Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengurai Tarik Ulur Undang-undang Omnibus Law
Oleh : Opini
Jum\'at | 09-10-2020 | 14:52 WIB
zainudin-poltek1.jpg Honda-Batam
Dosen Politeknik Negeri Batam, Dr. Muhammad Zaenuddin. (Foto: Ist)

Oleh Dr. Muhammad Zaenuddin

TADI malam saya diminta menjadi narasumber dalam acara talkshow daring di salah satu radio swasta di Batam dengan topik yang masih hangat, yakni tentang Omnibus Law UU Ciptaker. Ada beberapa poin catatan singkat saya semalam:

1. Kita tentu menghargai adanya aksi penyampaian aspirasi dari beberapa elemen masyarakat terutama kalangan pekerja dan buruh terkait Omnibus Law. Namun tentu harus dilakukan dalam keadaan damai dan tertib serta mematuhi protokol kesehatan.

Kita tentu menyayangkan bila terdapat aksi yang anarkis dan melanggar protokol kesehatan. Menjaga protokol kesehatan sama pentingnya menyampaikan aspirasi, karena bangsa ini juga sedang diuji masalah pandemi yang makin mengkhawatirkan perkembangannya.

2. Selain melalui aksi, aspirasi konstitusional lainnya bisa diikhtiarkan yakni mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perpu.

Ada beberapa pihak yang memang pesimis dengan opsi ini, namun bila disuarakan secara masif, diperkuat dengan argumentasi dan narasi akdemik yang cukup kuat, disuarakan serentak berbagai elemen masyarakat termasuk kalangan akademisi dan guru besar, tokoh-tokoh nasional, berbagai asosiasi profesi dan ormas-ormas besar, sangatlah mungkin didengar oleh Presiden, sebagai penentu diterbitkannya Perpu.

Apalagi dibarengi dengan argumentasi yang kuat bahwa Omnibus Law ini memiliki dampak serius bagi bangsa ini ke depan, tidak hanya masalah bagi kaum pekerja, namun juga menyangkut nasib bangsa ke depan, masalah kedaulatan ekonomi, lingkungan, kapitalisasi di sektor pendidikan dan lainnya.

Suara ini juga makin menggema, bila pemimpin dan tokoh daerah juga turut menyuarakannya, makin meyakinkan bahwa Omnibus Law UU Ciptaker ini berdampak serius di daerah. Setidaknya dua kepala daerah, yakni Gubernur Jabar dan Kalbar sudah mengirimkan surat kepada Presiden dan DPR untuk segera diterbitkannya Perpu ini.

Elit dan partai politik di daerah juga harus meyakinkannya pimpinannya di daerah agar mendorong urgensinya Perpu ini. Bila suara ini digelorakan secara masif oleh seluruh komponen masyarakat, bukan tidak mungkin Presiden mempertimbangkannya. Butuh waktu dan sinergisitas semua pihak.

3. Opsi konstitusional berikutnya adalah melalui judicial review. Ini sudah lumrah dilakukan, bila terdapat UU yang secara substansi dan norma bertentungan dengan prinsip-prinsip dalam UUD. Perlu penyiapan narasi, argumentasi, dan upaya pembuktian yang serius agar MK mempertimbangkannya.

Ada juga yang pesimis terhadap upaya ini karena beberapa hakim MK juga diseleksi oleh pemerintah dan DPR yang notabene penentu Omnibus Law ini. Adalah manusiawi ada pikiran semacam itu. Dan juga manusiawi, berpikir rasional, ada sebagian tuntutan judicial review yang dikabulkan MK, namun juga tidak sedikit yang ditolak.

Namun bila pihak-pihak yang berkepentingan, mampu menghadirkan tuntutan atau gugatan yang sangat kuat dari argumentasi, fakta, narasi yang secara nalar tidak bisa dibantah oleh logika akal sehat serta dasar dan landasan akademik, apakah MK tidak akan mempertimbangkan. Semuanya perlu ikhtiar, termasuk opsi judicial review ini.

Demikian catatan singkat yang saya sampaikan dalam talkshow tadi malam. Hanya sebagian saja yang bisa dipertimbangkan sebagai pilihan alternatif ke depan untuk mencari solusi bersama terhadap pernasalahan Omnibus Law UU Ciptaker ini.

Saya yakin opsi2 tsb juga sudah banyak diperbincangkan, saya hanya mengigatkan dan menguatkan kembali saja. Semoga bermanfaat.

Editor: Dardani