Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR RI Minta Pemerintah Ajukan RUU Pemindahan Ibukota agar Bisa Segera Dibahas
Oleh : Irawan
Jumat | 23-08-2019 | 09:30 WIB
dpr-pusat2.jpg Honda-Batam
Diskusi Dialektika Demokrasi bertema 'Tantangan Regulasi Pemindahan Ibukota' di Media Center Gedung Nusantara III DPR RI, Kamis (22/8/2019). (Surya)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah disarankan untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemindahan Ibukota, yang berisi tempat, luas, waktu, dan target, termasuk efek sosial maupun pengaruh lingkungannya. Tidak ketinggalan naskah akademik RUU tersebut.

Sekretaris Fraksi PAN DPR RI, Yandri Soesanto dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema 'Tantangan Regulasi Pemindahan Ibukota' di Media Center Gedung Nusantara III DPR RI, Kamis (22/8/2019) menyatakan, hal tersebut merupakan peraturan tata cara pembuatan perundang-undangan, UU Nomor 11 tahun 2012 dan UU tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3).

"Ini negara diatur oleh undang-undang semua, jadi kalau hari Jumat tanggal 16 Agustus, Pak Jokowi berpidato di depan anggota MPR dan masyarakat luas, minta izin, kalau menurut saya itu belum punya kekuatan hukum. belum bisa dilaksanakan, belum bisa dieksekusi, karena undang-undang belum ada yang memerintahkan untuk itu," kata Yandri.

Menurut Anggota Komisi II DPR RI itu, pengumuman Presdien Jokowi pada tanggal 16 Agustus lalu sifatnya hanya sekedar pengumuman. Belum ada implikasi hukum, terhadap status Ibukota Negara DKI Jakarta, maupun status ibukota baru.

"Belum ada, belum ada. Selama belum diketuk di DPR, belum diketuk Undang-Undang tentang pemindahan Ibukota Negara, maka belum ada Ibukota baru di Indonesia, belum ada Ibukota Negara baru, belum ada. Ini dari sisi regulasi," tegasnya.

Dia mengingatkan, jika sampai saatnya DPR tidak diajak bicara pemerintah, maka ibukota nanti bisa disebut Ibukota illegal. Meski kedudukannya sebagai presiden, maka semua yang dilakukan Presiden Jokowi harus dilakukan atas perintah UU, baik itu UUD turunannya, maupun dengan menerbitkan Keppres. Tetapi, Keppres tak boleh bertolak belakang dengan UU, karena UU lebih tinggi dari Keppres.

"Jadi menurut saya, tim pemerintah sebaiknya mengirimkan draft rancangan Undang-Undang tentang Pemindahan Ibukota ke DPR," saran Yandri.

Jika sudah dikirim kata dia, maka DPR akan membahasnya. Dalam proses pembahasan itu, DPR mengundang para akademisi, tokoh masyarakat, menerima masukan dari LSM, media masa, termasuk Pemprov DKI Jakarta, akan dikaji efek positip dan negatifnya.

Sedangkan Anggota DPR dari Partai Gerindra Bambang Haryo mengatakan, penyampaian Presiden Jokowi saat itu sudah seperti melompati lembaga DPR, seolah (DPR) tidak dianggap oleh pemerintah.

"Maka kita minta, jangan begitulah, kita ini kan mitra dan sama-sama membuat Undang-Undang. Mari kita buat bersama UU nya, sama-sama melakukan kajian teknis, karena ini masalah yang rumit," kata Bambang Haryo.

Lebih lanjut dia menyatakan, pengumuman pemindahan ibu kota negara seperti disampaikan Presiden Jokowi dalam sidang bersama DPR-DPD, pihaknya merasa lembaga DPR dilewatin, karena tidak di ajak rembukan sebelumnya.

"Ini adalah sesuatu kekeliruan dan ketidakpatutan," cetus Bambang Haryo sembari menyatakan, hal ini harus dia sampaikan.

Memang kata dia, soal pemindahan Ibukota ini terlihat keseriusan dari pemerintah, terlebih Presiden Jokowi. Tapi sayangnya, masalah ini belum pernah dibicarakan dengan DPR, misalnya dengan Komisi I yang membidangi pertahanan dan keamanan.

"Pemerintah serius, tetapi sepertinya ada kelupaan, ada mitra yang ditinggalkan," katanya.

Menurut Bambang Haryo, pemindahan sebuah ibu kota negara harus membutuhkan riset atau kajian-kajian dan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Apalagi masalah ini terkait dengan anggaran, yang merupakan berasal dari rakyat.

Diingatkan bahwa pemindahan Ibukota sangat terkait dengan kebutuhan dasar masyarakat, yang seharusnya menjadi skala prioritas pemerintah. Karenanya dia menyarankan sebaiknya pemerintah tidak mengerjakan yang belum jelas, karena menurutnya, pemindahan Ibukota belum jelas.

Editor: Chandra