja atau kita mutasi ketempat terpencil biar dia tidak kerasan terus keluar.

Ketua PN-nya?

Itu kemarin saya telepon nggak diangkat. Yang sudah saya telepon itu ketua PN Bandung yang namanya A itu sama satu lagi yang orang Bali. Saya harus keras sama ketua-ketua pengadilan, kalau tidak bobol lagi.

Yang Samarinda, katanya KY sudah ke sana juga?

Di sana memang banyak putusan bebas tetapi di sini terpaksa saya 'no', saya tolak, saya hukum tapi yang 2 'no'. Ad hoc-nya saya dissenting. 5 Berkas tapi terdakwanya 6 orang. Yang 2 ini dibebaskan, tapi saya dissenting karena menurut saya ini dihukum, makanya putusannya 'no'. Jadi masalahnya begini hakim ad hoc berpendapat semua uang sudah dikembalikan semua kan kerugian negara tidak ada.

Yang Medan?

Medan belum ada laporan sampai sekarang. Di Semarang itu sebenarnya saya pernah sidak kemudian Asmadinata, Lilik dan Kartini tidak mau menemui saya untuk mendengarkan pengarahan. Kalau kasus ini pernah dibantah sama anaknya Lilik.

Untuk Pragsono jadi bagaimana?

Saya kan sudah SMS ke KPK tolong dikembangkan siapa yang terkait, kalau perlu ketua majelisnya, sampai ketua pengadilannya. Ambil sana, masa hakim bisa nunjuk Kartini.

Hakim ad hoc waktu mau dibubarkan karena kemampuannya yang diragukan, sudah lalu saya kumpulkan di Pusdisklat, dilatih cara tanya di pengadilan itu gimana, dan saya wanti-wanti jangan sampai ada yang menerima suap. Sampai ada nanti kasusnya, nanti saya pecat. Lha sekarang malah kejadian.