Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Merangkul Papua Sebagai Saudara
Oleh : Hendra Mahyudi
Rabu | 21-08-2019 | 16:28 WIB
anak-papua1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Sumber Foto: Instagram Alfreth Benyamin/Dolanpapua (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - 'Kau tidak akan pernah memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya, hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya.'

Kutipan lawas dari novel 'To Kill a Mocking Bird' karya Harper Lee di atas, jika dicermati mungkin akan bisa membantu kita agar, atau untuk bisa menghargai orang lain, terkhususnya saudara-saudara kita Papua.

Seperti yang diceritakan Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, kepada BATAMTODAY.COM, dahulu sedari tahun 1989-1993, yakni 4 tahun lamanya, ia menetap di tanah Samudranta, sebutan Papua kala pedagang Persia dan Gujarat pada abad ke-7 --yang bermakna ujung samudra dan ujung lautan.

Selama di Papua, dia mendapat kesan tersendiri ketika berbincang dengan salah seorang anak asli Papua. Kesan ini tentu tak akan dia dapatkan, jika ia tidak pernah menetap dan tinggal di sana, karena culture pivotnya Papua adalah di tanah Papua itu sendiri.

"Saya pernah tinggal di Papua, saya sempat tiga tahun tinggal didekat rumah Om Theys (Theys Eluay, aktivis HAM Papua yang terbunuh tahun 2001) di Sentani, karena memang mess PT Merpati Nusantara Airlines itu dekat dengan rumah Om Theys," ujarnya, Rabu (21/8/2019).

Di tempat Arief tinggal, ia berdekatan dengan satu keluarga asli Papua yang mengurus mess kantornya, dan keluarga tersebut memiliki seorang anak laki-laki, berumur sekitaran 14 tahun, duduk di kelas 1 SMP.

"Saya dan dia sering sering ngobrol, bahkan ia belajar dengan saya kalau dia punya PR di sekolah," lanjut Arief bercerita.

Hingga suatu hari ketika ia dan anak tersebut berbincang, Arief mencoba melemparkan pertanyaan, narasi sederhana kepada seorang anak Papua yang melihat negeri ini dengan sudut pandang kenyataannya.

"Saya bertanya pada anak Papua tersebut, 'Ade apa kau pu cita-cita nanti jika kau sudah lulus sekolah mu?' Lama dia tidak menjawab pertanyaan saya, seakan-akan ia berpikir jauh untuk merefleksikan kenyataan yang selaras dengan pertanyaan itu," lanjut Arief.

Lepas diam sejenak, tiba-tiba anak yang ditanyakan itu menjawab dengan singkat, "Kaka, sa ta punya cita-cita." Seketika Arief kaget dengan jawaban itu, dan kembali melemparkan pertanyaan, agar mendapatkan alasan. "Ade kenapa kau ta pu cita cita, kau sudah sekolah dan kau pandai?".

Lalu, kata Arief, sang anak balik menjawab sembari bertanya kepadanya, "Kaka, sa mau tanyakah, adakah orang Papua jadi lurah atau camat atau bupati atau gubernur atau menteri di Jawa atau di Papua?" tanya anak itu.

Sontak, saat itu Arief begitu terkejut dengan pertanyaan anak tersebut. Ia berpikir, benar juga apa yang disebutkan sang anak. "Saya mulai berpikir politik Indonesia harus ada perubahan agar anak-anak Papua punya cita cita," terangnya.

Dan sekarang pasca reformasi runtuhnya rezim Suharto, semua anak-anak Papua telah bisa mengejar dan menggapai cita cita mereka. Banyak yang telah membuka diri dan kuliah ke Jawa bahkan luar negeri. Juga ada yang jadi lurah, camat, kepala daerah dan menteri.

"Jadi camkan baik-baik, Papua adalah saudara kita. Saudara setanah air kita. Mari hargai mereka semua. Hapus pola pikir rasis itu, kita semua bersaudara, mari saling rangkul," Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.

Editor: Yudha