Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Para Penyelenggara Negara Harus Koreksi Rasa Cinta Tanah Air agar tidak Munculkan Radikalisme di Masyarakat
Oleh : Irawan
Selasa | 23-11-2021 | 09:24 WIB
jazil-radikalismeb.jpg Honda-Batam
Diskusi Empat Pilar MPR RI yang mengangkat tema 'Pancasila Sebagai Tameng Ideologi Radikalisme dan Ekstremisme' di Media Center MPR/DPR/DPD RI (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengungkapkan, munculnya radikalisme, ekstrimisme, hingga terorisme berkait dengan rasa nasionalisme yang kian memudar. Rasa cinta Tanah Air ini yang harus menjadi koreksi dari kita semua, termasuk Pemerintah.

"Kalau sudah ada rasa cinta tanah air, tidak akan ada namanya radikalisme dan ekstrimisme. Rasa cinta tanah air terus menurun, tentu harus menjadi koreksi kepada para pejabat negara, penyelenggara negara, kita semua," kata Jazilul Fawaid dalam diskusi Empat Pilar MPR RI yang mengangkat tema 'Pancasila Sebagai Tameng Ideologi Radikalisme dan Ekstremisme' di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/11/2021).

Terlebih, saat ini anak-anak milenial, dikatakannya, lebih mengenal hal-hal yang global, daripada kecintaan atau simbol-simbol terhadap Tanah Air.

"Tanya saja anak kecil itu, suruh ngapalin tentang misalkan pahlawan Indonesia itu, mungkin nggak hapal. Tapi, kalau nama-nama kartun-kartun itu lebih hapal," ujar Politikus PKB itu.

Untuk itu, pria yang akrab disapa Gus Jazil ini berharap, lagu Hubbul Waton Minal Iman yang lahir dari pemikiran para Ulama Indonesia bisa di-support oleh pemerintah untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap Tanah Air.

"Meskipun ini lahir dari pikiran para ulama dan ini eksklusif ulama Indonesia, yang disebut dengan Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air itu Bagian dari Iman) itu menjadi lagu. Pasalnya, kalau sudah ada rasa cinta tanah air, tidak akan ada namanya radikalisme dan ekstrimisme," paparnya.

Selain itu, ia menegaskan, Pancasila memang harus diimani, dan harus radikal. Karena, yang namanya ideologi itu, menurutnya, harus radikal.

"Meskipun orang mengatakan dan kita mengatakan bahwa Pancasila itu ideologi terbuka, tetep terbuka, tetap bisa dikoreksi. Tetapi, tidak bisa diganti, yang bisa dikoreksi itu tafsirnya karena zamannya," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Dosen FISIPOL UKI dan Pengajar Kebijakan Penanggulangan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme PTIK, Sidratahta Mukhtar mengatakan, dalam rangka penanggulangan terorisme perlu adanya peningkatan sinergi antara MPR dan unsur-unsur pemerintahan.

"Kita tahu MPR menggunakan kampus dan masyarakat sebagai tameng untuk melakukan deradikalisasi terhadap kelompok radikal atau ekstrimisme berkekerasan ini. Namun, masih kurang efektif dalam logika masyarakat di daerah. Dimana, para penguasanya adalah, bupati, wali kota, dan gubernur," kata Sidratahta Mukhtar.

Sementara dirinya mendorong adanya kebijakan Pemerintah yang lebih holistik dengan melibatkan berbagai unsur.

"Sekarang ini kan yang lebih menonjol ada pendekatan hak power artinya penggunaan Densus 88, penggunaan Brimob, dan unsur-unsur Kepolisian dalam rangka penanggulangan terorisme," tandasnya.

Editor: Surya