Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

RUU Omnibus Law, Mudah Rekrut Mudah Pecat
Oleh : Opini
Selasa | 21-01-2020 | 14:28 WIB
demo_buruh111.jpg Honda-Batam
Ribuan buruh demo menolak RUU Omnibus Law di Jakarta. (Foto: Ist)

Oleh Almira Fadhillah

RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mulai diprotes dari kalangan buruh. Protes dilakukan karena RUU tersebut dianggap merugikan dan memangkas hak-hak buruh. Bila memang demikian ini tentu bisa menurunkan daya tawar buruh di dunia perindustrian. Apalagi bila disahkan, resiko tereksploitasi pun siap menanti mereka.

Betapa tidak muncul usulan RUU ini berlatar belakang untuk menggenjot investasi yang kemungkinan substansinya bisa menguntungkan investor. Sementara kepentingan kalangan buruh tentu terabaikan.

Padahal RUU Cipta Kerja nantinya bila sudah disahkan bakal mempengaruhi dan menentukan nasib buruh. Perubahan apapun dalam dunia industri, baik iklim ekonomi maupun aturan main akan sangat mempengaruhi kehidupan buruh sehingga pelibatan kepentingan mereka menjadi penting.

Omnibus law, sendiri ringkasnya, adalah peraturan yang bisa mencabut beberapa UU sekaligus. RUU Cipta Lapangan Kerja sebagai salah satu omnibus law akan menganulir salah satunya UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Karena omnibus law ini menyangkut ketenagakerjaan maka pelibatan buruh menjadi penting dilakukan. Mereka perlu dilibatkan dalam pembahasan RUU ini. Bukan sekedar dilibatkan dalam wilayah sosialisasi atau jajak pendapat saja.

Akan tetapi pelibatan yang dimaksud adalah pelibatan mulai dari setiap proses pembuatannya sampai disahkan undang-undangnya.

Perdebatan UU ketenagakerjaan ini bersifat privat atau tidak, itu urusan lain, yang lebih utama adalah subtansi undang-undang tersebut, apakah sudah memenuhi kepentingan tripartit (pekerja-pengusaha-pemerintahan) atau malah tidak sama sekali. Jangan sampai lahir undang-undang yang berat sebelah dan terlebih yang dikorbankan adalah kalangan buruh.

Kenapa demikian? Hal ini karena komposisi Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law bentukan pemerintah didominasi pengusaha, perwakilan pemerintah daerah, dan akademisi. Komposisi ini menyebabkan substansi hukumnya rentan dengan ketidakadilan karena salah satu dari unsur tripartit tidak dilibatkan.

Dan tentu, sah-sah saja bila kalangan buruh protes dan menaruh curiga terhadap RUU Cipta Kerja ini. Apalagi RUU Cipta Kerja ini isinya cenderung memberikan keringan denda pengusaha, mengarah ke pengurangan pesangon cukup besar, perluasan pekerjaan outsourcing, perhitungan upah berdasarkan jam, dan kemudahan PHK.

Soal keringanan denda bagi para pengusaha. Pemerintahan mencoba menghapus pidana perburuhan dengan perdata berupa denda dan sanksi administratif saja. Diubahnya sanksi tersebut memungkinkan para pengusaha bisa seenaknya tanpa terlalu banyak pertimbangan dalam memperlakukan buruh.

Tengok saja, aturan buruh cuti haid, melahirkan, tidak bayar upah sesuai aturan yang berlaku, upah lembur, dan aturan yang lainnya. Semua pelanggaran aturan-aturan itu yang faktanya sampai saat ini masih sering diabaikan pengusaha, nantinya cuma dihukum sanksi administratif.

Belum lagi, bagi para pekerja muda, besar kemungkinan akan direkrut menjadi pekerja kontrak atau pekerja lepas dan mereka juga terancam pemecatan sewaktu-waktu. Padahal sistem kerja tersebut meningkatkan kerentanan buruh.

Akan tetapi di dalam RUU ini justru sistem ini diperluas jangkauannya, dari segi waktu dan jenis pekerjaannya. Kondisi ini malah memperparah nasib mereka yang hingga saat ini saja mereka kerap dieksploitasi keringatnya dengan alasan menggunakan aturan tentang pemagangan yang membuat mereka menerima upah jauh dari layak.

Benar tidaknya kecurigaan kalangan buruh, substansi dari RUU Cipta Kerja memang terkesan menciptakan sistem mudah rekrut mudah pecat. Bijaknya, pemerintahan seharusnya adil dalam proses pembuatan RUU Cipta Kerja ini. Kalangan buruh harus dilibatkan sedari awal di dalam satgas Ketenagakerjaan yang dibentuk pemerintah. Buruh adalah bagian dari industrialisasi.

Mereka juga adalah salah satu penggerak utama ekonomi sehingga tidak dilibatkannya mereka dalam proses pembentukan RUU Cipta Karya dari awal menunjukkan tidak seriusnya pemerintahan terhadap keterpihakan pada buruh.

Bisa dimengerti omnibus law Cipta Kerja ini dibikin untuk investasi dan teknologi, tapi jangan sampai mengorbankan anak bangsanya. Karena Pemerintahan dibikin untuk melindungi warganya.*

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Gunadarma