Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Sulawesi Tenggara
Oleh : Opini
Jum\'at | 25-10-2019 | 16:28 WIB
infrastruktur-kolaka.jpg Honda-Batam
Zulfikar Halim Lumintang, SST.

Oleh: Zulfikar Halim Lumintang, SST.

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu target utama dari Presiden Joko Widodo pada periode 2014-2019 yang lalu. Terbukti banyak sekali proyek jalan tol yang dibuat pada masa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Tercatat panjang jalan tol di Indonesia bertambah sepanjang 423,17 Km pada periode Oktober 2014 hingga Oktober 2018.

Selain jalan tol, angkutan udara pun tidak terlepas dari target pembangunan Presiden Joko Widodo. Di mana terdapat 14 Bandara baru yang telah dioperasikan pada tahun 2019 ini.

Di antaranya adalah Bandara Sultan Thaha di Jambi, Bandara Kertajati di Kertajati, Jawa Barat, Bandara Wiriadinata di Tasikmalaya, Jawa Barat, Bandara Syukuran Aminuddin Amir di Banggai, Sulawesi Tengah, Bandara Baru Ahmad Yani di Semarang, Jawa Tengah, Bandara APT Pranoto di Samarinda, Kalimantan Timur, Bandara Tebelian di Kalimantan Barat, Bandara Werur di Werur, Papua Barat, Bandara Maratua di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, Bandara Koroway Batu di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Bandara Morowali, Sulawesi Tengah, Bandara Letung di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, Bandara Namniwel di Maluku, Bandara Miangas di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.

Inisiatif Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki infrastruktur Indonesia, khususnya di infrastruktur bidang transportasi merupakan sesuatu yang bisa dipahami bersama. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan, kurang lebih terdapat 17 ribu pulau besar dan kecil yang menjadi bagian dari Indonesia.

Provinsi Sulawesi Tenggara juga memiliki geografis berupa wilayah kepulauan. Sehingga infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah.

Guna menunjang kelancaran distribusi pangan dan aktivitas pulang-pergi masyarakatnya. Dari segi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sektor transportasi dan pergudangan Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki tren kontribusi yang selalu meningkat terhadap total PDRB Sulawesi Tenggara dari periode tahun 2014 hingga tahun 2018.

Tercatat pada tahun 2014 kontribusi sektor transportasi dan pergudangan mencapai 4,43%. Kemudian meningkat 0,02 poin menjadi 4,45% pada tahun berikutnya.

Pada tahun 2016, sektor transportasi dan pergudangan mengalami laju pertumbuhan yang paling tinggi di antara tahun 2014 hingga 2018 yakni mencapai 11,60% dengan kontribusi mencapai 4,50% atau meningkat 0,05 poin dari tahun 2015. Selanjutnya pada tahun 2017 kontribusi sektor transportasi dan pergudangan hanya meningkat 0,01 poin menjadi 4,51% terhadap total PDRB Sulawesi Tenggara pada tahun 2017.

Dan yang terakhir pada tahun 2018, kontribusi PDRB sektor transportasi dan pergudangan berhasil mencapai 4,59% dengan laju pertumbuhan 8,76%.

Pada tahun 2018 peranan angkutan darat dan angkutan laut terhadap PDRB sektor transportasi dan pergudangan sangat dominan. Tercatat angkutan darat memiliki peran sebesar 46,11% dan angkutan udara memiliki peran sebesar 39,29%. Berdasarkan hasil pengolahan data BPPJN Wilayah I Sulawesi Tenggara, Dinas Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara, dan Dinas SDA dan Bina Marga Sulawesi Tenggara, provinsi Sulawesi Tenggara selalu memiliki peningkatan panjang jalan dari periode tahun 2014 hingga tahun 2018. Terakhir pada tahun 2018, total panjang jalan di Sulawesi Tenggara mencapai 12.740,89 Km.

Dari total panjang jalan tersebut baru 6.021,40 Km yang diaspal. Jumlah tersebut setara dengan 47,26% dari total panjang jalan di Sulawesi Tenggara pada tahun 2018. Harapannya, panjang jalan yang diaspal akan meningkat atau bertambah lagi pada tahun berikutnya.

Perbaikan jalan dan jembatan pada tahun 2019 tampaknya menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah daerah Sulawesi Tenggara. Apalagi pada pertengahan tahun 2019 yang lalu, akses dari Kolaka menuju Kendari terhambat, yang diakibatkan oleh banjir sehingga Jembatan Ameroro pun putus.

Perbaikan tersebut, tentu akan mempermudah penduduk Sulawesi Tenggara dalam mengakses sandang, pangan, dan papan. Terlebih lagi, jika kemudahan akses darat bertambah, maka secara tidak langsung akan meningkatkan kontribusi angkutan darat pada PDRB sektor angkutan dan pergudangan di Sulawesi Tenggara.

Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri memiliki lima bandara yang tersebar pada empat pulau. Di antaranya adalah Bandara Haluoleo yang terletak di Konawe Selatan, Bandara Sangia Ni Bandera yang terletak di Kolaka, Bandara Betoambari yang terletak di Bau-Bau, Bandara Sugimanuru yang terletak di Muna, dan Bandara Matahora yang terletak di Wakatobi.

Dari segi total pesawat yang datang dan berangkat di keseluruhan bandara tersebut mengalami peningkatan jumlah semenjak tahun 2014 hingga tahun 2018. Tercatat hampir 7.000 pesawat tiap tahun pada 2014 dan 2015 datang dan berangkat, hingga mencapai 10.555 pesawat datang dan 10.546 pesawat berangkat pada tahun 2018.

Begitu pula dengan jumlah penumpang pesawat udara, pada tahun 2014 jumlah penumpang pesawat udara yang datang dan berangkat hanya mencapai kurang lebih 500.000 penumpang. Dan data terakhir pada tahun 2018, jumlah penumpang pesawat udara sudah mencapai 1.024.958 penumpang datang, dan 1.029.849 penumpang berangkat. Atau meningkat hampir dua kali lipat selama kurun waktu empat tahun.

Perhatian Pemerintah Daerah dan pusat terhadap infrastruktur transportasi di Sulawesi Tenggara perlu ditambah lagi. Karena masih banyak ditemukan jalan provinsi dan jalan negara yang mudah sekali rusak setelah diperbaiki. Tentu hal ini menjadi keprihatinan kita, mengingat Buton merupakan daerah penghasil aspal yang tentunya tidak perlu biaya banyak untuk mendistribusikannya di daerah-daerah di Sulawesi Tenggara.

Sementara untuk transportasi laut, fasilitas di Sulawesi Tenggara sudah cukup memadai, hampir setiap kabupaten di Sulawesi Tenggara memiliki pelabuhan. Hanya Kabupaten konawe dan Kolaka Timur yang tidak memiliki pelabuhan, dikarenakan letak geografisnya yang tidak berbatasan dengan laut.

Namun kontrol terhadap kapasitas muatan dan penumpang kapal harus ditinjau kembali, agar kecelakaan kapal akibat kelebihan muatan tidak terjadi kembali.

Penulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka.