Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Bisa Evaluasi Arah Pembangunan yang Dijalankan Presiden
Oleh : Irawan
Senin | 12-08-2019 | 15:52 WIB
pilar_gbhn_diskusi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Diskusi empat pilar MPR dengan tema 'Optimalisasi Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sekretaris Fraksi FPAN MPR RI Saleh Partaunan Daulay mengatakan dalam amandemen terbatas yang akan dilakukan oleh MPR RI periode 2019-2024 mendatang, MPR RI berharap kembali memiliki kewenangan menyusun TAP MPR RI. Sebab, dengan TAP MPR RI tersebut arah pembangunan nasional bisa dievaluasi, kalau terbukti keluar dari arah pembangunan yang ditetapkan.

"Kalau hanya Sidang Tahunan MPR bersama Presiden RI selama ini hanya seremonial. Untuk itu dengan TAP MPR RI dan haluan negara atau GBHN, maka MPR RI bisa mengevaluasi arah pembangunan yang sudah dijalankan presiden dalam sidang tahunan," tegas Saleh Daulay.

Hal itu disampaikan Saleh Daulay dalam diskusi empat pilar MPR dengan tema 'Optimalisasi Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI' bersama anggota Fraksi PKS MPR RI, Iskan Qolba Lubis, dan pakar komunikasi politik dari Universitas Jayabaya Jakarta, Lely Arrianie, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (12/8/2019).

Untuk itu, lanjut Saleh Daulay, perlu penguatan kewenangan MPR RI, yang tak hanya melantik presiden dan wapres terpilih, dan sosialisasi empat pilar MPR RI, melainkan membuat haluan negara semacam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan TAP MPR RI.

"Sehingga GBHN yang dijalankan presiden bisa dievaluasi melalui sidang tahunan,"ujarnya.

Sebab, kalau masih dengan Rancangan Pembangunan Jangka Pendek dan Menengah Nasional (RPJPMN) dari presiden ke presiden akan selalu berubah.

"Saat kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berimbang antara SDM dan infrastruktur, tapi ketika Jokowi lebih besar ke infrstruktur. Jadi, setiap ganti presiden, arah pembangunannya berubah dan jalan sendiri-sendiri," jelas Saleh Daulay.

Selain itu dia berharap MPR RI memiliki kewenangan untuk menafsirkan UU, agar hasil legislasi yang sudah disahkan DPR RI, itu tak mudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Penting MPR memiliki kewenangan menafsirkan UU, agar tak mudah dibatalkan oleh MK," pungksnya.

Tapi kata Lely, sidang tahunan dan posisi MPR RI seperti sekarang ini sebagai konskuensi dari pergeseran politik pasca reformasi. Dimana presiden dan wapres dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga, sidang tahunan ini hanya prosesi ketatanegaraan saja. "Tak boleh ada interupsi, apalagi lempar kursi," tuturnya.

Karena itu, jika mau berubah, kembali kepada peran DPR dan DPD RI di MPR RI sendiri.

"Kalau model politiknya linier, ya MPR mendengar pidato presiden yang disampaikan langsung setiap tahunnya kepada masyarakat. Jadi, tergantung kepada DPR dan DPD RI yang harus mengoptimalkan kinerjanya," jelas Lely.

Editor: Surya