Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Perlu Segera Bentuk UU Perlindungan PRT
Oleh : Tunggul Naibaho
Selasa | 15-02-2011 | 19:35 WIB
aksi prt.jpg Honda-Batam

Salah satu aksi pada Hari PRT Nasional di Bundaran HI, Jakarta, Senin 14 Februari 2011. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Pekerja Rumah Tangga (PRT) Indonesia yang  mayoritas perempuan dan anak perempuan, rentan eksploitasi dan perlakuan buruk, karenanya parlemen perlu segera mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, karena  PRT tidak mendapatkan perlindungan hukum dibanding pekerja lainnya berdasarkan hukum Indonesia.

Demikian disampaikan Direktur Asia Pasifik Amnesty International Sam Zarifi dalam rilisnya kepada batamtoday Selasa 15 Februari 2011, sebagai bentuk dukungan bagi pembentukan UU Perlindungan PRT bertepatan dengan hari Nasional PRT yang jatuh pada hari ini.

“Saat Indonesia memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional pada 15 Februari, sekitar 2,6 juta PRT tetap berada diluar perlindungan hukum,“ ujar Sam Zarifi.

Saat ini Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003, yang melindungi hak-hak pekerja, mendiskriminasikan PRT. UU tersebut tidak menyediakan perlindungan yang sama selayaknya pekerja lainnya, seperti pembatasan waktu kerja dan ketentuan atas istirahat dan liburan”.

Kegagalan mewujudkan UU perlindungan PRT, lebih dari setahun setelah dijadikan prioritas oleh parlemen, meninggalkan para PRT rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan buruk.

Akibatnya adalah perempuan dan anak perempuan yang menjadi PRT hidup dan bekerja dalam kondisi buruk yang jauh dari pemantauan publik. Mereka mengalami eksploitasi ekonomi, dan kekerasan fisik, psikologis dan seksual secara reguler.

“Penundaan dalam memperluas perlindungan hukum ke PRT di dalam negeri terlihat berbeda dengan langkah yang diambil pemerintah Indonesia dalam memperbaiki perlindungan hukum buruh migrannya, termasuk PRT diluar negeri.

Asia Pasifik Amnesty International menyatakan dukungan atas  langkah-langkah menggolkan pembentukan RUU Perlindungan PRT, karena tidak boleh ada standar ganda dalam perlindungan Hak Asasi Manusia, ungkap Sam Zarifi.

Kurangnya perlindungan yang layak juga berdampak pada hak kesehatan seksual dan reproduktif yang bisa dinikmati PRT. Dalam sebuah laporan yang berjudul ‘Tak Ada Pilihan: Rintangan Atas Kesehatan Reproduktif di Indonesia’  (http://www.amnesty.org/en/library/info/ ASA21/013/2010/en) yang dipublikasikan tahun lalu, Amnesty International menemukan bahwa PRT berisiko kehilangan pekerjaan mereka bila mengalami kehamilan, tanpa bentuk kompensasi apapun. Mereka juga dipaksa untuk bekerja dalam situasi yang membahayakan diri dan janin mereka.

Menjamin perlindungan hukum bagi PRT perempuan akan mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat kesetaraan gender dan kesehatan ibu, sebagai bagian dari komitmennya atas Sasaran Pembangunan Milenium PBB (UN Millenium Development Goals).

Amnesty International menyuarakan dukungannya terhadap Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala-PRT), sebuah koalisi nasional yang telah mengkampanyekan hak-hak PRT di Indonesia. Jala-PRT bersama dengan sejumlah organisasi dan serikat buruh akan mengadakan serangkaian kegiatan diseluruh nusantara dalam memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional.

 RUU PRT Didrop

Penyusunan dan pengesahan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di tahun 2010 setelah bertahun-tahun kampanye yang dilakukan oleh organisasi nasional dan internasional. Namun kemudian RUU tersebut didrop kembali.

Pada Juni 2010, Komisi IX yang membidani isu Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Kependudukan serta Kesehatan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang bertanggungjawab atas penyusunan Undang-Undang tersebut, mengumumkan penundaan pembahasan, akibat dari perbedaan pendapat yang belum terselesaikan
diantara partai politik.

Mensikapi itu, Sekretaris Umum Amnesty International, Salil Shetty, mengunjungi Indonesia pada November 2010 dan mengungkapkan perhatiannya atas perlunya perlindungan pekerja rumah tangga dalam pertemuan dengan Menteri-Menteri pemerintah RI dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya.

Hailnya, UU tersebut telah diprioritaskan lagi pada Program Legislasi Nasional 2011, namun sejauh ini belum ada perkembangan.