Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Drone AS Tewaskan Jenderal Top Iran, Potensi Perang Dunia III?
Oleh : Redaksi
Selasa | 07-01-2020 | 14:04 WIB
jenderal-militer-iran.jpg Honda-Batam
Masyarakat Iran melakukan protes atas kematian Jenderal Militer Iran Qasem Soleimani akibat drone milik AS. (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Iran - Cincin perak bermata ruby menjadi bukti kematian Jenderal Militer Iran Qasem Soleimani. Ia tewas akibat serangan drone militer Amerika Serikat di Baghdad.

Serangan itu atas perintah Presiden AS Donald Trump. Ketika mendapat kabar kematian Soleimani pada Jumat 3 Januari, Trump sedang makan es krim di kediamannya. Usai menghabiskan es krimnya, ia langsung mem-posting foto bendera AS di Twitter.

Jasad jenderal top Iran itu ditemukan hancur berkeping-keping. Seorang politikus senior mengatakan, jenazahnya hanya dapat diidentifikasi dengan cincin yang ia kenakan di tangan kirinya.

Sebuah gambar mengerikan yang beredar di media Iran menunjukkan cincin pada potongan tangan diduga milik Qasem Soleimani yang bersimbah berdarah, dan memiliki kemiripan yang kuat dengan cincin ruby yang dikenakan olehnya pada foto lain.

Pesawat nirawak yang menghabisi nyawa Soleimani adalah drone pemburu MQ-9 Reaper yang dikendalikan dari jarak jauh. Menurut laporan Arab News, drone itu berangkat dari markas AS yang berlokasi di Qatar, yaitu pangkalan udara dan militer Al Udeid. Misil yang dipakai adalah Hellfire R9X Ninja.

Drone Reaper itu memiliki jangkauan 1.850 km dan bisa terbang di ketinggian 15 ribu meter. Drone ini cocok digunakan untuk melancarkan serangan, koordinasi, dan pengintaian terhadap target yang bergerak.

Serangan terhadap Soleimani, menurut jurnalis senior Dahlah Iskan, menjadi bukti bahwa drone kian mengambil alih manusia. Pesawat tempur kian tidak diperlukan.

Ia mengungkap drone American MQ-9 Reaper yang menewaskan Soleimani merupakan buatan General Atomics Aeronautical Systems (GA-ASI) Amerika. Yakni sebuah perusahaan swasta yang sahamnya sudah dijual di pasar modal Wall Street New York.

"Harga drone ini murah sekali: Rp 200 miliar per buah. Dibanding harga pesawat tempur sejenis F-35," kata mantan Menteri BUMN ini, dikutip Liputant6.com dari blognya disway.id, Senin (6/1/2020).

Drone ini, sambung Dahlan, ukurannya hampir sebesar pesawat tempur. Panjang sayapnya hampir 20 meter. Hanya bobotnya yang ringan: 2,5 ton.

Kematian Soleimani jadi bukti, serangan drone bisa menyasar siapapun. Para pemimpin negara dan orang-orang penting bisa jadi target. Pengawalan seketat apapun tak bisa menghentikan serangan tiba-tiba dari udara. Mau tidak mau, antisipasi mesti dilakukan untuk mengimbangi kemajuan teknologi yang mematikan ini.

Lalu, bagaimana dengan upaya pencegahan serangan drone di Indonesia? Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono mengakui Indonesia saat ini belum memiliki alat pendeteksi pengamanan drone. Padahal pengamanan sistem pendeteksi drone penting sebagai langkah keselamatan pejabat negara, terlebih Presiden Joko Widodo dikenal suka blusukan.

"Kita mau bikin," ujar Sakti di Istana, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Dia menuturkan, rencana itu sudah dikembangkan Badan Pangkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Bahkan model itu sudah dipamerkan BPPT di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin 30 Desember 2019.

"Itu kemarin kan yang di peluncuran BPPT, setahun lagi lah, satu setengah tahun lagi lah, kita bisa," ujar dia.

Saat ini, Indonesia baru berhasil membuat sebuah drone yang mampu terbang terus menerus selama 24 jam. Pesawat udara nirawak (PUNA) ini berjenis medium altitude long endurance (MALE) dan dinamai Black Eagle. Kemampuan terbang terus menerus selama 24 jam membuat drone ini bisa digunakan untuk membantu menjaga kedaulatan NKRI dari udara, namun tidak untuk peperangan.

Hal ini didasari dari kebutuhan pengawasan dari udara yang efisien terus bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman daerah perbatasan, terorisme, penyelundupan, pembajakan, serta pencurian sumber daya alam seperti illegal logging dan illegal fishing.

Drone ini mampu beroperasi dalam radius 250 km dengan waktu terbang hingga 30 jam. Secara fisik, drone ini memiliki panjang 8,30 meter dan bentang sayap sepanjang 16 meter.

Mengutip keterangan resmi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemristek/BRIN), inisiasi pengembangan PUNA MALE telah dimulai oleh Balitbang Kemhan sejak 2015.

Pada 2019, Flight Control System (FCS) produksi Spanyol diintegrasikan dengan prototipe PUNA MALE 1 yang telah dimanufaktur PT Dirgantara Indonesia pada akhir 2019.

Pada 2020, akan dibuat dua unit prototipe berikutnya, masing-masing untuk tujuan uji terbang dan untuk uji kekuatan struktur di BPPT. Proses sertifikasi produk militer juga akan dimulai dan diharapkan pada akhir tahun 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA).

Integrasi sistem senjata pada prototype PUNA MALE dilakukan mulai 2020 dan diproyeksikan sudah mendapat sertifikasi tipe produk militer pada 2023.

Potensi Perang Dunia III?

Spekulasi Perang Dunia III kembali muncul di awal 2020, dipicu serangan drone Amerika Serikat (AS) yang menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani.

AS mengklaim, Soleimani harus dihabisi karena ia merencanakan penyerangan ke diplomat-diplomat AS di wilayah Timur Tengah. Pasukan Quds yang dipimpin Soleimani juga sudah masuk radar teroris AS, karena kejahatan militer yang dilakukannya.

Pemerintah Iran berjanji akan melancarkan balas dendam. Tak terima, Presiden AS Donald balik mengancam. Miliarder itu bahkan mengaku, pihaknya telah membidik 52 target di Iran, termasuk situs-situs budaya yang bikin banyak orang mengelus dada.

Jika ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat terus terjadi, bisakah perang skala global bisa kembali terjadi?

Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana kepada Liputan6.com mengatakan, Indonesia punya kesempatan untuk menyetop potensi terjadinya Perang Dunia III yang dipicu konflik AS dan Iran.

Salah satu caranya, Indonesia bisa mengusulkan sidang darurat Dewan Keamanan (DK) PBB atas kapasitasnya sebagai anggota tidak tetap sejak Januari lalu.

"Indonesia bisa mengusulkan sidang darurat mengenai permasalahan ini, karena permasalahan ini berpotensi mengganggu perdamaian dan keamanan internasional," ujar Hikmahanto. "Kita kan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, kenapa tidak kita menyampaikan usulan tersebut untuk diagendakan untuk dibahas," ia menjelaskan.

Hikmahanto menyadari AS, bisa saja melakukan veto terhadap keputusan resolusi DK PBB, namun ia menyebut tetap ada perlu usaha membawa kasus ini ke DK PBB dalam konteks memberikan rasa keadilan ke Iran. Langkah itu disebut bisa membantu menenangkan situasi demi mencegah konflik lebih besar seperti Perang Dunia III.

Apabila Indonesia memutuskan membahas penyerangan Jenderal Soleimani di PBB, maka ada kemungkinan AS melakukan protes. Namun, Hikmahanto menyebut Indonesia tidak perlu was-was, sebab sebagai anggota tidak tetap DK PBB, adalah hak Indonesia untuk melakukannya.

"Konteksnya adalah kita sebagai anggota Dewan Keamanan PBB. Jadi ini sebenarnya mekanisme yang ada di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konteksnya bukan Indonesia mengajukan ini tapi kita anggota DK boleh mengusulkan. Jadi tidak perlu kemudian nanti AS akan melakukan tindakan atau kita khawatirkan AS akan melakukan tindakan kepada Indonesia," tegas Hikmahanto.

Walaupun tak memiliki campur tangan langsung dalam masalah AS dan Iran, pemerintah Indonesia mengaku prihatin dengan eskalasi yang terjadi saat ini.

"Pertama, Indonesia melihat perkembangan yang demikian dengan prihatin karena kondisi yang ada di Timur Tengah seperti diketahui meningkat dari segi ketegangan maupun pertikaian yang ada di sana."

"Sehingga langkah-langkah kekerasan seperti itu, kami mengharapkan untuk bisa dihindari, dicegah sehingga semakin tidak meruncingkan persoalan dan ketegangan yang ada di sana, justru tidak memberikan suasana yang kondusif bagi terciptanya kondisi yang lebih aman dan stabil," ungkap Wakil Menteri Luar Negeri RI Mahendra Siregar.

Mahendra Siregar selaku Wamenlu RI menegaskan bahwa sikap kekerasan yang dibalas dengan kekerasan juga tidak akan ada hasilnya.

Sikap Indonesia akan selalu siap mendukung terciptanya suatu kondisi yang lebih damai dan stabil. Selain itu, Indonesia juga akan berusaha semaksimal mungkin dan berharap setiap negara bisa menahan diri dan tidak melakukan kekerasan dengan alasan apapun.

Menyambung masalah AS dan Iran, proses perdamaian juga sedang berlangsung dalam Dewan Keamanan PBB. Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia akan tetap berada di posisi yang sama yaitu menyampaikan pesan konsisten mengenai perdamaian.

Sumber: Liputan6.com
Editor: Chandra