Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perlu Dicari Solusi Bersama

Pencabutan Izin Blue Bird Bisa Picu Hengkangnya Investasi dari Batam
Oleh : si
Senin | 13-08-2012 | 14:11 WIB
Benny Horas1.jpg Honda-Batam

Benny Horas Panjaitan, mantan Senator asal Kepri

JAKARTA, batamtoday - Mantan Senator asal Provinsi Kepualaun Riau (Kepri) Benny Horas Panjaitan menilai, keputusan Pemko Batam yang mencabut izin operasional taksi Blue Bird secara sepihak karena tuntutan pendemo dianggap bisa menggannggu iklim investasi di Batam.


Keputusan itu bisa memicu investor asing hengkang dan memindahkan investasinya ke luar negeri karena inkonsistensi Pemko Batam dalam memberikan perizinan.

"Soal investasi dampaknya pasti ada, dunia internasional pasti akan mendengar kalau Batam tidak baik untuk investasi karena sikap inkonsistensi Pemerintah Kota (Pemko) Batam, padahal Batam telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Dampaknya mengganggu sekali, karena tidak ada jaminan keamananan dalam iklim berinvestasi di Batam," kata Benny kepada batamtoday di Jakarta, Senin (13/8/2012).

Menurut Benny, sikap Pemko Batam itu jelas inkonsisten karena sebelumnya telah memberikan izin operasional taksi Blue Bird, dan kemudian dicabut begitu saja karena ada tekanan dari pendemo. Ia menilai, sebelum Pemko Batam memberikan izin ke Blue Bird tentunya telah dilakukan kajian-kajian secara mendalam, tidak begitu saja memberikan izin.

"Pemerintah Kota Batam harus menjaga wibawanya sudah memberikan izin, tidak bisa dicabut begitu saja karena ada tekanan. Sebelum membuat izin kan tentu sudah ada kajian-kajian, tidak ujug-ujug dikasih izin. Ini bukan mencari solusi, malahan menambah masalah," katanya.

Demi kebaikan bersama, Pemko Batam harusnya mengajak duduk bersama Blue Bird, pengusaha atau operator taksi yang sudah ada di Batam, dan sopir-sopir yang melakukan aksi unjuk rasa kemarin untuk mencari solusi.

"Biar sama-sama enak, Pemko Batam tidak dianggap lepas tangan dan tidak berwibawa. Solusinya harus duduk bersama, Pemko, Blue Bird, sopir-sopir taksi, pengusaha dan operator mencari solusi yang terbaik," katanya.

Benny menegaskan, kondisi pertaksian di Batam saat ini seperti terjadi di Jakarta pada era 70-an yang semrawut dan kenyamanan penumpang baik dari tarif maupun keselamatan pengguna. Karena itu diperlukan adanya perbaikan sesegera mungkin dimana para pengusaha atau operator taksi dituntut untuk berkompetisi secara sehat. 

"Kalau ada kompetisi yang baik, yang diuntungkan pengusaha atau operator,  dan para sopirnya kesejahteraannya juga akan meningkat, bukan sebaliknya menutup diri dari perbaikan," katanya.

Semrawutnya kondisi pertaksian di Batam, kata Benny, tidak terlepas dari ketidaktegasan dari Dinas Perhubungan dan Organda Batam yang menerapkan sistem dengan baik. Jika Dinas Perhubungan tidak bersikap tegas, lanjutnya, bisa meminta Walikota Batam membuat Perda tentang operasional taksi di Batam dengan berbagai persyaratan.

"Kalau tidak salah sudah ada beberapa kali keputusan dari Dinas Perhubungan agar semua taksi di Batam pakai argo dan lain-lain, tidak cukup hanya himbauan saja, tapi harus ada tindakan tegas. Kalau dengan SK Dinas Perhubungan tidak cukup, bisa ditetapkan dengan Perda bila diperlukan dan bisa diambil tindakan tegas terhadap pengusaha atau operator yang melanggar," katanya.

Benny berharap Pemko Batam bisa mendata ulang jumlah taksi yang beroperasi di Batam, yang diperkirakan mencapai 2000 taksi dalam rangka perbaikan. Perbaikan itu, guna menjawab seberapa besar sebenarnya kebutuhan taksi di Batam, termasuk terhadap pelayanan kenyamanan kepada pelanggan.

"Bagi operator taksi yang belum memenuhi persyaratan bisa di marger (digabung, red) supaya bisa bersaing dan berkompetisi. Itu kebutuhan mendesak, dan harus segera dilaksanakan bila ingin perbaikan. Kompetisi sudah menjadi tuntutan zaman, dan yang diuntungkan kembali lagi operatior, pengusaha dan sopirnya sendiri," kata mantan Senator asal Kepri ini.