Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Firman Sebut Jakarta Memang Sudah Tak Bisa Lagi sebagai Ibu Kota Negara
Oleh : Irawan
Rabu | 28-08-2019 | 08:04 WIB
diskusi_ibukota.jpg Honda-Batam
Dskusi Forum Legislasi dengan tema Imbangi Jokowi, Strategi DPR Percepat Pembuatan Regulasi?'

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Firman Subagyo menyatakan dukungannya terhadap rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memindahkan ibu kota administartif pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

"Selain untuk pemerataan ekonomi juga Jakarta, memang tak lagi bisa dipertahankan sebagai ibu kota pemerintahan. Sebab, polusi udara, kepadatan penduduk dan sistem transportasi apapun tak bisa selesaikan kamacetan," kata Firman di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Hal itu disampaikan dalam forum legislasi dengan tema 'Imbangi Jokowi, Strategi DPR Percepat Pembuatan Regulasi?' bersama anggota Baleg DPR RI Junimart Girsang, dan pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno.

Soal kekhawatiran apakah kalau nanti ganti presiden di 2024, program pemindahan ibu kota akan berhenti, karena itu kata Firman, perlu undang-undang (UU) sebagai dasar hukum pemindahan ibu kota tersebut.

"Makanya, regulasinya yang akan dibahas di DPR RI ini harus mengikat untuk pemerintahan selanjutnya. Sehingga siappaun presidennya di 2024 nanti, pemindahan ibu kota itu wajib dilanjutkan," jelas anggota Komisi II DPR itu.

Karena itu lanjut dia, kepala daerahnya nanti akan ditunjuk langsung oleh presiden, sehingga kepala daerah tersebut tidak merasa lebih berkuasa di sana.

"Jangan seperti Batam, sudah menjadi daerah otorita agar perekonomiannya mampu menyaingi Singapura, tapi walikotanya dipilih langsung, sehingga merasa lebih berkuasa, dan terjadi konflik sekaligus menghambat perkembangan Batam," ungkapnya.

Firman minta masyarakat tidak kaget dengan pemindahan ibu kota tersebut. Karena hal yang sama sudah dilakukan Australia, Amerika Serikat, Malaysia, Thailand, Jepang, Brasil, dan lain-lain.

Dengan demikian Kemenkeu RI sesuai dengan UU NO. 17 tahun 2003 tentang pengelolaan keuangan negara dan DPR harus mendukung.

"Jadi, DPR harus segera membahas UU-nya sebagai dasar hukum pemindahan ibu kota itu. Sebab, tanpa UU pemindahan itu tak bisa dilakukan," pungkasnya.

Sementara itu, Junimart Girsang menyatakan perlu kajian mendalam terkait rencana pemindahan ibu kota pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur tersebut. Khususnya terkait anggaran, karena untuk Mabes Polri saja diperlukan dana Rp 147 triliun.

"Yang perlu dikritisi daru kajian tiga tahun pemerintah soal pindah ibu kota itu adalah anggarannya, pasti akan lebih dari Rp 466 triliun, karena untuk Mabes Polri saja dibutuhkan Rp 147 triliun," tegas anggota Komisi III DPR itu.

Selanjutnya, kata Junimart, pemerintah perlu memastikan batas waktu kepastian ibu kota tersebut, apakah untuk lima (5) tahun, sepuluh (10) tahun mendatang?

"FPDIP siap menyelesaikan UU Pemindahan ibu kota itu, tapi kepastian pelaksanaannya kapan? Ini yang harus dijawab. Jangan juga sampai UU itu digugat oleh masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Junimart mengingatkan.

Sebab, pembentukan atau penggabungan daerah saja membutuhkan proses yang lama, apalagi pindfah ibu kota. Sehingga pembahasan UU-nya tak bisa dipaksakan atau buru-buru.

"DPR tak bisa dipaksakan untuk selesaikan UU pindah ibu kota itu, karena perlu kajian serius dan mendalam," ungkapnya.

Adi Prayitno juga mendukung, karena Jakarta sudah tak bisa lagi dipertahankan. Selain padat, kemacetan transportasi, polusi udara yang buruk, dan itu ikhtiar baik Jokowi untuk pemerataan ekonomi.

"Jadi, tak perlu direspon politis dan macam-macam, karena Jokowi pun di 2024 tak bisa lagi maju jadi capres. Saya kira itu murni untuk kepentingan bangsa dan negara," ujarnya.

Hanya saja perlu sosialiasi yang benar dan baik kepada seluruh masyarakat agar tak direspon dengan aneh-aneh dan salah.

"Pemindahan ibu kota ini memang butuh kesiapan mental dan gaya hidup yang tak seperti di Jakarta. Kalau ada 93 PNS Jakarta, yang tolak itu alamiah," pungkasnya.

Editor: Surya