Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengangkatan Direksi BUMN

Meneg BUMN Langgar Hukum Administrasi Negara
Oleh : surya
Selasa | 10-04-2012 | 12:29 WIB

JAKARTA, batamtoday – Kebijakan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan dalam pengangkatan sejumlah direksi BUMN terus menuai reaksi. Kali ini, reaksi datang dari mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra.

Ditemui di Jakarta, kemarin, Yusril mengatakan, hal menyangkut pengangkatan direksi BUMN sudah jelas diatur dalam UU BUMN No. 19 Tahun 2003, juga Inpres Nomor 8 jo Inpres Nomor 9 Tahun 2005.

"Kalau ada ketentuan yang mengatur soal itu dilanggar, Menteri BUMN jelas telah melanggar hukum administrasi negara,” kata Yusril.

Sebagai mantan anggota Tim Penilai Akhir (TPA) semasa dirinya menjabat Mensesneg, Yusril menyebut, pemilihan dan penetapan direksi, komisaris maupun dewan pengawas pada BUMN tertentu memang harus melalui TPA, sebelum diserahkan ke Presiden untuk dibuat Keppresnya.

”Jika pengangkatan direksi itu ketentuannya harus melalui TPA, maka tahapannya harus dilalui. Tapi karena direksi bukan pejabat negara, setelah proses TPA, lalu diserahkan ke Menteri BUMN untuk diangkat,” imbuh Yusril.

Seperti diberitakan, awal Maret lalu Meneg BUMN Dahlan Iskan mengangkat sejumlah direksi BUMN. Di antaranya, PT Garuda Indonesia, PT Pelni, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Pengangkatan direksi yang diklaim sebagai bagian dari reformasi birokrasi di tubuh BUMN itu memancing reaksi kontra, karena dianggap bertabrakan dengan aturan yang ada.

Dalam pengangkatan Dirut PT Garuda dan PT Pelni, misalnya, Dahlan dianggap melanggar UU BUMN karena kedua dirut yang terpilih sudah dua kali menjabat, sehingga tidak boleh dipilih lagi untuk masa jabatan ketiga. Terkait itu, Komisi VI DPR RI bahkan sampai menolak kehadiran Dirut Garuda dan Dirut Pelni saat hendak mengikuti rapat dengar pendapat di DPR, beberapa waktu lalu.

Persoalan lain muncul dalam pengangkatan Dirut PT RNI, yang disebut-sebut beraroma nepotisme. Sedangkan pengangkatan Dirut PTPN III, yang sekaligus dirut Holding BUMN Perkebunan, Dahlan dituding melanggar Inpres No. 8 jo Inpres No. 9 tahun 2005, karena dilakukan tanpa melalui proses TPA. Proses pengangkatan direksi BUMN yang tidak transparan inilah yang memicu dugaan adanya kolusi di balik itu.

Bisa Batal Demi Hukum

Tanggapan senada disampaikan pengamat hukum ketatanegaraan Irman Putra Sidin. Irman bahkan tegas mengatakan, jika para direksi BUMN itu benar diangkat tanpa melalui prosedur, tentu keputusannya bisa dibatalkan secara hukum. ”Untuk membuktikan apakah prosedural atau tidak, bisa ditempuh melalui pengadilan,” kata Irman.

Irman menambahkan, dengan membawa kasus tersebut ke ranah hukum, bisa dibuktikan apakah keputusan Meneg BUMN tepat atau tidak. Jika ternyata tidak tepat, Meneg BUMN harus melakukan pengangkatan ulang direksi-direksi tersebut berdasarkan tahapan prosedural yang telah ditetapkan.
”Intinya, kalau diangkat tanpa lewat prosedur, jabatan direksi tersebut bisa dibatalkan,” tegasnya.

Terkait pengangkatan direksi dan komisaris di BUMN, Dahlan Iskan sebenarnya telah bersurat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 5 Januari 2012. Dahlan mengusulkan ada 15 direksi BUMN yang harus dipilih melalui TPA, namun ada yang tidak perlu melalui TPA, misalnya terhadap direksi perusahaan yang sudah listed di pasar modal.

Menjawab surat Menteri BUMN, Presiden SBY - melalui Menseskab Dipo Alam - meminta Dahlan untuk mengonsultasikan usulannya kepada Menko Perekonomian, sebelum dimintakan persetujuan Presiden. Namun, belum lagi hal itu tuntas dibahas, Meneg BUMN sudah melangkah dengan melantik sejumlah direksi BUMN.