Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

50 Kota di Indonesia Sudah Naikkan Harga Rokok, Tertinggi di Sibolga
Oleh : Redaksi
Senin | 02-12-2019 | 13:52 WIB
ilustrasi-rokok.jpg Honda-Batam
Ilustrasi rokok. (Romi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, rencana kenaikan cukai rokok pada Januari mendatang sudah mulai terasa di November 2019. Para pedagang mulai menaikkan harga rokok secara perlahan.

"Rokok kretek selalu menyumbang inflasi 0,01 persen. Di pedagang sana sudah mengantisipasi kenaikan pada Januari. Pedagang tidak akan menaikan seperti itu (drastis)," ujarnya di Kantor BPS, Senin (2/11).

Suhariyanto mengatakan, kenaikan harga rokok terpantau terjadi di 50 kota. Kenaikan harga rokok tertinggi terjadi di Sibolga, Sumatera Utara. Lalu disusul oleh Tegal, Madium dan Pontianak.

"Naiknya pelan-pelan. Ini terjadi kenaikan di 50 kota. Kenaikan tertinggi di Sibolga. Kemudian di beberapa kota seperti Tegal Madiun Pontianak naik 2 persen. Jadi pedagang naikin tipis-tipis. Supaya enggak kaget," paparnya.

Suhariyanto menambahkan, untuk tahun depan, kenaikan harga rokok terhadap inflasi tidak akan langsung besar. Sebab, sudah diantisipasi pedagang pada tahun ini. "Januari seberapa besar dampaknya mungkin enggak akan terlalu besar karena sudah di antisipasi," tandasnya.

Alasan Pemerintah Naikkan Cukai Rokok

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara membeberkan alasan pemerintah menaikkan cukai rokok mulai 1 Januari 2020. Keputusan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan kesehatan, konsumsi dan perilaku merokok.

"Menyadari cukai rokok dimensinya itu komprehensif. Harus dilihat dari kesehatan, prilaku merokok, konsumsi," ujar Suahasil saat ditemui usai serah terima jabatan di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (25/10).

Pemerintah, menurut Suahasil, tidak menaikkan cukai terlalu tinggi. Sebab, jika terlalu tinggi maka akan berpengaruh terhadap sektor industri yang kemudian berdampak pada penyerapan kerja.

"Rokok juga punya dimensi lain yaitu produksi dan kalau naik terlalu tinggi, serapan tenaga kerja berkurang. Kalau cukai terlalu rendah, konsumsi tinggi," jelas Suahasil.

Dalam penyesuaian cukai rokok, pemerintah tidak menyamaratakan seluruh industri rokok. "Dalam detail tidak bisa menyamaratakan produksi rokok. Ada produksi dengan tangan, ini harus dibedakan kenaikannya. Kretek tangan lebih rendah daripada kretek mesin," katanya.

Dia menambahkan, pendapatan kenaikan cukai rokok nantinya akan dilakukan bagi hasil dengan pemerintah daerah. Hal tersebut untuk mitigasi resiko mengingat karakteristik daerah yang berbeda-beda.

"Antisipasi ada namanya proyeksi. Bagi hasil cukai untuk mitigasi dan dibagikan daerah dan untuk mitigasi. Pajak rokok yang ke pajak daerah untuk mitigasi resiko, dimensi produksi, negara dan dalam bentuk bagi hasil. Karena ada karakteristik berbeda-beda," tandasnya.

Sumber: Merdeka.com
Editor: Chandra