Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Didesak Segera Terbitkan Perppu Penyadapan, Ada Situasi Darurat
Oleh : Surya
Rabu | 10-07-2019 | 09:16 WIB
PERTEMUN.jpg Honda-Batam
Forum Legislasi bertema 'RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK?' di Media Senter/Pressrooom, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019). (Surya)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai keberadaan penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah termasuk darurat. Dia pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

"Selain ketentuan tersebut sangat mendesak, juga dapat meminimalisir terjadinya kegaduhan, bila dibandingkan DPR RI yang memproses melalu rancangan undang-undang (RUU) a quo," ujar Wakil Ketua Fahri Hamzah DPR dalam Forum Legislasi bertema 'RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK?' di Media Senter/Pressrooom, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Menurut dia, UU Penyadapan ini diperlukan mendesak, karena dalam keadaan darurat dengan menerbitkan Perppu.

"Saya menganggap Undang-undang ini termasuk darurat, maka kalau Pak Jokowi mau, saya mengusulkan ini di-Perppu saja. Biarlah Pemerintah memakai draft PP (peraturan pemerintah) zaman SBY dan dibuat Perppu sehingga pemerintah tinggal ketok," kata legislator PKS dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) ini lagi.

Fahri pun berujar agar presiden dapat mengambil yurisprudensi terkait penyadapan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah membatalkan satu pasal dalam UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dimana, penyadapan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

"Kemudian, pasal itu diajukan ke MK dan dibatalkan oleh MK, karena hakikat penyadap itu adalah pelanggaran HAM maka tidak bisa diatur dengan peraturan di bawah UU," sambungnya.

Urai Fahri, ketika mengusulkan agar Menteri Telekomunikasi dan Informatika (Menkoinfo) Tifatul Sembiring meneruskan draft aturan pemerintah tentang penyadapan ke Presiden SBY untuk menjadi Perppu.

"Akhirnya, sekarang penyadapan yang dilakukan khususnya untuk KPK didasari oleh SOP," tandas Fahri.

Bukan Lemahkan KPK

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Totok Daryatmo menegaskan UU Penyadapan penyadapan bukan untuk melemahkan KPK. Sebab, UU terkait penyadapan itu sendiri ada 13 penyebutan dalam UU yang definisinya berbeda-beda.

"UU penyadapan ini penting dan dijamin tidak memangkas wewenang KPK. Itu sudah clear dan draftnya juga sudah clear," kata Totok.

DPR perlu menyusun RUU ini, kata Totok, agar tidak tumpang-tindih dan penyadapannya bisa dipertanggungjawabkan, tidak melanggar HAM, yang wajib dijamin dan dilindungi oleh negara.

Dengan demikian, proses penyadapan itu harus melalui prosedur yang benar dengan dapat izin dari pengadilan.

"Tidak setiap orang bisa disadap, kecuali pelaku tindak pidana korupsi dan terorisme. Kalau RUU ini tak selesai sekarang, maka DPR yang akan datang bisa ambil-alih atau take over," jelas Totok.

Hal yang sama diungkapkan Masinton, jika penyadapan itu di dunia diatur, tak terkecuali KPK.

"Agar masalah pribadi tidak ikut dipertontonkan di sidaing Tipikor. Apa itu hanya untuk menjatuhkan moral dan mental tersangka? Ini kan gak boleh," jelas politisi PDIP itu.

Bahwa pemberantasan korupsi itu bukan hanya tanggung jawab KPK, melainkan semua termasuk DPR RI.

"Jangan anggap DPR RI gerombolan koruptor. Sehingga setiap mau susun atau revisi UU penyadapan dianggap akan melemahkan KPK. Itukan gak benar," kata Masinton.

Editor: Chandra