Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MAKI Minta KPK Lakukan Pencegahan Korupsi Proyek Kartu Pra Kerja
Oleh : Harjo
Kamis | 23-04-2020 | 20:04 WIB
surat-MAKI.jpg Honda-Batam
Surat yang dilayangkan MAKI ke KPK untuk mencegah terjadinya korupsi Kartu Pra Kerja. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) telah menyurati Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), melalui email kepada bagian Pengaduan Masyarakat KPK yang intinya meminta mengawal dan mencegah korupsi atas proyek Kartu Prakerja tahun 2020 dengan anggaran Rp 5,6 triliun.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan, pihaknya saat ini belum melaporkan dugaan korupsi tersebut. Karena dalam hal itu, belum terjadi pembayaran secara lunas terhadap proyek ini sehingga belum terjadi kerugian negara.

"Namun demikian, kami tetap meminta KPK mengawalnya, karena ke depannya berpotensi korupsi, karena besarnya anggaran dan jenis pekerjaan yang sulit diukur," terangnya.

Dijelaskan, permohonan pencegahan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek kartu pra kerja di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2020. Proyek ini pada tanggal 20 Maret 2020, resmi diluncurkan dengan platfon anggaran sebesar Rp 5,6 triliun.

Proyek ini dikerjakan oleh 8 perusahaan platform digital yakni Bukalapak, Mau Belajar Apa, Pintaria, Ruang Guru, Sekolahmu, Tokopedia, Pijar Mahir, dan Sisnaker.

Dugaan potensi tindak pidana korupsi pada proyek ini jika tidak dicegah sejak dini, yakni:

1. Diduga akan terjadi Pemahalan Harga (Mark up) sebesar Rp 2,58 triliun.

Hal ini berdasar pendapat ahli Peneliti Indef Nailul Huda menyebut, delapan platform digital yang bekerjasama dengan pemerintah dalam menyediakan pelatihan kartu prakerja berpotensi meraup untung sebesar Rp 3,7 triliun. Ini berarti masing-masing platform bisa meraih keuntungan dari proyek Rp 457 miliar per platform jika keuntungan tersebut dibagi rata.

BPK dan BPKP telah memberikan batasan keuntungan pada kisaran sekitar 20% (5,6 T dibagi 20% adalah 1,12 T), jika keuntungan 3,7 T dan dikurangi 1,12 T maka akan terjadi pemahalan harga 2,58 T sehingga dengan keuntungan di atas 20% pada proyek kartu pra kerja maka akan dapat diduga telah terjadi pemahalan harga (mark up) sebesar Rp 2,28 triliun sehingga merugikan negara.

2. Terdapat dugaan salah perncanaan, tidak efisieen dan tidak tepat sasaran sehingga sulit pertaanggungjawaban hasilnya secara riel dan terukur.

Besaran anggaran tersebut pun setara dengan alokasi anggaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada APBN 2019 yang sebesar Rp 5,27 triliun, meski tahun ini besaran anggaran tersebut telah menyusut jadi Rp 3,19 triliun.

3. Diduga penunjukan kontraktor 8 perusahaan mengarah monopoli atau praktek usaha tidak sehat.

Bahwa proses penunjukan 8 perusahaan penyedia jasa dilakukan secara tertutup dan memungkinkan terdapat perusahaan yang tidak memenuhi kualifikasi dikarenakan tidak ada pengumuman persyaratan administrasi dan teknis untuk mengerjakan proyek kartu pra kerja.

4. Sumber pendanaan tidak ada dasar hukumnya, bahwa berlakunya Perppu nomor 1 tahun 2020 tentang Corona berlaku pada tanggal 31 Maret 2020, sedangkan proyek ini dimulai pada tanggal 20 Maret 2020 sehingga patut dipertanyakan sumber dana dan dasar hukumnya.

Editor: Gokli