Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Payung Hukum DPR RI Bekerja di Kala Pandemi Corona
Oleh : Opini
Rabu | 15-04-2020 | 13:19 WIB
Gedung-DPR1.jpg Honda-Batam
Gedung DPR RI. (Foto: Ist)

Oleh Mubdi Tio Thareq

DPR RI resmi melanjutkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja dan disahkan melalui rapat paripurna, kemarin. Pembahasan akan dilakukan melalui Badan Legislasi (Baleg).

Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, mengatakan, melalui rapat konsultasi pengganti Bamus DPR pada 1 April, semua fraksi setuju agar pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilanjutkan melalui mekanisme Baleg.

 

“Adanya persetujuan terhadap surat, yaitu Surat Presiden /R06 tanggal 7 Februari 2020 dan RUU tentang Cipta Kerja yang telah dibahas di Rapat Konsultasi Pengganti Bamus pada tanggal 1 April 2020. Hal-hal pembahasan yang telah disepakati untuk dilanjutkan ke tingkat Badan Legislasi,” ujar Azis dalam rapat paripurna.

Berbagai kalangan tetap akan dilibatkan dalam prosesnya meski wabah covid-19 masih melanda, termasuk kalangan buruh akan diundang secara fisik atau virtual.

Baleg DPR sudah memutuskan peraturan yang mengatur mekanisme pembahasan RUU carry over. RUU carry over ialah RUU yang dibahas pada periode lalu dan disepakati untuk dilanjutkan pembahasannya oleh DPR periode sekarang.

DPR juga mengesahkan aturan hukum terkait pelaksanaan rapat secara virtual sehingga pelaksanaan rapat di tengah pandemik virus korona memiliki payung hukum
yang jelas.

Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura, menilai jika tetap dilanjutkan, pemerintahan dan DPR mau ambil kesempatan dalam kesempitan, yakni di tengah konsentrasi seluruh elemen bangsa dalam melawan korona mereka justru membahas UU yang dalam kondisi normal saja menuai perdebatan bagi publik,” ujar Charles.

Sudah Ada Payung Hukum, Sah!

Protes berbagai kalangan yang “menuduh” DPR RI dan pemerintah tidak etis karena menyelenggarakan Raker disaat pandemi Covid-19 adalah patut disayangkan, karena sangat tidak masuk akal dan aneh.

Pada prinsipnya, ditengah badai atau wabah apapun juga, unsur pemerintah terutama aparat intelijen, TNI, Polri, Basarnas, BNPB, BNPT dan lain-lain tetap terus harus bekerja agar roda pemerintahan tetap terjaga, karena banyak strategic surprises yang bisa terjadi di tengah wabah sekalipun, apalagi jika terjadi security gap, maka akan sangat membahayakan kepentingan dan keselamatan nasional.

Pembahasan RUU carry over seperti misalnya revisi UU Otsus Papua, RUU Omnibus Law Ciptaker, RUU Ibukota Negara dan lain-lainnya yang sudah masuk dalam Prolegnas 2020 s.d 2024 sudah sah dilaksanakan, karena memiliki dasar hukum yang kuat, disamping untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum.

Jika pemerintah melarang warga negaranya untuk berunjuk rasa ditengah Covid 19 hal tersebut ditujukan untuk mencegah persebaran wabah tersebut dan hal ini ada dasar hukumnya.

Sehingga tidak dapat dipaksakan bahwa pemerintah dan DPR tidak adil ketika mereka boleh bersidang (walaupun secara virtual dan tidak semua anggota hadir). Sedangkan elemen masyarakat harus mematuhi Maklumat Kapolri seperti tidak boleh berunjuk rasa.

Karena sejatinya disinlah adanya equality before the law tersebut, karena keduanya memiliki payung hukum untuk diterapkan yaitu Surat Presiden /R06 tanggal 7 Februari 2020 dan RUU tentang Cipta Kerja yang telah dibahas di Rapat Konsultasi Pengganti Bamus pada tanggal 1 April 2020 serta Maklumat Kapolri.

Jadi sebaiknya elemen buruh dan mahasiswa tidak perlu melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU Ciptaker, toh sudah ada political will dari pemerintah dan DPR bahwa semua kalangan akan diundang dalam pembahasan, termasuk elemen buruh. Semoga dimengerti.*

Penulis adalah pemerhati masalah politik nasional, bermestautin di Jakarta