Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Putusan MK Soal UU Ciptaker Dinilai Timbulkan Ketidakpastian Hukum
Oleh : Redaksi
Sabtu | 27-11-2021 | 10:20 WIB
A-KETUA-MK.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman. (Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inskonstitusional dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, aturan itu dinyatakan inskonstitusional, tetapi masih diberi ruang untuk diperbaiki selama dua tahun ke depan.

"Telah menyatakan inkonsitusional, namun masih diberi ruang untuk diperbaiki selama 2 tahun, sehingga jika kita mencermati, maka putusan tersebut tidak menghasilkan sebuah kepastian hukum," kata Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi Jakarta Selatan, Rika Irianti lewat keterangannya, Jumat (26/11/2021).

Rika mengatakan, putusan MK itu memunculkan fakta jika proses pembentukan UU Cipta Kerja telah melanggar syarat-syarat formil dalam hal pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Menurut dia, dampak yang paling besar dari putusan itu ialah akan timbulnya keresahan masyarakat dalam menyikapi putusan tersebut.

Dia menyangkan UU yang digodok dengan memakan waktu dan biaya yang cikup besar pada akhirnya dinyatakan inskonstitusional oleh MK. Karena itu, hal tersebut semestinya dijadikan pelajaran penting bagi pembuat UU untuk dapat lebih mengedapankan taat asas dalam pembentukan UU.

"Penegasan kalimat inkonstitusional untuk sebuah produk hukum sama dengan menyatakan produk hukum tersebut bukan produk hukum yang tegas dan jelas," ungkap Rika.

Kemarin, majelis hakim MK menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK, Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis (25/11/2021).

Dalam pembacaan amar putusan, Anwar menyatakan, Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk Undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR, melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

MK memerintahkan kepada para pembentuk UU tersebut untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK.

Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen. "Apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ujar Anwar.

Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas karena UU Cipta Kerja. Kemudian, tidak dibenarkan untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Menindaklanjuti putusan MK tersebut, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Willy Aditya mengatakan, pihaknya bersama pemerintah berencana menggelar rapat kerja (raker) pada 6 Desember mendatang. "Kita akan raker nanti bersama pemerintah tanggal 6 Desember untuk membahas beberapa pokok-pokok, menyimak, mencermati keputusan MK," ujar Willy di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/11/2021).

Salah satu hasil raker tersebut akan berpotensi membentuk tim kerja bersama antara DPR dan pemerintah dalam perbaikan UU Cipta Kerja. Baleg dalam fungsi pengawasannya juga mengingatkan pemerintah untuk tidak membuat aturan turunannya hingga perbaikan selesai.

"Jadi DPR tentu akan menjadikan ini catatan, jadi teman-teman ini suatu hal yang wajar saja. Kenapa? Karena ini pengalaman pertama kita dalam membuat undang-undang berupa omnibus law," ujar Willy.

Namun, ia belum dapat memastikan apakah Baleg akan kembali diberi tugas oleh pimpinan DPR dalam perbaikan UU Cipta Kerja bersama pemerintah. Meskipun pada 2020, pihaknya yang diberikan tugas untuk membahasnya.

DPR, tegas Willy, akan menampung semua aspirasi masyarakat selama perbaikan UU Cipta Kerja yang diberikan waktu selama dua tahun. Termasuk para kelompok buruh, yang sebelumnya terus menyuarakan protes kepada klaster ketenagakerjaan omnibus law tersebut.

"Kami membuka diri seluas-luasnya dari masukan-masukan publik, salah satunya juga serikat terkait UMK, UMP, yang mereka bahas. Jadi tentu kami meminta input seluas-luasnya dari publik," ujar politikus Partai Nasdem itu.

Menteri Hukum dan Ham (Menkumham), Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah akan menghormati dan mematuhi putusan MK terkait putusan UU Cipta Kerja. Dia memastikan pemerintah tidak akan menerbitkan aturan baru yang bersifat strategis sampai perbaikan dilakukan.

Sumber: Republika
Editor: Dardani