Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menyoal SKB 11 Menteri Anti Radikalisme ASN
Oleh : Opini
Sabtu | 30-11-2019 | 14:28 WIB
asn-radikal.jpg Honda-Batam
Pemerintah telah membuat layanan Aduan ASN. (Foto: Ist)

Oleh Iqbal Fadillah

SEBELAS Kementerian dan Lembaga telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait radikalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 12 November 2019 di Hotel Grand Sahid, Jakarta.

Kesebelas Kementerian dan Lembaga tersebut, yakni Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo, Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasonna H Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Mendikbud Nadiem Makarim, Menkominfo Johnny G Plate, Kepala BIN Budi Gunawaan, Kepala BNPT Suhardi Alius, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Kepala BPIP Hariyono, dan Komisi ASN. Mereka juga meluncurkan portal aduan ASN di laman aduasn.id.

Namun, sejumlah kalangan mempertanyakan urgensi penerbitan SKB tersebut, karena dinilai berpotensi melanggar HAM dan mengekang kebebasan berpendapat ASN. Bahkan Ketua Komisi II DPR-RI Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan urgensi penerbitan SKB tersebut, dan berkeinginan setiap peraturan diterbitkan dapat menyejukan dan bisa menjaga kondusivitas, tidak kemudian mengundang kontroversi, terutama di masyarakat.

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan urgensi penerbitan SKB terkait penanganan radikalisme pada ASN merupakan panduan pendekatan untuk melakukan deradikalisasi secara komprehensif.

Tidak hanya pendekatan keamanan, pendekatan komprehensif itu dapat melalui pendidikan edukasi, perbaikan infrastruktur sosial, infrastruktur pendidikan, dan perbaikan lainnya seperti kesejahteraan dan kesehatan. SKB ini diterbitkan untuk menguatkan wawasan kebangsaan pada ASN.

Apa salahnya SKB Radikalisme hingga menimbulkan pertentangan dan kontrovensi di beberapa kalangan, terutama aktivis HAM. Padahal SKB tersebut mempunyai ruang lingkup hanya bagi ASN yang notabene sebagai abdi Negara dan telah disumpah berjanji setia kepada Pancasila, NKRI dan Pemerintah.

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menerangkan bahwa sebelum menjadi ASN, calon ASN harus mengucapkan sumpah untuk dapat menjadi PNS salah satunya berisikan, Bahwa saya, untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah. Dari pengucapan sumpah tersebut pun sudah dengan tegas menyatakan bahwa seorang ASN tidak boleh menyimpang dari ideologi bangsa.

SKB Radikalisme pada ASN pada dasarnya akan berbuah positif karena fungsi pengawasan di inspektorat dalam Kementerian dan Lembaga akan menjadi lebih kuat untuk menindak para ASN yang terbukti melanggar poin-poin yang tertuang dalam SKB tersebut, karena sebelumnya belum ada aturannya bagi ASN yang terpapar radikalisme. SKB 11 menteri ini pun dapat mempersempit ruang gerak ASN yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Paham radikalisme pada dasarnya tidak muncul secara terang-terangan dan frontal, namun menyusup secara perlahan-lahan ke dalam pola pikir masing-masing individu. Pada jurnal 'Understanding How and Why Young People Enter Radical or Violent Extremist Groups' yang ditulis oleh Nele Schils, Department of Criminology, Criminal Law and Social Law, Ghent University dijelaskan bahwa awal mula proses radikalisasi yaitu adanya tempat yang dapat menjadi peluang berkembangnya radikalisasi lebih lanjut.

Seiring dengan hal tersebut, A.M Hendropriyono menegaskan, akar terorisme memerlukan tanah yang subur yakni lingkungan masyarakat fundamentalis (ekstrem). Untuk itu, SKB tentang Radikalisme ASN hadir guna membatasi ruang gerak tumbuh kembang paham radikalisme di kalangan ASN.

Dikaitkan dengan antisipasi radikalisme di kalangan ASN, apabila seorang ASN sudah terpapar radikalisme dikhawatirkan akan membawa dampak buruk mempengaruhi bagi para ASN yang lain, karena kecenderungan sudah antipati pada keadaan yang ada dan diyakini tingkat stress yang lebih tinggi karena telah mengalami cuci otak pemahaman radikal.

Beberapa karakteristik yang dapat dikenali dari paham dan sikap radikal diantaranya, Intoleran (tidak mau menghargai keyakinan dan pendapat orang lain), Fanatik (Selalu menganggap orang lain salah dan merasa benar sendiri), Eksklusif (membedakan diri dari kelompok lainnya) serta Revolusioner (kecenderungan menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan).

Dalam perspektif spectrum politik, Leon P. Baradat menyatakan bahwa pengertian radikalisme mangacu pada pemahaman seseorang atau kelompok yang secara ekstrem tidak puas dengan kondisi masyarakat yang ada.

Untuk itu, SKB Radikalisme terhadap ASN hadir untuk membentuk seorang ASN yang mempunyai etika sebagai seorang abdi Negara. Karena sebagai ASN harus juga mempunyai etika dalam menyampaikan pendapat serta bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.*

Penulis adalah pengamat politik